Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Media Ciptakan Pilkada Damai
Oleh : Redaksi
Sabtu | 24-03-2018 | 17:14 WIB
anti-hoax.jpg Honda-Batam
Ilustrasi media anti hoax. (Foto: Antara)

Oleh Alfonsius Ladi Ola

TAK lama lagi, kita akan larut dalam riuh hajatan demokrasi melalui Pilkada serentak. Situasi seperti ini banyak dinantikan, terutama bagi penggelut dunia politik. Perjalanan menuju pesta rakyat tentu penuh dengan kisah dramatis. Apalagi para kandidat dan pendukungnya semakin bergelora untuk melakukan kampanye.

Partisipasi berbagai kalangan bermunculan, menambah seru suasana. Namun di sisi lain, momentum spesial ini banyak disalahgunakan oleh beberapa kalangan tertentu. Entah itu bersangkutan dalam pencalonan, maupun orang luar yang berusaha mengkacaukan. Salah satunya melalui penyebaran hoax.

Dalam beberapa tahun belakangan, kasus seputar hoax tentu saja sudah tidak asing kita jumpai. Beredarnya berita hoax telah menjalar di berbagai penjuru. Bahkan KUHP dan UU ITE pun seolah kurang mampu mengatasinya. Jika tidak segera teratasi tentu akan sangat membahayakan dan akan memicu perpecahan di Indonesia. Apalagi menjelang momentum Pilkada serentak 2018.

Maraknya informasi yang bersifat provokasi, palsu, maupun yang mengandung unsur SARA sempat menghebohkan Indonesia. Contohnya, salah satu kelompok tersebut bernama Saracen yang ditangkap pada 2017 dan Muslim Cyber Army pada awal tahun 2018.
Meski akhirnya Saracen dihadapkan pada pihak hukum, kita harus tetap berhati-hati dengan bermacam informasi maupun berita yang bermunculan. Pasalnya, kejadian seperti itu bisa saja terulang kembali. Karena situasi politik yang sedang memanas sangat rawan dimainkan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Maka, peran media untuk membendung peredaran informasi tersebut dinilai sangat sentral.

Media harus ikut andil dalam meredam aksi hoax sebagai upaya melindungi proses berjalannya Pilkada damai. Peran masyarakat juga dibutuhkan khususnya untuk menyuarakan prinsip damai dalam berkampanye. Para tokoh Penulis, Peneliti, Konsultan, Agamawan, dan Pengamat harus banyak menuangkan gagasannya melalui media.

Tujuannya untuk mengajak berpolitik secara sehat dan demokratis. Pesan-pesan tersebut juga dinilai lebih efektif untuk disebarkan melalui dunia maya. Misalnya menggunakan website, blog, facebook, atau instagram,. Pasalnya, sarana digital lebih efektif dan cepat dalam menyebarkan suatu informasi. Sehingga, berita hoax pun mampu dilawan dengan menyebarluaskan gagasan positif tentang Pilkada.

Lalu bagaimana menanggulangi isu hoax yang bersumber dari media sosial? Jika problemnya demikian, pemerintah dan hukum perlu ikut campur. Selain itu, penting pula pengendalian untuk media jurnalis yang hanya menitik beratkan pada keuntungan komersil tanpa menguatkan fakta. Karena, di era saat ini banyak oknum-oknum wartawan yang terlibat dalam politik partisan.

Baik dilakukan oleh wartawan secara pribadi maupun atas dukungan perusahaan. Hal tersebut tentu saja dapat menggangu nilai-nilai profesionalisme wartawan. Para oknum tersebut biasanya bekerjasama dengan politikus untuk membalikkan sebuah fakta. Oleh sebab itu, publik sangat berharap bahwa pers dapat menjaga netralitasnya.

Menerapkan ideologi pers untuk memberitakan pemberitaan yang objektif merupakan salah satu cara dalam menangkal hoax. Kesadaran pada kode etik juga harus ditegakkan karena hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pemberitaan. Selain itu, perlu untuk terus menegakkan hukum terhadap para penyebar hoax. Dengan mengekspos penangkapan penyebar kebencian melalui berbagai media.

Semestinya media mampu mengambil peran dalam menciptakan iklim yang kondusif. Pemberitaan kalangan wartawan juga diharapkan berisi nilai-nilai nasionalis yang dapat meredam potensi konflik bernuansa SARA. Perlu diingat bahwa iklim kebebebasan pers saat ini cenderung lebih baik dibandingkan zaman sebelum reformasi.

Di Zaman tersebut, publik tentu masih ingat saat semua informasi dikendalikan secara penuh oleh pemerintah sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat media massa. Namun pasca reformasi, kebebasan berpendapat mulai dapat dirasakan, termasuk media massa, sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada media sebagai penyedia informasi yang kredibel. Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang serius dalam menjaga kepercayaan masyarakat tersebut.

Media arus utama juga dinilai perlu bergerak lebih cepat dalam mendukung kampanye damai dan melawan media abal-abal yang umumnya banyak bertebaran menjelang Pilkada dan dimanfaatkan untuk menyebarkan kampanye hitam. Peran media mainstream dapat berguna sebagai penyalur aktifitas para calon dengan mengedepankan unsur kampanye yang bersih.

Selain itu, media tersebut juga digunakan untuk mengungkapkan visi misi masing-masing kandidat. Mengekspos berbagai agenda kampanye. Pers mainstream perlu memberikan pendampingan terhadap Pilkada dengan update berbagai peristiwa politik sehingga dapat memberikan masukan komprehensif terhadap calon yang akan dipilih masyarakat.

Bagi para pembaca juga harus lebih kritis dalam membaca sebuah berita. Oleh sebab itu, diperlukan pengecekan ulang dan pengecekan silang terhadap informasi yang berkembang. Jangan cepat percaya akan isu yang masih simpang siur atau tidak jelas datanya. Melakukan perbandingan dengan berbagai berita lainnya juga sangat dianjurkan.

Para kandidat juga diharapkan dapat menggunakan media sosial seperti youtube dan medsos secara bijak. Hal ini dilaksanakan karena Medsos dinilai dapat menjangkau masyarakat secara langsung sehingga apa yang disuarakan akan langsung berpengaruh kepada publik.

Semakin sejuk kampanye yang dilakukan para kandidat, maka semkin sejuk pula situasi di lapangan, begitu juga sebaliknya. Terpenting, dalam melakukan personal branding di dunia maya tetap harus memperhatikan koridor kejujuran. Jangan terpikir walau sedikitpun, ingin menipu masyarakat. Bahkan jangan sampai berusaha menjatuhkan lawan.

Bersikaplah dewasa dengan bersaing secara suportif. Menghindari segala hal yang berbau SARA dan fitnah. Berpolitik secara tepat dan tidak menyimpang. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Socrates yang dalam teorinya mengatakan bahwa politik diartikan sebagai suatu cara mencapai tujuan Negara dengan cara yang bijak dan menggunakan ilmu. Jadi, politik bukanlah sebuah perebutan kekuasaan dengan menghalalkan segala macam cara. Itu hanyalah sebagai penyimpangan politik.

Jika Indonesia tetap bertidak dengan politik yang belok, maka bagaimana nasib negeri ke depan? Politik tentu saja tidak dapat menghalalkan segala cara. Karena, cara-cara seperti menebar hoax justru dapat memecah belah Persatuan Indonesia. Dengan demikian, publik menanti para kandidat dapat menunjukkan politik yang bersih. Seperti konsep awal yang digagas dalam filsafat politiknya Socrates.

Sebagai bagian dari masyarakat, kita juga harus mampu menjadi generasi yang sadar akan nilai-nilai suportif, idealisme, dan politik bersih. Menggunakan media dalam berpolitik secara baik dan tidak menyimpang. Hal ini penting demi memunculkan sistem politik yang lebih baik dalam bernegara. Mencapai tujuan bersama di suatu Negara dengan cara yang bijaksana dan menggunakan ilmu. Sehingga mampu terwujud kemajuan dan kesejahteraan bersama. *

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Flores