Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tidak Terima tapi Tidak Berani Banding

Kasus Alkes, Edi Suranto Divonis 2 Tahun penjara
Oleh : Taufik/Tunggul Naibaho
Rabu | 12-01-2011 | 17:40 WIB

Jakarta, batamtoday - Edi Suranto, eks Direktur Bina Kesehatan Komunitas, Departemen Kesehatan divonis dua  tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait  kasus dugaan pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada tahun 2007. Edi juga diganjar hukuman  denda Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Menurut Ketua Majelis Hakim Herdi Agustein, Edi terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi berupa menyalahgunakan kewenangan dan jabatannya sesuai dengan dakwaan sekunder Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara dakwaan primer berupa tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi yang dapat merugikan kerugian keuangan negara sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dianggap tidak terbukti.

"Terdakwa terbukti memerintahkan panitia pengadaan alat rongent agar merujuk PT Kimia Farma Trading and Distribution sebagai rekanan," kata hakim anggota Nani Indrawati.

Edi diduga terlibat dalam proyek pengadaan alat kesehatan berupa rontgen portable untuk puskesma daerah tertinggal dan terpencil tahun APBN 2007.

Edi telah memberitahukan spesifikasi jenis rongent yang dibutuhkan oleh Depkes kepada PT Kimia Farma. Edi dinilai telah mengarahkan agar pemenang tender dalam proyek ini adalah PT Kimia Farma. Produk dari pesaing Kimia Farma, PT Mega Service dianggap kurang baik.

Dari rangkaian peristiwa tersebut terlihat bahwa Edi sebagai user (pengguna) dalam pengadaan ini, tidak mematuhi etika pengadaan sebagaimana Pasal 5 keppres 80/2003. Edi juga telah mempengaruhi Panitia untuk menggunakan merk Poskom dalam pengadaan alat rongent protable. Penetapan merk tertentu oleh Edi dianggap telah melanggar Pasal 10 Keppres 80/2003.

Dalam kasus tersebut nilai proyek senilai Rp 17,18 miliar menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 9,4 miliar. Atas keputusan tersebut, pengacara Edi, Yudo Aryopando Wibowo mengatakan menerima keputusan tersebut.

"Walaupun terdakwa keberatan terhadap putusan tetapi tidak akan mengajukan banding, menerima putusan ini," kata Aryo.

Sementara Jaksa KPK memutuskan untuk pikir-pikir terhadap keputusan hakim