Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dampak PPN 5 Persen Arab Saudi, Kemenag RI Kaji BPIH Tahun 2018
Oleh : Irawan
Kamis | 04-01-2018 | 15:42 WIB
Kabah6.jpg Honda-Batam
Ilustrasi

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menyusul kebijakan baru pemerintah Arab Saudi dengan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) 5% untuk transportasi, makanan, pakaian, barang elektronik, bensin, dan tagihan telepon, air dan listrik, hingga pemesanan hotel. Maka Kemenag RI akan mengkaji Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2018.

"Penambahan PPN 5% itu diestimasi akan berpengaruh terhadap penambahan biaya penyelenggaraan haji dan umroh 2018. Terutama komponen transportasi, akomodasi, dan konsumsi yang berhimpitan dengan item barang, jasa yang dikenakan pajak oleh pemerintah Saudi," tegas Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag RI, Mastuki dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Karena itu kata Mastuki, Kemenag sedang mengkaji lebih lanjut skema penambahan ke komponen BPIH tersebut seperti apa konkretnya. Mengingat biaya operasional haji itu ada yang di dalam negeri, dan di luar negeri. "Jadi, banyak item dan komponen yang harus dihitung secara detil," ujarnya.

Untuk mengantisipasi hal itu, Kemenag RI dalam penyusunan BPIH tahun 2018 ini akan mengalokasikan penambahan pada komponen haji tahun 2018 secara detil.

"Karena tahun ini untuk kali pertama BPIH harus diajukan melalui BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) untuk selanjutnya disetujui oleh DPR RI. Jadi, masih ada waktu untuk melakukan penyesuaian biaya haji tersebut jika memang PPN itu akan diberlakukan untuk jemaah haji," pungkasnya.

Akan berimplikasi
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan kebijakan Arab Saudi itu akan banyak yang berimplikasi kepada Indonesia, terutama konsumen haji dan umroh. Karena itu pemerintah Indonesia bisa melakukan lobi pemerintah Arab Saudi agar kebijakannya tersebut hanya berpengaruh pada rakyat Saudi sendiri, dan tidak berpengaruh pada umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji dan umroh.

"Saya berharap Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, dan juga Kementerian Keuangan untuk melakukan lobi yang intensif dengan Pemerintah Arab Saudi. Sebab, kalau tidak, hal ini akan mempengaruhi struktur biaya haji dan umroh," tegas Fahri Hamzah.

Menurut Fahri, selama ini sudah banyak beban masyarakat Indonesia dalam berbadah. Misalnya meningkatnya harga visa untuk kedatangan yang kedua, ketiga dan seterusnya.

"Malah saya mendengar, akibat dari meningkatnya harga visa itu, maka jamaah umroh kebanyakan tidak hanya pergi ke Saudi Arabia, tapi juga mengoptimalkan kunjungannya ke negara-negara lain demi menghemat visa, karena sekali bayar sekalian jalan-jalan," ujarnya.

Dengan demikian untuk menghadapi kebijakan Saudi Arabia dalam hal pajak tersebut, Pemerintah Indonesia perlu mempunyai kajian yang lebih mendalam. "Itu penting, karena akan berpengaruh pada biaya haji dan umroh," pungkasnya.

Sebelumnya Arab Saudi membuat kebijakan baru terkait melemahnya harga minyak di Timur Tengah, dengan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5% di awal 2018 ini. Sehingga kebijakan ini akan berpengaruh kepada ke ongkos ibadah haji dan umrah.

Pemerintah Arab Saudi akan mengenakan PPN 5% itu untuk makanan, pakaian, barang elektronik dan bensin, serta tagihan telepon, air dan listrik, hingga pemesanan hotel.

Seiring dengan kebijakan Arab Saudi yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% pada awal tahun 2018 maka biaya ibadah diperkirakan akan naik. Kebijakan itu dilakukan akibat melemahnya harga minyak di negara-negara timur tengah.

Untuk itu mulai tanggal 1 Januari 2018, Arab Saudi rencananya akan menerapkan PPN 5% untuk makanan, pakaian, barang elektronik dan bensin, serta tagihan telepon, air dan listrik, dan pemesanan hotel.

Editor: Surya