Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Memaknai Pergeseran Istilah Separatis ke Kelompok Kriminal Bersenjata
Oleh : Redaksi
Senin | 27-11-2017 | 16:03 WIB
kriminal_papua.jpg Honda-Batam
Anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. (Foto: Ist)

Oleh Ardian Wiwaha

ORGANISASI Papua Merdeka atau yang disingkat dengan OPM adalah organisasi separatis yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri pemerintahan provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia.

Terbentuknya gerakan separatis di Papua dan Papua Barat berkaitan erat dengan sejarah PEPERA. Sejarah mengatakan bahwa pergerakan OPM terbentuk dalam dua front yaitu fornt bersenjata dan front politik dalam dan luar negeri.

Gagalnya kesepakatan Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda pada 1 Desember 1961, membuat Belanda membentuk pemerintahan bayangan diantaranya pembentukan Batalyon Sukarela Papua yang berkedudukan di Arfai Manokwari dengan kantor Mayon menggunakan Barak Marinir Belanda.

Batalyon inilah yang menjadi cikal bakal dari munculnya TPN OPM (Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka). Berbagai rapat gelap bahkan kongres mereka lakukan hingga pada akhirnya saat ini mereka menyebut kelompok tersebut menjadi TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat).

Aksi-aksi kelompok bersenjata ini pun sangat meresahkan, seperti penyerangan terhadap aparat kemanan dan pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai bentuk untuk menunjukan eksistensi pergerakan Papua Merdeka, sehingga mereka sering muncul di pemberitaan-pemberitaan. Gerakan ini semakin dilarang di Indonesia.

Tatkala kelompok OPM acapkali memicu terjadinya kemerdekaan bagi provinsi tersebut yang berakibat tuduhan pengkhianatan. Sejak awal OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik, melakukan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora, dan dilakukan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua.

Pendukung secara rutin menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kesatuan Papua, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawah Perjanjian New York.

Kontroversi

Dalam perkembangannya, penyebutan istilah OPM masih menimbulkan kontroversi oleh sebagian kelompok. Hal ini dikarenakan bagi sebagian kecil orang Papua yang masih mendukung gerakan separatis, OPM dianggap sebagai pahlawan. Namun demikian, lebih banyak orang menganggap orang-orang tersebut tidak kurang sebagai pengacau keamanan, pengganggu kedamaian dan kenyamanan. Di era tahun 90 an, OPM lebih dikenal dengan sebutan MKBP (Mitra Kerja Beda Pendapat).

Tidak diketahui apa alasan sehingga penyebutan bagi kelompok tersebut cenderung terkesan lebih soft dan tidak bersifat konfrontir. Bisa jadi, perubahan penyebutan tersebut adalah tanda bahwasannya pemerintah lebih mengutamakan penyelesaian masalah dengan tipe persuasif dan meninggalkan tipe represif yang tak jarang menuai kontroversi di kalangan media asing.

Akan tetapi di sekitaran tahun 2000 an, penyebutan untuk MKBP kembali berubah menjadi Gerakan Separatis Papua Bersenjata atau GSP-B dan Gerakan Pengacau Keamanan Papua Bersenjata atau GPK-PB. Demikian juga saat ini, penyebutan OPM menjadi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi kontroversi dikalangan masyarakat. Tak ayal sebagian kelompok meyamakan posisi OPM sebagai kelompok radikal, namun lebih banyak lagi menilai bahwa kelompok tersebut lebih dari teroris.

Alasan

Penyebutan OPM yang cenderung diistilahkan sebagai KKB bukan tanpa alasan. Ibarat berenang di air keruh, pemerintah dalam hal ini lebih mengutamakan kejernihan dalam upaya penyelesaian permasalahan, serta menanggalkan upaya kuratif.

Bukan tanpa alasan, OPM yang pada dasarnya lahir atas dasar bentukan, bukan atas dasar kemauan adalah kumpulan individu dan kelompok kecil yang siap bergeriliya namun bergerak bukan tanpa alasan yang logis.

Ya, motif ekonomi dan kesejahteraan yang dijanjikan oleh sebagian negara penyokong dana dan senjata lah yang justru menjadi batu loncatan para tetuah OPM untuk melakukan pergerakan. Tak ayal paham idelogi Papua Merdeka seakan memudar karena beberapa aksi yang dijalankan kelompok tersebut lebih menjurus ke tindak kriminal, seperti mencuri, merampok, intimidasi, menyandera, hingga meminta tembusan kepada sebagian masyarakat tak berdaya hanya untuk makan dan bertahan hidup.

Harapan

Maraknya aksi-aksi penembakan yang dilakukan oleh OPM dewasa ini tidak dapat ditolerir lagi. Hal ini dikarenakan target dan sasaran OPM, bukan hanya aparat keamanan semata, namun beberapa warga sipil juga menjadi korban pelampiasan. Masih panjangnya proses pembangunan di seluruh wilayah Papua akan terus terhambat akibat ulah gerombolan OPM.

Diperlukan langkah komprehensif dan bentuk kerjasama antara TNI, Polri dan aparat penegak hukum lainnya agar senantiasa bersinergi dalam menyatukan kekuatan, mengedepankan pendekatan persuasif hingga upaya tegas yang nyata. Sehingga rasa aman dan kenyamanan terus tercipta dan dinikmati oleh segenap masyarakat Papua tercinta demi menjunjung tinggi harkat dan martabat kedaulatan NKRI di bumi Cenderawasih.*

Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Indonesia