Berkedok Karaoke, New Permata Indah di Nagoya Tempat Eksploitasi Perempuan
Oleh : Gokli
Kamis | 17-08-2017 | 15:38 WIB
tppo-00.gif
Dua terdakwa Tindak Pidana Perdagangan Orang usai menjalani pemeriksaan di PN Batam. (Foto: Gokli)

BATAMTODAY.COM, Batam - New Permata Indah di Windsor Foodcourt, bilangan Nagoya, yang selama ini dikenal orang sebagai tempat karaoke, ternyata hanya sebagai tameng. Ternyata, fokus bisnisnya mengekspoitasi perempuan pemuas nafsu pria hidung belang.

Hal ini terungkap di persidangan, saat majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam memeriksa dua terdakwa, yakni Ade Fransiska alias Ucok dan Jhony alias Atek, yang dijerat dengan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Kedua terdakwa mengaku hanya sebagai karyawan yang dipekerjakan pemilik Akeng (DPO). Ade Fransiska alias Ucok sebagai kasir, yang membukukan berapa kali para wanita yang mereka pekerjakan melayani pria hidung belang, sedangkan Jhony alias Atek, sebagai papi (nama beken germo).

Jhony berujar, bekerja di tempat karoke itu baru sekitar tiga bulan. Ia berperan mengatur waktu bookingan sekitar 30 wanita di tempat itu.

Sementara Ade mengatakan, ia mencatat dan menerima uang hasil bookingan para wanita yang mereka ekploitasi.

"Uang hasil bokingan dibagi dua. 50 persen untuk wanita yang dibooking dan 50 persen untuk pemasukan bos (Akeng)," kata dia, Rabu (16/8/2017).

Uang hasil bookingan itu, sambung Ade, diserahkan kepada PSK itu per bulannya. Rata-rata para PSK itu dibooking untuk short time sebesar Rp500-600 ribu, sedangkan long time sebesar Rp1 juta.

"Di tempat itu (New Permata Indah) ada 25-30 wanita yang bisa dibooking dan ada juga yang tidak bisa. Kalau yang tidak bisa dibooking khusus melayani tamu untuk memandu lagi karoke aja," jelasnya.

Ironisnya, para wanita yang dipekerjakan untuk melayani pria hidung belang itu tidak dibekali dengan alat kontrasepsi. Mereka, dibiarkan begitu saja melakukan hubungan intim tanpa ada jaminan perlindungan kesehatan.

"Tergantung mereka (PSK) kalau mau beli alat kontrasepsinya. Kalau dari kami, tidak ada," ujar dia.

Menggeluti bisnis perdagangan orang ini, Ade mengaku diupah Rp3 juta perbulan. Sementara Jhony yang merupakan papi tak mau menyebutkan berapa besar upah yang dia terima dari Akeng, sang pemilik bisnis.

Disinggung majelis hakim, Iman Budi, Hera Polosia dan Reditte Ika Septina terkait awal penangkapan. Kata kedua terdakwa, yang diamankan Polisi hanya ada empat orang, mereka berdua dan dua korban. Sedangkan Akeng, selaku pemilik tidak turut ditangkap.

"Bosnya saat itu tidak di tempat. Jadi yang ditangkap Polisi kami bedua dan dua korban," timpal Jhony.

Setelah pemeriksaan terdakwa, pekan depan majelis akan kembali membuka sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari jaksa penuntut umum. Kedua terdakwa ini terancam dipenjara 15 tahun, sesuai dengan pasal yang didakwakan yakni pasal 2 ayat (1) UU nomor 21 tahun 2007 atau kedua pasal 296, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Surya