Pemkab Lingga Minta KPK Kawal Proses Kasus Dana Reklamasi di Kejati
Oleh : Hadli
Rabu | 08-02-2017 | 17:38 WIB
Wakil-Ketua-KPK-Basaria-Panjaitan-edit.jpg

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan (Sumber foto: Sumutpos.co)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pemerintah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), menaruh harapan besar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mengendapnya dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan Jaminan Pasca Tambang di Kabupaten Lingga, bernilai ratusan miliar rupiah yang tengah dibidik Kejari Kepri. 

Harapan itu disampaikan saat berdialog dengan Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, dalam seminar  "Konsolidasi dan Pemantapan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme bagi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Lingga menuju Lingga Terbilang 2020" di Hotel PIH Batam Center, Batam.

"Kami minta KPK kontrol proses hukum di Kejati Kepri soal pra tambang di Lingga. Kasus ini bermula pada PT Growa Indonesia," kata Fahrul Rozi, Sekretaris Dinas Badan Penanaman Modal (BPM) Kabupaten Lingga kepada Basaria, Rabu (08/02/2017).

Menurut Fahrul, jumlah perusahaan tambang yang beroperasi di Lingga di era pemerintahan sebelumnya  berjumlah 57. Namun yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) ada sebanyak 24 perusahaan.

"Seharusnya dana Jamrek dan Jaminan Pasca Tambang di Kabupaten Lingga nilainya berjumlah Rp517 miliar. Namun dana dari perusahaan yang baru masuk (kas daerah) kurang lebih baru Rp20 miliar," ujatnya.

Sampai saat ini, PT Growa Indonesia masih beraktivitas dan membayar retribusi ke kas daerah. Retribusi tambang yang disetorkan, tambahnya, telah disetop untuk menghindari pemanfaatan uang tersebut.

"Bila kami biarkan pambayaran dan digunakan oleh Pemkab Lingga tentunya kami salah. Karena kami tahu perusahaan ini beroperasi menyalahi aturan, makanya kami stop," ujarnya

Bupati Lingga, Alias Wello mengatakan, kasus ini merupakan sepeninggalan Bupati sebelumnya (H. Daria-red) yang berhubungan dengan kewenangan antara pemerintah Kabupaten Lingga dengan Pemprov Kepri.

"Kasus ini adalah warisan. Menurut hemat kami ini salah. Sepanjang pengamatan saya, PT Growa beroperasi terdapat pelanggaran-pelanggaran prosedur yang tidak dapat dipenuhi," kata Awe sapaan akrab Alias Wello.

Awe memaparkan, awalnya PT Sungai Sebar Utama mengurus izin untuk mendapatkan UIP tambang pasir. Proses sudah berjalan sampai tingkat eksplorasi. Namun, tidak dilanjutkan sampai izinnya mati.

"Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk izin tambang diambil alih oleh provinsi. Pada tahun 2015, pimpinan kami sebelumnya (Daria-red) menerbitkan izin yang sudah mati dan diperpanjang," ujarnya.

Dan, tambah Awe, IUP yang semestinya milik PT Growa, dikeluarkan Gubernur Kepri (Nurdin Basirun-red) atas nama PT Gowa Indonesia.

"Sesuai peraturan Kementerian tidak boleh, tapi Gubernur mengeluarkan izinnya," terangnya kepada Basaria.

Sampai saat ini katanya lagi, walaupun menyalahi aturan, perusaahan yang memegang izin dari Gubernur tetap beraktivitas mengeruk hasil alam milik Kabupaten Lingga dengan prosedur yang salah.

"Sudah banyak kali produksinya. Sampai saat ini perusahaan menyetorkan pajaknya ke kas daerah. Kami setopkan," pungkasnya.

Editor: Udin