Diduga Kapal Penyelundup Tabrak Boat Pancung di Perairan Pulau Buluh, 1 Orang Tewas Mengenaskan
Oleh : Hadli
Senin | 28-11-2016 | 18:14 WIB
Novrianti.gif

Novrianti (dua dari kiri) bersama keluarga menunggu proses otopsi jenazah suaminya, Alis (27), di RS Bhayangkara Polda Kepri. Rencananya hari ini juga akan di kebumikan (Foto: Hadli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Novrianti tidak dapat menghentikan tangisnya saat memandang wajah suami tercintanya, Alis (27), yang terbujur kaku di RS Bhayangkara Polda Kepri, Batubesar, Kecamatan Nongsa, Senin (28/11/2016) siang tadi.

"Sebelum meninggal, suami bilang adek sayang Abang kan? Kenapa dia tanya gitu. Dia orangnya baik dan romantis, saya tidak bisa melupakannya," kenang ibu satu anak ini sambil mengusap pundak ibu mertuanya.

Sikap sang suami yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, sudah dirasakan Novrianti. Hanya saja, ia tidak menyangka bila tanda tersebut merupakan kenangan terakhir dari suaminya.

Dan kini, pupus sudah harapannya untuk membangun impian yang direncanakan bersama suami tercinta, yang ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di perairan Pulau Buluh, Kecamatan Bulang, Senin (28/11/2016) pagi.

"Pernikahan kami baru berumur 2 tahun dengan dikarunia 1 anak. Masih banyak mimpi kami yang belum tercapai," kata Novrianti dengan berlinang air mata.

Di matanya, Alis merupakan sosok penyayang terhadap keluarga, juga ramah dan mudah berbaur dengan warga.  Saat ditemukan terapung dengan kondisi yang mengenaskan, warga yang mengetahui langsung berdatangan ke rumahnya.

"Tadi pagi banyak orang-orang ke rumah, banyak kesan yang baik, jadi kami merasa kehilangan sekali," katanya gundah bercampur amarah karena kapal yang menabrak suaminya, duduga kapal penyelundup, meninggalkan begitu saja tanpa memberikan pertolongan.

Diceritakannya, pada Minggu (27/11/2016) malam pukul 21.00 WIB, sumianya pergi tanpa pamit. Kabar yang diterima dari ayahnya, suaminya itu pergi mengantar orang ke Pulau Buluh, menggunakan speedboat kecil atau pompong, sebagaimana akrab disebut masyarakat setempat pompong.

Dibalut rasa gundah, Novrianti menunggu suaminya. Walaupun sudah mencari tahu keberadaan ayah dari anaknya itu, namun tidak juga pulang. Sepintas ia mendengar suara dentuman keras dari jarak rumahnya yang tidak begitu jauh.

Tapi ketika itu, ia tidak menyangka suara keras yang terdengar merupakan malapetaka. "Saya penasaran, saya cari tahu tapi tidak berhasil. Pagi saya naik boat putar-putar, dan ditemukan sudah tidak bernyawa," ujarnya disertai isak tangis.

Bak disambar petir di siang bolong, begitulah perasaannya ketika itu. Ia melihat langsung kondisi suaminya yang mengenaskan dengan posisi terapung di sekitar Pulau Buluh yang berjarak 10 menit dari rumahnya.

"Sudah tidak berbentuk. Kepalanya pecah, tangan kanan patah. Sekarang masih diotopsi dokter," tuturnya.

Dari kondisi suaminya, ia dan keluarga menduga, kapal pompong 15 PK yang dibawa suaminya, ditabrak dari belakang oleh kapal speedboat berkecepatan tinggi tanpa penerangan. Kapal-kapal itu merupakan kapal yang beraktivitas ilegal, yang memiliki tiga mesin tempel masing-masing 200 PK.

"Kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi, ini peristiwa yang kedua kalinya. Sebelumnya di Pulau Kasu. Kalau tidak bertabrakan, tidak mungkin suami saya hancur tidak berbentuk dalam semalam," tuturnya.

Kejadian ini belum diketahui pasti, apakah saat kejadian suaminya mengantar orang ke Pulau Buluh atau sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya setelah selesai mengantar. Karena sampai saat ini, pompong kayu yang dibawa oleh suaminya belum juga ditemukan.

Editor: Udin