Rizki Faisal Dukung Kapolda Tindak Mafia Lahan di Batam
Oleh : Hadli
Minggu | 27-11-2016 | 17:00 WIB
riski_faisal_dprd_batam.jpg

Wakil Ketua DPRD Batam Rizki Faisal

BATAMTODAY.COM, Batam - Permasalahan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) Batam tak pernah habis-habisnya menjadi topik perbincangan hangat di kota yang dulunya berbentuk kalajengking ini. Bahkan, tingkat pusat pun tidak bersedia berdiam diri mengenai UWTO ini.

Pengusaha yang menjerit tidak terima dengan kebijakan baru dari BP Batam, seakan lupa kesalahannya dengan membenamkan lahan yang dialokasikan. Lahan itu dijadikan investasi jangka panjang karena nilai jualnya terus naik meroket.

Kapolda Kepulauan Riau (Kepri) Brigjen Pol Sam Budigusdian pun angkat bicara. Ia pun tidak segan-segan menyebut mereka adalah mafia lahan. Tentu saja, sebelum berbicara Kapolda sudah mendapatkan informasi yang akurat dari intelejen dan Instasi terkait. "Mereka yang ribut-ribut itu mafia lahan," ucapnya.

Sam menegaskan, pihaknya sudah mengetahui, siapa saja pengusaha yang teriak-teriak akibat kebijakan tegas pemerintah tersebut. Dengan tegas ia mengatakan, bila ada mafia-mafia tersebut melanggar ketentuan yang berlaku terkait lahan, maka pihak kepolisian akan melakukan tindakan.

Menyikapi persoalan tersebut, Wakil Ketua I DPRD Kepri Rizki Faisal mendukung penuh sikap Kapolda Kepri Brigjen Pol Sam Budiusdian yang akan menindak pengusaha yang menyalahi aturan.

"Tidak salah lagi apa yang disampaikan Kapolda. Mereka, pengusaha yang berteriak-teriak memang mafia lahan," kata Rizki yang juga Ketua MKGR Kepri kepada BATAMTODAY.COM, Minggu (27/11/2016).

Para pengusaha itu, kata dia, mempunyai trik sendiri untuk memperoleh lahan di Batam. Lahan yang diperoleh dipetakan satu persatu hingga mencapai puluhan bahkan ratusan hektar. Hanya segelintir lahan yang diperoleh untuk dibangun. Sisanya sengaja ditidurkan, dijadikan investasi jangka panjang.

Ketika sudah waktunya lahan itu dijual, nilainya bisa mencapai 10 kali lipat dari nilai pembelian awal. Modusnya, lahan tersebut dijual per meter dengan nilai mata uang dolar Singapura. Rupiah hanya sebagai nilai pertukaran dari nilai dolar yang disepakati.

"Siapa lagi kalau bukan meraka yang bermain selama ini. Tidak ada orang lain, dia-dia aja orangnya yang memiliki lahan di Batam. Modusnya mengatasnamakan orang lain," ujar Rizki

Polemik yang terjadi akhir-akhir ini, tambahnya, juga bagian dari ulah mafia tersebut. Bila memang kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 148 tahun 2016 tentang tarif layanan badan layan umum badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam yang dituangkan kembali melalui Peraturan Kepala (Perka) BP Batam yang memberatkan, tentunya ada aturan main yang lebih elegan.

"Bukan dengan cara menciptakan perekomomian Batam seolah sedang dilanda kehancurkan atas penolakan kebijakan pemerintah. Padahal perekonomian kita mengalami kenaikan," jelasnya.

Untuk itu, Rizki menyarankan kepada pengusaha untuk tidak bermain api. Jadikan situasi Batam tetap dalam keadaan yang kondusif di tengah kemajuan perekonomian yang sedang bersaing dengan negara tetangga.

Editor: Surya