Ini Penyebab Migas Tak Lagi Jadi Primadona Income Negara
Oleh : Irwan Hirzal
Sabtu | 26-11-2016 | 12:17 WIB
diskusiskkmigas.jpg

Media gathering yang menhadirkan narasumber Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Hanif Rusjdi dan Pimred Majalah Tempo Arif Zulkifli. (Foto: Irwan Hirzal)

 

BATAMTODAY.COM, Batam - Harga minyak bumi saat ini sangat menurun dratis dibadingkan tahun sebelumnya. Dalam menyikapi itu SKK Migas mengadakan media gathering di hotel Harris Resort Batam, Sekupang Batam, Jumat (25/11/2016).

 

Dalam media gathering menyikapi kondisi terkini industri Halu Migas Indonesia di tengah turunnya harga minyak dunia dihadiri langsung narasumber Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Hanif Rusjdi dan Pimred Majalah Tempo Arif Zulkifli

Hanif mengatakan, harga minyak saat ini sudah menyentuh US$ 26 per barel. Padahal sejak tahun 2009 permintaan minyak dunia sangat tinggi dan harga mencapi sekitar US$ 110 barel. Namun kondisi mulai berubah sejak 2014, harga minyak bumi perlahan mulai turun.

"Sempat menyentuh US$ 40 per barel 2015. Namun saat ini harga minyak US$ 26 per barel, ini banyak penyebapnya tidak hanya faktor," kata Hanif

Faktor turunya harga minyak bumi kata Hanif salah satunya permintaan minyak dunia yang turun. Mulai 2015 target 800/hari produksi namun hanya bisa 786 ribu brel. Namun kemungkinan tahun ini akan sampai 830 ribu brel/hari.

"Penurunan produksi dikaitkan dengn tumpang tindih aturan, bukan karena tdak dilakukan eksplorasi. Pada tahun 2006 produksi msih sejuta barel. Namun terus menurun hingga saat ini," katanya.

Imbasnya pendapatan negara dari Migas tidak lagi menjadi perimadona. Saat ini Migas hanya 13 persen APBN. Padahal tahun 1970 bosa 60-70 persen, 1990 pendapatan negara dari Migas mencapai 40 persen.

"Dari tahun 90 pendapatan negara terus menurun, karena ada pajak dan produk saat ini. Artinya migas bukan lagi perimadona APBN. Lapangan kerja proyek banyak yang tertunda," tegasnya.

Sementara itu dampak penurunan harga minyak terhadap tenaga kerja
Kata Arif Zulkifli pimred majalah Tempo mengatakan sebagai jurnalisme menulis sesuatu harus sesuai pada fakta.

Tidak hanya fakta jurnalisme harus terus menggali informasi dan terjun langsung ke lapangan untuk mencari sumber-sumber kebenaran tersebut.

"Pentinya fakta dalam jurnalisme, baru separih kebenaran. Kebenaran itu akan lengkap ketika wartawan mendatangi kantor yang bersangkutan," pungkasnya.

Editor: Dardani