Kala Investor Asing Garap Bisnis Pijat Plus di Batam
Oleh : Romi Candra
Jum'at | 28-10-2016 | 08:00 WIB
pijatplus.jpg

Ilustrasi pijat plus. (Foto: Ist)

PENGGEREBEKAN Asmara 22 Massage di Komplek Nagoya Paradise Blok N Nomor 2 Newton, Lubukbaja, Kota Batam, yang dilakukan oleh Polresta Barelang, menyisakan banyak tanya. Bagaimana bisa warga asing mengelola bisnis ilegal ini di Batam begitu lama? Berikut liputan wartawan BATAMTODAY.COM, Romi Candra.

Tidak sekali ini saja polisi menggerebek bisnis "elus-elus" di Batam. Tapi, penggerebekan Asmara 22 Massage cukup mengejutkan. Bukan soal kemolekan para terapis plus itu. Tapi, muncul nama warga negara asing yang menjadi investor bisnis haram tersebut. Apakah Asmara 22 Massage hanya puncak gunung es?

Pasalnya, bisnis pijat-pijat plus itu telah disulap menjadi lokasi praktik perdagangan wanita, traficking woman. Apalagi kalau bukan sebagai pemuas nafsu lelaki hidung belang. Apakah praktik ini tidak terjadi di panti-panti pijat plus lainnya di Nagoya? Atau, bahkan di berbagai titik strategis di Batam?

So pasti, pemerintah selaku pihak yang berwenang mengeluarkan izin, tidaklah akan mengizinkan adanya praktek prostitusi itu. Tapi fakta berbicara lain. Asmara 22 Massage, buktinya!

Baca: WN Malaysia Pemodal Prostitusi Berkedok Massage, Banderol PSK Rp600 Ribu - Rp1,5 Juta

Dari hasil pemeriksaan polisi, terbukti ada dua orang warga Malaysia, ikut andil sebagai investor di lokasi tersebut dan telah merogoh kantong Rp300 juta sebagai modal hingga lokasi tersebut beroperasi.

Back to laptop, pemerintah dalam hal ini Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM PTSP) Kota Batam, tidak salah mengeluarkan izin jika ada yang ingin memulai sebuah usaha.

Namun, hal yang sangat disayangkan, terjadinya penyalahgunaan izin yang diberikan, tidak terlepas dari lemahnya pengawasan dari BPM PTSP sendiri.

Wakasat Reskrim Polresta Barelang, Iptu Herman Kelly, mengatakan, untuk Asmara 22 Massage tersebut, tidak memiliki izin beropersi dari pemerintah sebagai lokasi massage.

"Mereka memiliki izin, tapi untuk berdagang, bukan untuk menjadi tempat message," ungkap Kelly, Rabu (26/10/2016) lalu.

Yang menjadi permasalahan inti, lokasi yang seharusnya beroperasi menjual hal yang tidak menyimpang, justru pelaku malah menjual para wanita untuk kepuasan lelaki hidung belang.

"Ini sangat melanggar hukum. Mereka yang melakukan perdagangan manusia akan dijerat UU trafficking," tambah Kelly.

Selain itu, ia juga tidak menyalahkan pemerintah yang mengeluarkan izin. Namun ia menyayangkan kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap lokasi yang sudah diberi izin.

"Pemerintah tidak salah memberi izin. Pasalnya setiap orang yang akan membuka usaha dan mengurus perizinan, akan membantu terhadap pendapatan di daerah itu. Namun seharusnya dilakukan pengawasan agar izin yang dikeluarkan tidak disalahgunakan," lanjut Kelly.

Menurut Kelly, polisi memang bertugas untuk melakukan penindakan jika ada yang melakukan pelanggaran. Namun, tindakan tentunya dilakukan setelah terjadi.

Jika pengawasan yang dilakukan pemerintah lebih maksimal, pencegahan dapat dilakukan, sehingga tidak terjadi pelanggaran.

Terkait kasus Asmara 22 Massage sediri, dua warga Malaysia, BE, dan MY, selaku investor, tergiur dengan bisnis esek-esek tersebut diduga kemungkinan besar karena melihat usaha yang menjanjikan.

Sebelumnya, mereka setiap datang ke Batam, selalu mencari para perempuan untuk mekuaskan nafsu, sehingga timbul niat membuka usaha sendiri.

"Dua investor itu mau memberi modal setelah bertemu dengan pelaku lainnya, RA, yang menjadi direktur di lokasi tersebut. Kan semuanya termasuk dua WNA juga kita amankan. Mereka sudah menjadi tersangka," terang Kelly.

Namun bukan untung besar yang didapat, justru mereka dipenjara. Usaha itu sendiri baru berjalan sebulan, dan modal masih belum kembali.

Sementara untuk para PSK yang bekerja disana, sudah dipulangkan ke kampung halaman masing-masing. "Meskipun mereka yang mau bekerja disana, namun posisinya sesuai UU kita mereka adalah korban penjualan orang. Mereka sudah dipulanlan oleh Pemberdayaan Perempuan," pungkasnya.

Editor: Dardani