Gerakan People Power Alternatif Terakhir

HPL BP Batam akan Digugat ke MA, PMK 148 Di-PTUN-kan
Oleh : Gokli Nainggolan
Kamis | 13-10-2016 | 09:41 WIB
gugat-pmk1.jpg

Perwakilan Kadin Kepri dan REI Khusus Batam serta pengusaha lainnya saat menyampaikan pernyataan sikap di Batam Center. (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Batam, yang menjadi wewenang BP Batam sesuai Keppres nomor 41 tahun 1973, dituding menjadi biang kerok persoalan yang terjadi di Batan saat ini. Kondisi ini juga diperparah adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 148/PMK.05/2016 tentang Tarif Layanan BLU BP-KPBPB.

Kadin Kepri dan sejumlah asosiasi pengusaha di Batam, salah satunya REI Khusus Batam, setelah melakukan rapat pleno akhirnya memutuskan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, mereka menilai BP Batam yang menjadi Badan Layanan Umum (BLU) tidak memiliki kewenangan untuk mengalokasikan lahan.

"HPL yang menjadi wewenang BP Batam sebagai BLU bertengangan dengan UU FTZ dan UU Otonomi Daerah. Kewenangan itu harus dibatalkan melalui produk hukum putusan MA," kata Ketua Kadin Kepri, Ahmad Maruf Maulana, kepada pewarta di Batam Center, Rabu (12/10/2016).

Selain HPL, PMK Nomor 148/PMK.05/2016 tentang Tarif Layanan BLU BP-KPBPB, yang akan berlaku mulai 18 Oktober 2016, juga akan digugat ke PTUN. Mereka berharap, PMK tersebut dibatalkan karena menjadikan tarif sewa lahan atau Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) naik berpuluh kali lipat.

"Upaya melakukan gugatan ke MA dan PTUN sedang dilakukan kajian mendalam. Kadin Kepri juga sedang meminta persetujuan Kadin Pusat untuk legal standing mengajukan gugatan. Ini komitmen dari Kadin Kepri memfasilitasi gugatan para pengusaha," jelasnya.

Sementara menurut REI Khusus Batam, setelah melakukan kajian dan menganalisa PMK nomor 148/PMK.05/2016, tarif yang akan mengalami kenaikan adalah layanan alokasi lahan, tarif layanan perpanjangan UWTO, tarif layanan pengukuran, tarif layanan pengukuran.

Kenaikan juga terjadi pada tarif layanan revisi gambar penetapan alokasi, tarif layanan rekomendasi hak atas tanah, tarif pecah dan gabung PL, dan tarif layanan izin peralihan hak (IPH). Kenaikan yang cukup drastis ini akan memengaruhi harga rumah melebihi jangkauan dan daya beli masyarakat.

"Harusnya, pembuat regulasi memikirkan gimana biar daya beli masyarakat tinggi. Ini malah terbalik, membuat masyarakat semakin terhimpit di tengah perekonomian yang sedang lesu," kata Achyar Arfan, perwakilan REI Khusus Batam.

Achyar memberikan contoh kenaikan UWTO di Batam, jika masyarakat memiliki sebidang tanah daerah pemukiman dengan luas 100 meter persegi, sesuai PMK 148 tarif terendah yang harus dibayar: 100 x Rp17.600 = Rp1.700.600 dan tarif tertinggi: 100 x Rp3.416.000 = Rp300.416.000.

"Sesuai PMK ini harga rumah paling murah di Batam bisa mencapai Rp1 miliar. Untuk yang sudah punya rumah, dan UWTO sudah mau habis, siap-siap aja bayar ratusan juta untuk perpanjangan. Kalau tidak, rumah dan tanah akan ditarik negara," kata dia.

Atas dasar kenaikan tarif itu, REI Khusus Batam bersama asosiasi pengusaha dan Kadin Kepri menolak PMK. Selain tidak berpihak kepada masyarakat, PMK itu juga akan menjadi hantu yang menakutkan di kemudian hari.

"REI Khusus Batam dengan tegas menolak PMK nomor 148/PMK.05/2016," ujarnya.

Selain upaya hukum, penolakan terhadap PMK tersebut juga akan dilakukan dengan menggelar aksi damai. Mereka berkeyakinan bahwa seluruh masyarakat di Batam yang menolak PMK akan ikut turun melakukan aksi damai.

"Kita lihat perkembangan, kalau tetap tidak ada kebijakan pemerintah pusat untuk membatalkan PMK, gerakan people power akan terjadi. Kemungkinan Batam akan lumpuh total," kata M. Ali Ichsan, perwakilan ABUJADI Kepri.

Editor: Dardani