Polemik Lahan Baloi Kolam, Mestinya Carikan Solusi yang Tepat
Oleh : Romi Chandra
Rabu | 27-07-2016 | 14:50 WIB
sahmadin_sinaga.jpg

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepri, Sahmadin Sinaga.

BATAMTODAY.COM, Batam - Polemik lahan yang terjadi di Baloi Kolam, hingga kini belum mendapat titik terang. Kondisi ini tentunya memerlukan perhatian seluruh pihak untuk mencarikan solusi terbaik.

Meskipun tidak memiliki hak atas lahan tersebut, namun warga yang tingggal di sana merupakan warga Indonesia dan memiliki identitas yang layak diperjuangkan. Sesuai data, diperkirakan 6.000 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni lahan tersebut.

"Penggusuran tidak bisa dilakukan begitu saja. Mereka merupakan warga Indonesia dan memilik hak untuk diperjuangkan. Pemerintah Kota serta Badan Pengusahaan (BP) Batam harus mencarikan jalan keluarnya," ungkap Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepri, Sahmadin Sinaga.

Menurutnya, pemerintah dan BP Batam harus mencarikan tempat yang layak unik mereka. Misalnya saja, bisa dengan membangun rumah layak yang pasti bisa mereka jangkau.

"Serahkan pada pengembang untuk pembangunan rumah sederhana itu. Dari pengembang bisa meminta bantuan pemerintah pusat, sepeti pembuatan jalan, lampu penerangan dan lain sebagainya," lanjutnya.

Diperkirakan, untuk satu hektar, bisa dibangun 70 rumah. Jika diperkirakan, sekitar 80 hektare diperlukan untuk bisa membangun rumah sederhana.

"Namun di sini muncul pertanyaan lagi. Tanah mana yang harganya masih murah. Setiap ditanya mereka selalu mengaku tidak ada yang dijual murah. Namun makelar masih selalu ada," tambahnya.

Dari informasi yang didapatkan dari BP Batam tambah Sahmadin, terdapat 5.000 hektare lahan yang masih kosong. Namun harus diinvetarisir dulu. "Nah apa salahnya 100 hektare diberikan pada masyarakat. Pasti warga ruli bisa memahami," terang Sahmadin.

Terkait usulan jika dibangun rusun, menurut Sahmadi tidak sesuai dengan suasana masyarakat. "Kita ini warga Sumatera, dan tinggal di rusun kurang cocok. Orang kita suka membawa tamu ke rumah. Sementara tempat duduk pun tidak apa. Intinya rusun kurang sesuai dengan pola hidup kita di Sumatera," pungkasnya.

Editor: Dodo