Pengusaha Limbah B3 di Batam Resah
Oleh : Roni Ginting
Kamis | 21-07-2016 | 20:22 WIB
Aspel-B3-Batam.jpg

Ketua Umum Aspel B3 Indonesia, Barani Sihite didampingi pengurs lainnya mengeluhkan sikap yang dilakukan Polda Kepri dengan melakukan police line di kawasan KPLI (Foto: Roni Ginting)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Limbah (Aspel)  Bahan berbahaya dan Beracun (B3) Indonesia di Batam, mengaku resah dengan tindakan kepolisian yang memasang police line atau garis polisi di perusahaan mereka.

Keresahan sejumlah pengusaha limbah B3 itu disampaikan Barani Sihite, Ketua Umum Aspel B3 Indonesia, kepada wartawan, Kamis (21/7/2016).

Sejak bulan Januari sampai dengan Juli 2016, kata Barani, beberapa perusahaan telah dimintai keterangan oleh kepolisian dari Polda Kepri. Namun, pihaknya masih belum tahu apakah pemeriksaan tersebut berdasarkan laporan dari masyarakat atau inisiatif sendiri.

"Saat ini timbul keresahan dari anggota karena ada beberapa perusahaan yang berstatus quo karena telah dipasang police line di dalam kawasan administratif dalam pembinaan KPLI (Kawasan Pengelola Limbah Industri) di Kabil," ujar Barani.

Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, timbul pertanyaaan, dalam pengawasan dan penindakan perkara lingkungan hidup sebagai pengawas dan penyidikan apakah Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau ada instansi lain?.

"Padahal, saat audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup di Batam beberapa bulan lalu, skema pengelolaan limbah B3 yang diatur dalam UU Lingkungan Hidup dan PP, sebagai pengawas dan penyidik adalah pemerintah dan pemerintah daerah. Karena mereka yang mempunyai wewenang menetapkan kebijakan nasional. Dapat dibaca dalam UU No 32 BAB IX pasal 63," terang Barani yang didampingi pengurus Aspel B3 Indonesia lainnya.

Adapun upaya yang akan diambil Aspel B3 Indonesia menyikapi menghilangkan keresahan yang dialami, adalah meminta perlindungan hukum ke Kapolri. Bahwa setiap masyarakat harus dilindungi oleh aparat kepolisian.

Kemudian, pihaknya akan meminta advokasi kepada pakar hukum lingkungan, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup. "Kita akan minta advokasi ke KLH," ujarnya.

Ditambahkan, hasil kerja keras dari pemerintah yang telah melakukan pendekatan secara persuasif, preventif dan represif telah menghasilkan kesadaran, ketaatan penghasil limbah. Sari 582 perusahaan dengan limbah sekitar 94 ribu ton tahun 2014, naik menjadi 175 ribu ton di tahun 2015.

"Ini bukti bahwa pengelolaan limbah yang dilakukan anggota Aspel di Kepri, khususnya Batam, sudah sangat baik. Seharusnya kita diberi apresiasilah, karena kita bukan penjahat lingkungan tapi penyelamat lingkungan," pungkasnya.

Editor: Udin