Pembuangan Limbah Lumpur Rusak Mata Pencaharian Warga Pulau Pemping
Oleh : Harun al Rasyid
Senin | 06-06-2016 | 12:22 WIB
pembuangan-lumpur-pemping.jpg

Aktivitas pembuangan lumpur di perairan Pulau Pemping. (Foto: Harun al Rasyid)

BATAMTODAY.COM, Batam - "Biasanya kalau sekali melaut bisa dapat ikan 4 sampai 5 kilogram. Sekarang untuk dapat 1 kilo saja susahnya minta ampun,". Begitulah ungkapan kekecewaan warga Pulau Pemping, Kecamatan Belakangpadang setelah hasil tangkapan ikan mereka tak seperti dahulu kala.

Berkurangnya hasil laut ini akibat perairan Pulau Labu yang menjadi jantung mata pencaharian mereka sebagai nelayan, kini sudah tercemar. Aktivitas pengerukan atau pendalaman alur kapal di perairan depan pulau Sambu berimbas fatal bagi mata pencaharian warga.

Saat ditemui BATAMTODAY.COM, ketua RT 02 RW 02 Pulau Pemping, Sumaji, menuturkan pasir dan lumpur hasil pengerukan alur kapal itu dibuang ke periaran Pulau Labu yang masih masuk wilayah perairan Pulau Pemping. Aktivitas pembuangan pasir dan lumpur yang dilakukan oleh kapal tanker Bali II di perairan Pulau Labu itu sudah berlangsung sejak sebulan belakangan ini.

"Di situ pusatnya ikannya, ada terumbu karang di situ. Bisa dibilang jantung mata pencaharian kami di sini. Tapi sekarang malah ditimbun pasir dan lumpur, semua hancur," tutur Sumaji, Minggu (5/6/2016).

"Lumpur dan pasir itu disedot dari depan Pulau Sambu. Terus dibuang kemari ketempat kami," sambungnya lagi.

Lumpur dan pasir yang dibuang ke perairan Pulau Labu saat ini semakin meninggi dan membuat periaran sekitar jadi dangkal. Padahal lokasi yang dijadikan pembuangan lumpur dan pasir itu, disebutkan warga Pulau Pemping sebagai surganya ikan dan ekosistem biota laut lainnya. Dan di tempat inilah satu-satunya harapan unutk penopang hidup nelayan Pulau Pemping selama ini.

"Empat tahun lalu pernah ada program dari Dinas KP2K berupa pembuat rumah ikan dengan menanam terumbu karang di lokasi tersebut, tapi kenapa sekarang malah dimusnahkan," ujar Ketua RT 03 RW 01, Izhary.

Dijelaskan Izhary, lokasi perairan Pulau Labu yang dijadikan lokasi pembuangan lumpur dan pasir itu, merupakan tempat penangkaran ikan yang diprogramkan oleh dinas KP2K Batam untuk memudahkan nelayan sekitar agar lebih dekat melaut. Alhasil, program empat tahun silam itu mulai bermanfaat bagi masyarakat nelayan di sekitarnya.

"Dulu sebelum ditimbun, mancing sotong saja bisa empat sampai lima kilo sehari, tapi semenjak laut itu ditimbun, sehari penuh pun tak sampai sekilo dapatnya," ujarnya.

Tidak saja memancing, untuk aktivitas jaring juga terganggu sebab tak ada lagi ikan dan biota laut sejenisnya yang berada di lokasi tersebut. "Parah kali dampaknya. Sampai ke pesisir kampung juga kena. Banyak keramba yang terkena dampak karena air keruh. Ikan tak bisa bertelur dan banyak yang mati di keramba," ungkapnya.

Proses pembungan dan penimbunan lumpur dan pasir itu sambung Izhary dilakukan sepihak oleh pihak yang melakukan pendalaman alur kapal di periaran pulau Sambu itu tanpa memberi tahu kepada warga dan nelayan sekitarnya. "Anehnya lagi saat kami protes dan minta penjelasan ternyata surat dari Bapedalda hanya pengerukan saja di Pulau Sambu dan pembuanganya tak disebutkan dimana. Nah kenapa harus pilih di sini, kenapa tak di tempat lain," sebut Izhary.

Warga mengaku sudah sangat resah dengan kondiri tersebut dan sudah menyampaikan ke pihak instansi pemerintah terkait mulai dari lurah, kecamatan hingga ke kepolisian namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut. Warga sangat berharap agar pemerintah terkait menanggapi keluhan warga tersebut.

"Entah itu proyek pemerintah atau swasta tolonglah, pikirkan masa depan kami juga. Anak-anak kami butuh biaya sekolah dan dapur kami harus ngepul pak. Kalau begini caranya bisa mematikan mata pencharian kami," ujar Nurdin tokoh masyarakat lainnya.

Warga berharap agar Pemerintah Kota Batam mengambil tindakan tegas atas kegiatan yang merusak ekosistem laut di Pulau Pemping itu.

Editor: Dodo