Harapan Itu Masih Ada...
Oleh : Saibansah
Rabu | 13-04-2016 | 08:00 WIB
sudirman lu.jpg
Dekan Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam, Lu Sudirman, SH, MM, M.Hum. (Foto: Saibansah) 

MEMBANGUN optimisme akan berdampak positif. Termasuk, optimisme masa depan Batam yang status hukumnya masih diperdebatkan. Tetap FTZ atau KEK. Di luar itu, masih ada harapan positif di mata seorang Lu Sudirman, SH, MM, M.Hum. Berikut pandangan Dekan Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam mengenai masa depan Batam yang disampaikan kepada wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah

Setelah Badan Pengusahaan (BP) Batam memiliki pimpinan baru. Kini, yang menjadi atensi masyarakat Pulau Batam adalah persoalan status. Apakah tetap Free Trade Zone (FTZ), atau berganti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berbagai statement berseliweran di berbagai media mengenai hal ini. Tapi, belum ada keputusan resmi dari pemerintah pusat. 

Di tengah proses pengambilan keputusan itu, Sudirman mendapat kabar, bahwa pemerintah Presiden Jokowi tengah menyiapkan sebuah konsep Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menggantikan PP No. 10 tahun 2012. Meski belum diputuskan, namun sudah ada bocorannya. 

Diantaranya adalah, Batam ditetapkan sebagai kawasan bebas seluruhnya & merupakan daerah pabean yang dipisahkan. Kemudian, ketentuan PPN bagi daerah di luar daerah pabean diberlakukan secara mutatis mutandis di daerah pabean yang dipisahkan. "Ini berarti tidak ada perubahan apa pun dengan yang dulu," ujar Sudirman mengomentari bocoran konsep PP tersebut. 

Poin terpenting adalah, seharusnya pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang ramah investasi dan pro dunia usaha. Tidak sebaliknya, yang justru menjadi hambatan masuknya investasi. Contohnya, jika barang yang keluar dari Batam harus dikenakan pajak, maka apa artinya momentum Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Padahal, MEA memberi ruang bagi peredaran barang di kawasan negara-negara Asean. Jika kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah pusat di Batam kontra produktif dengan peluang bisnis di era MEA, itu artinya langkah mundur. "Kalau begitu, mending investor bangun pabrik di Johor Malaysia, terus produknya diekspor ke Indonesia, kan bebas pajak," ujarnya.   

Padahal, MEA adalah kesempatan yang baik untuk menggenjot perdagangan Indonesia. Sebab tak ada lagi hambatan perdagangan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan ekspor, yang pada akhirnya akan meningkatkan PDB Indonesia. Sebab, MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Ada empat hal yang menjadi fokus MEA. Pertama, kawasan Asia Tenggara akan dijadikan satu wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan demikian, tidak ada lagi hambatan arus barang, jasa, investasi, modal, serta skilled labour.

Kedua, MEA akan menciptakan suatu kawasan yang memiliki tingkat kompetisi yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan e-commerce.

Ketiga, MEA akan menjadi kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan menjadikan UMKM sebagai prioritasnya. Hal ini akan meningkatkan daya saing serta dinamisme UMKM untuk pengembangan usaha. UMKM akan difasilitasi dengan informasi–informasi terkini mengenai kondisi pasar, SDM, Teknologi, pengembangan usaha, dan sebagainya.

Keempat, MEA akan menjadi kawasan terintegrasi secara penuh terhadap perekonomian global dengan menciptakan sistem untuk peningkatan koordinasi di antara negara anggota.

Dengan empat peluang tersebut, semoga pemerintah Presiden Jokowi jeli melihat semua itu. Intinya, jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang justru menguntugkan negara tetangga kita, dan kita makin terpuruk. Itulah harapan dunia usaha dan masyarakat Batam. 

Setidaknya, dengan hadirnya 7 orang pimpinan baru BP Batam dari kalangan profesional, membawa harapan bagi masa depan Batam yang lebih atraktif bagi investasi dan ekonomi. Sekali lagi, harapan. Karena harapan itu masih ada...

Editor: Dardani