ATB Kembalikan Tata Kelola Kios Air Sesuai Aturan
Oleh : Roni Ginting
Jum'at | 05-02-2016 | 11:18 WIB
Air-PDAM.jpg

BATAMTODAY.COM, Batam - Tidak ada yang memungkiri bahwa air merupakan kebutuhan dasar setiap mahluk hidup. Tak ada satupun manusia yang dapat hidup normal, bila kebutuhan air bersihnya tidak terpenuhi.

Pada tahun 1995, PT Adhya Tirta Batam (ATB) mendapat mandat terbatas dari Pemerintah, dalam hal ini Otorita Batam (kini BP Batam) dalam bentuk Konsesi untuk mengelola air bersih di Pulau Batam selama 25 tahun.
 
Sejalan dengan filosofi dan prinsip yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945, perusahaan air minum terbaik di Indonesia tersebut tidak serta merta berperan sebagai “penguasa” air di Pulau Batam. Pengelolaan air baku, penentuan tarif air dan pengawasan kinerja ATB, tetap dalam kendali Negara/Pemerintah, baik yang ditetapkan melalui Perjanjian Konsesi, maupun melalui peraturan yang terkait dengan pengelolaan air bersih di Indonesia.  
 
ATB membeli air baku dari pemerintah, mengolahnya menjadi air bersih, kemudian mengelola pendistribusiannya kepada masyarakat di Pulau Batam. Sebagai pelaksana Perjanjian Konsesi, peran ATB dalam pengelolaan air bersih sangat terbatas. 

"Dalam Perjanjian Konsesi, pendistribusian air hanya dilakukan melalui dua mekanisme, yakni distribusi secara langsung melalui pipa ATB dan distribusi tidak langsung melalui sistem curah," terang Enriqo Moreno, Corporate Communication Manager ATB.
 
Sehingga, sesuai tata cara yang diatur dalam perjanjian konsesi, pelanggan yang dapat memperoleh sambungan langsung dari pipa ATB hanya warga yang memiliki dokumen pendukung, salah satunya adalah bukti legalitas dari lahan domisilinya.
 
Bila memperhatikan amanat yang diatur dalam Undang Undang, seluruh warga negara seharusnya berhak atas akses air bersih. Oleh karena itu, meski dengan segala keterbatasan, sejak 2003 PT Adhya Tirta Batam (ATB)  telah membuka akses air bersih melalui kios air bagi warga Pulau Batam yang tinggal di area yang masih bermasalah dengan status legalitas lahan.
 
Seiring berjalannya waktu, ATB memperoleh fakta dilapangan ada indikasi kuat bahwa pengelolaan kios air telah bergeser dan cenderung bertentangan dengan beberapa prinsip yang telah diatur dalam Perjanjian Konsesi, Undang Undang dan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku. 

"Untuk itu, ATB berkewajiban untuk melakukan upaya penertiban dan penyesuaian," tuturnya.
 
Terdapat temuan di lapangan, beberapa pengelola kios air telah melakukan sambungan langsung pada pipa distribusi ATB. Penyambungan secara langsung ke pipa ATB tersebut tidak dibenarkan. Dalam Perjanjian Konsesi telah diatur bahwa pendistribusian air bersih untuk kios air disalurkan melalui sistem curah bukan melalui mekanisme sambung langsung melalui pipa ATB.
 
ATB juga menemukan adanya indikasi praktek komersialisasi yang berlebihan. Warga terbebani dengan biaya yang sangat tinggi untuk memperoleh air bersih. Terdapat banyak fakta dilapangan bahwa warga ruli telah terbebani tarif air bersih sampai dengan Rp40.000/m3.
 
"Sementara harga resmi dari ATB untuk kios air hanya Rp3.500/m3. Pemerintah telah sengaja menetapkan harga agar warga ruli dapat memiliki akses air bersih dengan harga yang terjangkau," kata Enriqo.

Praktek komersialisasi berlebihan ini bertentangan dengan prinsip yang telah diatur dalam ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan amanat Pasal 33, UUD 1945, penetapan tarif air bersih seharusnya berada sepenuhnya ditangan Pemerintah.

Editor: Dodo