Fungsi Legislasi DPD Dikerdilkan, DPR Enggan Berbagi
Oleh : Gokli Nainggolan
Kamis | 17-12-2015 | 10:33 WIB
john-peris-dpd.jpg
Koordinator Tim Legislasi DPD RI, Prof. Dr. Jhon Pieris, SH,MS. (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI merasa diakali lantaran fungsi legislasi yang mereka miliki sangat sempit atau tidak setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Padahal, sesuai Pasal 22D UUD 1945, tugas dan fungsi DPR dengan DPD sejajar.


Menguatkan kembali fungsi legislasi yang dikebiri itu, DPD RI menggalakkan Focus Group Discussion (FGD) bersama Akademisi dan para Mahasiswa di sejumlah daerah di Indonesia. Salah satunya di Batam, FGD itu digelar bekerjasama dengan Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), Selasa (15/12/2015) pagi.

Koordinator Tim Legislasi DPD RI, Prof. Dr. Jhon Pieris, SH,MS, menyampaikan hasil diskusi itu akan dijadikan bahan dalam pembahasan terhadap perubahan materi Rancangan Undang-Undang. Sebab, fungsi legislasi DPD harus dikuatkan kembali setara dengan fungsi DPR.

DPD, kata Jhon Pieris, merupakan lembaga negara sesuai pasal 22C dan 22D UUD 1945. Tetapi, pada  pasal itu, kewenangan legislasi DPD tidak diatur dengan tegas hanya dirumuskan dengan kata "dapat" dan "ikut membahas".

"DPD seperti diakali, kewenangannya terus mengalami pengkerdilan. Sementara kewenangan DPR makin luas dan besar," kata Jhon.

Ironisnya, sambung dia, yudisial review yang diajukan DPD ke Mahkama Konstitusi (MK) telah dikabulkan. Putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 harusnya menjadi jawaban atas persoalan itu, dimana kedudukan dan kewenangan DPD sama dengan DPR dan Presiden dalam legislasi.

"Nyatanya apa?. Putusan MK itu tidak dijalankan. DPR masih enggan berbagi dengan DPD," ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan itu, Jhon Pieris berpendapat kewenangan legislasi DPD harus dibangkitkan kembali, dengan cara melakukan perubahan kelima UUD 1945. Lainnya, kata dia, mengubah UU MD3, serta merevisi UU MK agar semua putusan bersifat final dan mengikat semua lembaga tanpa bisa digugat kembali.

"Revisi UU MK sangat perlu, agar semua putusannya wajib dijalankan, bersifat final dan mengikat," tegasnya.

Editor: Dardani