Kemenperin Tegaskan Komitmen Cegah Barang Bajakan dan Klarifikasi Isu TKDN dalam Laporan AS
Oleh : Redaksi
Rabu | 23-04-2025 | 10:24 WIB
isu-tkdn.jpg
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief. (Kemenperin)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam mencegah peredaran barang bajakan di pasar domestik Indonesia, menyusul sorotan dari Amerika Serikat dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).

Dalam laporan tersebut, AS menyoroti pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) dan hambatan perdagangan, termasuk peredaran barang bajakan yang dinilai menghambat akses pasar bagi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia, khususnya di kawasan Mangga Dua, Jakarta.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menjelaskan sebagian besar barang bajakan yang beredar merupakan produk impor yang masuk melalui jalur umum atau melalui platform e-commerce, dengan memanfaatkan fasilitas Pusat Logistik Berikat (PLB). Untuk menanggulangi persoalan tersebut, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 5 Tahun 2024.

Regulasi ini mewajibkan importir tekstil, produk tekstil (TPT), tas, dan alas kaki untuk memiliki sertifikat merek dari pemegang hak ketika mengajukan rekomendasi impor. "Tujuannya adalah mencegah barang bajakan masuk ke pasar domestik melalui jalur impor legal," tegas Febri, dalam siaran pers Kemenperin, Selasa (22/4/2025).

Namun, pelaksanaan Permenperin tersebut terhambat oleh perubahan kebijakan dari kementerian/lembaga (K/L) lain, yang mengubah dasar hukumnya, yaitu Permendag No. 36 Tahun 2024 menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Perubahan ini menyebabkan hilangnya kewajiban sertifikat merek, sehingga celah bagi masuknya barang bajakan kembali terbuka.

Febri menilai pengawasan di pasar tidak cukup efektif karena luasnya pasar domestik dan sulitnya memenuhi unsur delik aduan, mengingat banyak pemegang merek berada di luar negeri. Oleh karena itu, pencegahan melalui regulasi impor dinilai lebih efektif.

"Kami belum pernah mendengar adanya pengawasan khusus terhadap barang bajakan di e-commerce atau PLB. Maka dari itu, pencegahan melalui kebijakan impor menjadi langkah paling rasional," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Febri juga menyoroti isu TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang masuk dalam negosiasi dengan Pemerintah AS. Ia menegaskan bahwa belum ada kebijakan khusus terkait TKDN untuk produk ICT (Information and Communication Technology), dan kebijakan yang ada saat ini hanya berlaku untuk pengadaan barang melalui APBN, APBD, BUMN, atau BUMD.

Isu pelonggaran TKDN ICT diduga diangkat untuk memfasilitasi empat perusahaan besar asal AS --Apple, GE, Oracle, dan Microsoft. Namun, Febri menyatakan hingga saat ini Kemenperin tidak pernah menerima keluhan resmi dari perusahaan-perusahaan tersebut terkait kebijakan TKDN.

Sebagai contoh, Apple Inc justru mengusulkan skema riset dan inovasi yang akhirnya diakomodasi dalam Permenperin Nomor 29 Tahun 2017. Kebijakan tersebut memungkinkan perusahaan memenuhi ambang batas TKDN tanpa membangun pabrik dalam jangka pendek.

Febri juga menegaskan Kemenperin sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Evaluasi terhadap kebijakan TKDN sudah dimulai sejak Januari 2025, sebelum AS mengumumkan kebijakan tarif resiprokal pada April 2025.

"Kami terbuka terhadap kritik dan masukan. Saat ini, proses evaluasi kebijakan TKDN tengah berlangsung sebagai bagian dari respons kami terhadap dinamika global dan arahan Presiden," tutup Febri.

Editor: Gokli