Tanpa Perintah Pengadilan, Ketua Komisi III DPR Nilai Pembongkaran Purajaya Batam Bermasalah
Oleh : Irawan
Rabu | 26-02-2025 | 15:44 WIB
Megat_Rury_Purajaya_Komisi_III_DPR.jpg
Masyarakat Adat Melayu Kepri mengadukan kasus mafia lahan dan perobohan Hotel Purajaya ke Komisi III DPR di Jakarta, Rabu (26/2/2025)

BATAMTODAY. COM, Jakarta-Perwakilan Masyarakat Adat Melayu Kepulauan Riau (Kepri) menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI, Rabu (26/2/2025).

Dalam RDPU tersebut, kelompok Masyarakat Adat Melayu diwakili oleh sejumlah tokoh seperti Ketua Saudagar Adat Melayu Kota Batam Megat Rury Afriansyah, Ketua Harian Gerak Garuda Nusantara Azhari, tokoh adat Said Andi, dan Ketua Bidang Hukum Lembaga Adat Melayu Kepri Tok Maskur.

Perwakilan Adat Melayu Kepri memaparkan masalah perobohan gedung bersejarah adat Melayu di Batam yaitu Hotel Purajaya, yang diduga perobohannya terkait dengan mafia lahan di Pulau Batam. Purajaya merupakan Hotel saksi sejarah berdirinya Provinsi Kepulauan Riau.

Megat Rury menceritakan, perobohan hotel miliknya janggal karena dilakukan saat proses hukum sedang berlangsung. Bahkan perobohan dilakukan tanpa putusan pengadilan, ditambah dengan dukungan aparat hukum dan satpol PP.

"Yang janggal adalah PT Pasifik Estatindo Perkasa langsung merobohkan hotel tersebut di saat proses hukum sedang berlangsung tanpa ada putisan pengadilan kelas ini sangat menyakitkan dan janggal," kata Megat Rury saat rapat.

Sehubungan dengan itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, perobohan Hotel Purajaya Batam secara hukum tidak sah karena dilakukan tanpa perintah pengadilan.

Habiburokhman pun mempertanyakan bagaimana bisa Hotel Purajaya dirobohkan dengan melibatkan aparat penegak hukum setempat tanpa adanya putusan pengadilan.

"Yang saya tahu, kalau eksekusi yang mengkoordinir adalah pengadilan, dasarnya putusan pengadilan, karena itu diundang penegak hukum setempat untuk ikut mengamankan pengosongan, itu kalau eksekusi," kata Habiburokhman.

"Kalau ini (perobohan Hotel Purajaya) ini saya enggak tahu judulnya apa, saya tidak mengenal dalam istilah hukum kalau tanpa putusan pengadilan ini bukan eksekusi," lanjutnya.

Karena hal tersebut Ketua Komisi III tersebut mendorong adanya Panja pengawasan terhadap kasus mafi lahan di Batam.

Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau, Tok Maskur, pun meminta agar Komisi III mengusut tuntas kasus dugaan mafia lahan yang telah terjadi sejak lama Pulau Batam, salah satunya permasalahan Hotel Purajaya ini.

Ia mengatakan, Hotel Purajaya sendiri punya sejarah besar karena menjadi saksi dalam kelahiran provinsi Kepulauan Riau.

"Sejarah itu kini hilang, tanpa ada putusan pengadilan, dan kami di tanah Melayu sudah lama didzolimi hingga saat ini padahal kami sudah lama ikut andil dalam pembangunan di negeri ini," kata Tok Maskur.

"Maka mohon hormat Komisi III, tolonglah bantu, kami berharap dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Komisi III, kembalikan keadilan di tanah kami," pungkasnya.

Editor: Surya