Pergerakan Bitcoin Masih Terbatas, Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 09-08-2024 | 09:48 WIB
0908_toko-crypto-2_03493498348.jpg
Didirikan pada 2018, Tokocrypto adalah pedagang aset kripto No. 1 di Indonesia dengan lebih dari empat juta pengguna dan nilai rata-rata transaksi harian mencapai US$30 juta, serta mendapatkan dukungan penuh dari Binance, platform global exchange No.1 di dunia. (Foto: istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Harga Bitcoin (BTC) mengalami penurunan tajam di bawah level US$50.000 setelah aksi jual dramatis pada Senin (5/8/2024), yang dipicu oleh berbagai faktor ekonomi dan geopolitik.

Sentimen risk-off yang disebabkan oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi di AS, ditambah dengan data ekonomi yang lemah dan penurunan di pasar saham global, mengakibatkan aksi jual besar-besaran.

Meskipun ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS seharusnya memberikan dukungan, kenyataannya ini tidak cukup untuk menahan penurunan harga kripto. Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan fluktuasi politik di AS menambah tekanan negatif.

Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, kombinasi dari sentimen global yang negatif, ketegangan geopolitik, serta dinamika internal pasar kripto menyebabkan penurunan signifikan pada harga Bitcoin dan Ethereum, mengakibatkan kapitalisasi pasar kripto anjlok hingga 15,80% ke level terendah dalam enam bulan sebesar US$1,694 triliun.

"Harga Bitcoin sempat naik dalam beberapa hari terakhir pasca penurunan, memperpanjang pemulihan dari level terendah lebih dari lima bulan karena pembeli murah mulai masuk dan sentimen sedikit membaik. Namun, pasar kripto juga berjuang dengan prospek penjualan massal oleh pemerintah AS, serta memudarnya minat pada pasar derivatif kripto," kata Fyqieh dalam keterangannya, Jumat (9/8/2024).

Dampak Arus Keluar dari ETF Bitcoin

Fyqieh menjelaskan, bahwa kekhawatiran terhadap resesi AS dan potensi volatilitas tren Yen kemungkinan berdampak pada arus pasar spot BTC AS. ETF Bitcoin Spot mengalami arus negatif selama tiga hari, yang menyebabkan arus keluar bersih dari ETF Bitcoin spot sebesar lebih dari US$300 juta.

"Arus keluar yang berkelanjutan dari ETF Bitcoin dan tekanan jual yang dihadapi oleh BTC menyebabkan aksi jual di seluruh pasar kripto baru-baru ini, mengakibatkan harga Bitcoin turun
ke posisi terendah tujuh bulan di bawah US$50.000," ungkapnya.

Secara teknikal, harga Bitcoin kini berpotensi melewati resistance di US$56.000 dan menuju level US$60.000. Namun, jika terjadi penolakan di level resistance ini, BTC bisa kembali turun ke kisaran US$54.000-US$55.000.

"Investor harus tetap waspada di tengah tren arus keluar ETF BTC spot dan sentimen terhadap jalur suku bunga Bank of Japan dan Fed. BTC dapat melonjak hingga US$60.000 dalam beberapa hari mendatang. Para investor dan lembaga menyuntikkan dana besar-besaran ke pasar kripto untuk membeli saat harga sedang turun," analisis Fyqieh.

Sentimen Pasar dan Potensi Pembelian

Fyqieh mencatat bahwa penurunan tajam ini juga membuka peluang pembelian. Rainbow Chart Bitcoin, indikator teknikal yang populer, menunjukkan bahwa Bitcoin telah memasuki fase akumulasi, yang sering kali merupakan waktu yang tepat untuk membeli BTC sebelum potensi lonjakan harga.

Lebih lanjut, Fyqieh mengatakan, bahwa sentimen pasar juga menunjukkan perubahan yang menarik. Pada hari Senin (5/8), Indeks Fear and Greed Bitcoin berada di level 17, zona Extreme Fear, yang mencerminkan kekhawatiran pasar yang sangat tinggi. Namun, indeks tersebut kini telah naik ke level 29 di zona Fear, menunjukkan pergeseran menuju pandangan yang lebih positif.

Fyqieh menilai bahwa pemulihan terbaru ini membawa Bitcoin kembali ke level US$56.000-US$57.000, menunjukkan kepercayaan investor yang mulai pulih. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Bitcoin semakin dilihat sebagai aset safe haven yang dapat menarik lebih banyak institusi dan membantu menstabilkan pasar kripto.

"Aliran modal ke pasar kripto meningkat, memperkuat posisi Bitcoin sebagai aset lindung nilai yang kuat, dengan potensi mencapai US$80.000-US$90.000 (Rp1,2 miliar-Rp1,4 miliar) pada akhir tahun," pungkasnya.

Editor: Gokli