Gereja Katedral Sumbang Sapi untuk Istiqlal, Bagaimana Hukumnya?
Oleh : Redaksi
Senin | 17-06-2024 | 08:04 WIB
AR-BTD-5185-Gereja.jpg
Umat Islam yang memarkirkan kendaraannya di halaman Gereja Katedral Jakarta. (Foto: Sindonews.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Hari ini, Senin (17/6/2024), umat Islam di Indonesia merayakan hari raya Idul Adha 1445 H. Seperti waktu-waktu sebelumnya, kaum Muslimin disunahkan untuk menyembelih hewan kurban pada hari raya yang mengambil inspirasi dari peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim As yang diperintahkan untuk menyembelih putranya Nabi Ismail As.

Pada momentum yang istimewa ini, Gereja Katedral Jakarta menyumbangkan seekor sapi untuk Masjid Istiqlal. Sumbangan gereja merupakan bentuk toleransi dan kepedulian dan persaudaraan.

"Tahun ini Katedral menyumbang seekor sapi, ini sebagai semangat persaudaraan pada perayaan Idul Adha 1445 Hijriah," kata Kepala Bidang Riayah Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) sekaligus Juru Bicara Masjid Istiqlal Jakarta Ismail Cawidu saat dikonfirmasi di Jakarta, Ahad (16/6/2024).

Menurut Ismail, sapi tersebut bukan merupakan hewan kurban, tetapi sebagai hadiah. "Istilahnya ini adalah hadiah atau sumbangan seekor sapi dari pihak Gereja Katedral," kata Ismail.

Selain itu, Gereja Katedral menyediakan lahan parkir kendaraan jamaah yang akan melaksanakan Shalat Idul Adha di Masjid Istiqlal. Keterlibatan gereja sudah menjadi kegiatan rutin saat berlangsungnya kegiatan keagamaan di dua rumah ibadah tersebut.

"Ya betul, lahan parkir Katedral dibuka untuk jamaah Idul Adha dan ini sudah berlangsung lama, demikian pula sebaliknya, bila Natal lahan parkir Istiqlal juga dibuka untuk jemaat Katedral," kata Ismail.

Untuk pelaksanaan Shalat Idul Adha 1445 Hijriah, H Martomo Malaing ditunjukkan sebagai imam dan Khatib Prof Dr Amien Suyitno. Wapres juga direncanakan melakukan Sholat Idul Adha di Masjid Istiqlal. "Penyelenggaraan Shalat Idul Adha besok Senin dimulai jam 07.00 WIB dan akan dihadiri Bapak Wapres dan para menteri dan duta besar negara sahabat," kata Ismail.

Melansir dari NU Online, berkurban merupakan salah satu ibadah yang harus dibarengi dengan niat. Hal tersebut merupakan salah satu syarat untuk setiap ibadah yang dilakukan oleh umat Islam. Oleh karenanya, seseorang yang hendak berkurban haruslah seorang Muslim.

Syekh Muhammad bin Ali Ba'athiyah berkata:

"Faidah. Di antara syarat-syarat niat adalah islamnya orang yang niat. Tidak disyaratkan islamnya dalam beberapa persoalan yang disebutkan oleh pengarang kitab al-Mawakib al-Aliyyah, yaitu ada lima kasus," (Syekh Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba'athiyah, Ghayah al-Muna Syarh Safinah al-Saja, hal. 159).

Meski tidak sah atas nama kurban, bukan berarti sumbangan binatang kurban yang diberikan oleh non-Muslim tidak memiliki manfaat sama sekali. Binatang tersebut tetap boleh diterima atas nama sedekah. Dari sedekah itu, non-Muslim tetap mendapat manfaat pahalanya.

Para ulama menegaskan, amal ibadah non-Muslim yang tidak membutuhkan niat, seperti sedekah, dicatatkan pahalanya untuk sang pelaku, bisa bermanfaat di dunia dengan memperbanyak rezeki dan meringankan siksaan di akhirat.

"Orang yang menghidupi bumi mati maka ia mendapat pahalanya. Apa yang dimakan para pencari rezeki dari tanah tersebut adalah sedekah untuknya," (Hadits riwayat al-Nasai dan lainnya, disahihkan oleh Ibnu Hibban).

"Ucapan Syekh Zakariyya, para pencari rezeki, maksudnya manusia, binatang atau burung. Di dalam hadits tersebut menunjukan bahwa kafir dzimmi tidak diperbolehkan menghidup-hidupi bumi mati, karena pahala tidak dapat didapat kecuali oleh seorang muslim."

"Aku berkata, petunjuk bahwa hadits tersebut melarang menghidupi bumi mati bagi kafir dzimmi ditolak. Sabda Nabi; maka sedekah baginya; tidak bisa diambil kesimpulan mengkhususkan kepada muslim, sebab orang kafir sah bersedekah dan mendapat pahala atasnya. Adapun di dunia, dengan banyaknya harta dan anak. Adapun di akhirat, dengan diringankan siksa seperti anjuran-anjuran syariat lainnya yang tidak membutuhkan niat, berbeda dengan ibadah yang membutuhkan niat, maka tidak sah dilakukan oleh orang kafir," (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 3, hal. 561).

Berkaitan dengan penerimaan distribusi binatang kurban dari non-Muslim oleh tokoh agama, hukumnya diperbolehkan. Binatang tersebut halal dengan catatan yang menyembelih orang Islam. Secara teori, kebolehan menerima binatang kurban dari non-Muslim juga disyaratkan tidak berdampak merugikan umat Islam, seperti ditemukan indikasi kuat adanya konspirasi terselubung untuk menghancurkan umat Islam.

Namun di negara demokrasi seperti Indonesia, kekhawatiran-kekhawatiran tersebut jarang sekali terjadi. Umumnya, penerimaan daging kurban dari non-Muslim dilakukan atas dasar menjaga hubungan baik dan toleransi antar umat beragama.

Imam al-Bukhari dalam kitab sahihnya menegaskan kebolehan menerima pemberian hadiah dari non-Muslim dengan mengutip beberapa hadits yang menjadi tendesi atas pendapatnya. Sang pemimpin pakar hadits itu menegaskan:

"Bab (kebolehan) menerima hadiah dari orang-orang musyrik. Abu Hurairah berkata dari Nabi bahwa Nabi Ibrahim Hijrah bersama Sarah (istrinya), lalu memasuki daerah yang di dalamnya ada sosok raja atau sang diktator, sang raja berkata, berilah dia hadiah. Nabi Muhammad diberi hadiah kambing yang terdapat racunnya. Abu Hamid berkata; Raja Ayla memberi hadiah kepada Nabi keledai putih dan selimut serta menyurati Nabi di Negara mereka," (HR. al-Bukhari).

Sumber: Republika.co.id
Editor: Dardani