Romo Paschal Tegaskan PMI Seharusnya Tak Pulang Lewat Jalur Tikus
Oleh : Aldy
Sabtu | 25-05-2024 | 14:24 WIB
Romo-Paskal.jpg
Aktivis kemanusiaan di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Aktivis kemanusiaan di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong, menyoroti terkait masih maraknya pemulangan PMI non prosedural melalui pintu belakang atau yang lebih akrab dengan jalur 'tikus'.

Hal itu diungkapkannya bukan tanpa alasan, sebab, kejadian yang tidak manusiawi tak henti-hentinya menimpa PMI non prosedural. Dan hal ini kerap dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Oleh sebab itu, Romo Paschal meminta kepada seluruh PMI yang berada di luar negeri terutama di Malaysia agar jangan pernah pulang ke Indonesia melalui jalur tikus, sebab hal itu sangat berisiko. Kemungkinan untuk ditipu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sangat besar.

"Sudah banyak buktinya. Baru-baru ini, kejadian pada tanggal 21 Mei 2024 itu baru beberapa hari yang lalu, ada 16 orang PMI yang dipulangkan dari Malaysia melalui jalur tikus atau jalur belakang. Mereka dibuang ke tengah laut, dan dipaksa berenang ke pulau kecil, sangat tak manusiawi," ungkap Romo Paschal, Sabtu (25/5/2024).

Atas kejadian tersebut, masih ada keberuntungan yang menghampiri para PMI non prosedural tersebut, sebab, masih bisa ditemukan oleh masyarakat sekitar. Padahal kepulangan mereka itu tidak gratis, mereka membayar berkisar Rp 10 hingga 15 juta bahkan ada yang sampai Rp 20 juta untuk kembali ke Indonesia. Tapi kenyataannya mereka mengalami hal yang tragis, mereka masuk dalam permainan mafia.

Oleh Karena itu Ia menghimbau kepada semua PMI yang ada di sana (Malaysia) agar jangan sekali-kali mencoba pulang dengan jalur belakang atau jalur tikus. Sebab pemerintah Indonesia dan Malaysia sudah memiliki program yang namanya Repatriasi atau program pengampunan yang dikeluarkan oleh kerajaan Malaysia kepada PMI yang bermasalah dengan dokumen.

Banyak sekali PMI non prosedural sampai sekarang pulang dari Malaysia masih melalui pintu belakang atau jalur ilegal. Jalur ilegal ini sangat beresiko dan dengan dana pemulangan yang nominalnya bisa sampai belasan juta bahkan puluhan.

Sejak 1 maret 2024 kerajaan malaysia sudah mengeluarkan program repatriasi atau pengampunan bagi warga Indonesia yang ingin pulang tapi bermasalah dengan dokumen. Program ini sangat membantu PMI yang ingin pulang melalui proses dan prosedur yang jelas dan aman, dan yang pasti jauh lebih murah.

"Program ini sudah di buka sejak 1 Maret 2024 dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2024," ungkap Romo Paschal.

Dijelaskan Romo, untuk mendapatkan layanan atas kerjasama kedua negara ini, para PMI non prosedural cukup datang ke imigrasi terdekat di sana, dan membayar denda sekitar 300 hingga 500 Ringgit Malaysia tergantung dari kasus yang dialami.

Selanjutnya para PMI diminta untuk membeli tiket kapal untuk pulang ke Indonesia. Kemudian dikasi waktu 14 hari dalam proses pemulangan. "Itu sebenarnya biaya yang murah sekitar Rp 2 juta lebih,kalau di-Rupiahkan, tapi aman. Dari pada lewat belakang dengan biaya 10 hingga 20 juta tapi nyawa terancam," tegas Romo.

Untuk itu Romo mengajak semua PMI dan keluarga PMI agar memberitahukan bahwa ada cara terbaik untuk pulang ke Indonesia bagi PMI non prosedural yang ada di Malaysia khususnya. "Dikesempatan ini, saya menghimbau semua PMI non prosedural dan keluarganya yang ada di Indonesia, agar memberitahukan hal ini. Dan jangan adalagi yang terperangkap dengan rayuan para mafia, sehingga jalur belakang menjadi jalur kepulangan," pintanya.

PMI Ilegal Masih Marak, RD Paschalis Nilai Kasus Tak Diusut Sampai ke Akarnya

Aktivis kemanusiaan, RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong, Saturnus Esong menyoroti masih adanya Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal yang beberapa waktu lalu. Ditemukan warga di Pulau Kosong Tanjung Acang, Kelurahan Ngenang, Kota Batam, Provinsi Kepri, Selasa, (21/5/2024).

PMI non prosedural tersebut merupakan korban mafia penyeludupan pekerja migran. Ia menilai penanganan sindikasi mafia penyeludupan pekerja migran tak pernah sampai ke akarnya. Sehingga kasus yang sama terus berulang.

Peristiwa ini tidak bisa dilihat sebagai sebuah kecelakaan semata. Melainkan harus dipandang sebagai implikasi sistemik dari gagalnya kebijakan perlindungan buruh migran tidak berdokumen di Malaysia yang tidak ramah dan diskriminatif terhadap mereka.

"Dibuang di tengah laut seperti ini kan modus, sudah beberapa kali seperti ini terjadi," ujar Romo Paschalis.

Romo melanjutkan, gagalnya kebijakan perlindungan buruh migran ini menjadi ladang meraup keuntungan bagi mafia. Selain cenderung diskriminatif aparat juga tidak pernah serius mencari siapa dalang di balik peristiwa ini.

"Para pelaku, pemilik modal, pembeking dan semua yang terlibat tidak pernah tuntas dipidanakan sehingga benih kejahatan ini selalu berkembang biak bahkan dipelihara," ungkap Romo Paschalis.

Padahal kata dia, di Kepulauan Riau terutama Batam tidaklah kekurangan aparat. "Di Kepri apa yang kurang, masak yang ini tak bisa diurusin," ucapnya dengan nada heran.

Disebutkannya, beberapa kasus penyeludupan di Batam tidak pernah tuntas dicari dan ditangkap pelaku utamanya. Hanya yang menjadi supir pengantar dan penghubung yang selalu terjerat hingga ke persidangan. Akan tetapi otak dan pemain intinya masih bebas bereaksi. "Pelakunya utamanya disentuh ga? Ditangkap ga?" tanya Paschalis.

Paschalis menegaskan, point penting dari kasus PMI ilegal ini adalah aparat tidak pernah tuntas menangkap pelaku dan bekingannya. "Pointnya tidak pernah tuntas, yang ditangkap orang lapangan, bukan otak pelaku atau bekingan mereka, apa yang bisa diharapkan," katanya.

Editor: Gokli