14 Tahun Ditempati, 4 Ha Lahan PT Bintan Shipping Bioteknik Masuk Kawasan Hutan Lindung
Oleh : Aldy
Rabu | 14-12-2022 | 10:58 WIB
Tantimin-PH.jpg
Kuasa hukum PT Bintan Shipping Bioteknik, Tantimin, usai mengikuti RDP di Kantor DPRD Batam, Selasa (13/12/2022). (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengaduan masyarakat terkait permasalahan lahan tidak henti-hentinya dibahas di DPRD Batam, termasuk lahan yang ditempati salah satu galangan kapal, PT Bintan Shipping Bioteknik di Dapur 12, Kelurahan Sei Pelunggut, Kecamatan Sagulung.

Perusahaan tersebut sudah menempati lahan itu sekitar 14 tahun. Namun, baru-baru ini mendapatkan surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahwa lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung.

Investor yang bergerak dalam bidang galangan kapal ini, mengeluhkan belum keluarnya sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) seluas 6 hektar pascadiberikan pada tahun 2008 atau 14 tahun lamanya. Padahal semua kelengkapan dan administasi yang terbilang wajib untuk mendapatkan alokasi lahan telah dibayarkan perusahaan tersebut.

Kuasa hukum PT Bintan Shipping Bioteknik, Tantimin, mengatakan kliennya sudah melakukan pembayaran kewajibannya, mulai dari UWTO 30 tahun, terbitkan PL, SPJ dan Fatwa Planologi yang diperuntukan untuk industri perkapalan. Namun hingga saat ini, sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) seluas 6 hektar itu belum juga dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

"Sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Mendagri nomor 43 tahun 1977, tertulis pengalokasian lahan diberikan setelah setelah adanya sertifikat HPL. Harusnya, BP Batam mensertifikasi itu semua lahan yang di HPL-kan lalu diberikan kepada pihak ketiga," kata Tantimin, ditemui usai menikuti RDP di Kantor DPRD Batam, Selasa (13/12/2022).

Hal senada juga diungkapkan Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto. Polemik lahan di Batam ini sangat unik dan panjang, serta membingungkan investor. Mengingat permasalahan lahan di Batam setiap tahun dalam kondisi yang sama, mulai dari tumpang tindih hingga belum 'clear and clean' lokasi yang dialokasikan ke pihak ketiga dalam hal ini investor atau pengusaha.

Hal ini pun memicu permasalahan baru, di mana investor yang akan mengikuti lelang atau tender dalam sebuah proyeknya tentunya mengalami kendala dalam hal legalitas lahan yang dimilikinya. "Di mana sesuai aturannya, ketika mengajukan sebuah tender di pemerintahan tentunya harus memililiki keabsahan atau legalitas lahan yang ditempati oleh investor itu sendiri," kata Nuryanto.

"Benar Pak, klien kami saja sampai gagal hingga tak bisa masuk dalam lelang pembuatan kapal di Mabes AL, Bea Cukai, Bakamla, hingga Basarnas karena adanya hal ini. Dan intinya klien kami sangat dirugikan oleh adanya hal ini," ungkap Tantimin.

Ironisnya, sambung Nuryanto, pada September 2022 ada surat dari KLHK yang mengatakan lahan yang saat ini ditempati PT Bintan Shipping Bioteknik, 4 hektar dari total 6 hektar merupakan kawasan hutan lindung. Padahal alokasi lahan yang diterima investor ini berasal dari BP Batam.

"Sehingga sangat meresahkan dan mengganggu iklim investasi di Batam. Bahkan, problem dan polemik lahan di Batam ini diduga jumlahnya banyak dan menggantung. Saya merasa sangat sedih sekaligus resah. Seharusnya yang surati oleh KLHK terkait hutan lindung ini adalah pihak BP Batam, bukan langsung ke pihak ketiga atau investor. Jangan sampai mengorbankan masyarakat dan investor," ungkap Politisi PDI Perjuangan ini.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada BP Batam agar bisa memberikan kepastian hukum dan aturan kepada investor yang ingin berinvestasi.

"Saya sangat keberatan, karena dalam aturan lahan di sini adalah urusanya pemerintah dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dengan BP Batam. Jangan langsung ke investor. Mengingat, investor hanya menerima alokasi lahan saja. Saya sarankan pihak KLHK, BP Batam dan Pemko Batam untuk duduk bareng dan sama-sama mencari solusi yang terbaik," pungkasnya.

Editor: Gokli