Pertanyakan PPJB Lahan, Puluhan Warga Pulau Kepala Jeri Datangi Kantor Notaris Suhendro Gautama
Oleh : Aldy Daeng
Rabu | 15-06-2022 | 17:28 WIB
Lahan-soehendro1.jpg
Puluhan warga Pulau Kepala Jeri, Kecamatan Belakang Padang di depan kantor Notaris Suehendro Gautama. (Aldy/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Puluhan warga Pulau Jeri, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakang Padang mendatangi kantor Notaris Suehendro Gautama di Baloi Indah, Lubuk Baja, Kota Batam, Rabu (15/6/2022). Mereka mempertanyakan kejelasan jual beli lahan kebun milik warga dari tahun 2016.

Ketua RT 017 RW 05, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakang Padang, Agus Riyadi, mengatakan, sudah lebih dari 6 tahun warga Pulau Jeri menunggu penyelesaian proses jual beli lahan kebun warga, sesuai apa yang disepakati kedua belah pihak.

"Sampai saat ini warga baru menerima uang hasil penjualan lahan kebun sebanyak 80 persen dari harga jual. Kami berharap agar ini dilunasi secepatnya," kata Agus Riyadi, saat ditemui di depan kantor Notaris Suhendro Gautama, Rabu (15/6/2022).

Jumadi, salah seorang warga Pulau Kepala Jeri, menambahkan, pada saat dilakukan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) lahan, yang warga jual itu adalah lahan kebun yang luasnya 1,5 hektar per Kepala Keluarga. Akan tetapi seiring waktu berjalan, pihak pembeli meminta sertifikat kavling warga yang luasnya 50 x 40 meter persegi, dengan alasan sebagai surat pendamping.

"Tadi pas saya baca satu surat di kantor ini, bahwa pembelian lahan oleh pembeli itu dijadikan satu sama kavling, nah ini kan tak benar. Yang kami jual itu lahan kebun, bukan lahan kavling, lahan kavling itu sudah sertifikat hak milik, kalau lahan kebun masih alas hak suratnya," ujar Jumadi.

Satu hal yang menjadi kejanggalan bagi warga Pulau Kepala Jeri adalah, pada saat pihak pembeli datang ke pulau tersebut, mereka menjanjikan akan membuat perusahaan besar di pulau tersebut, dengan investor berasal dari Dubai.

"Katanya mereka mau buat perusahaan pengelolaan makanan halal, makanya kami senang dan rela jual lahan kebun kami, dengan harapan warga sini bisa bekerja di perusahaan itu nantinya," ujar warga.

Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol mengatakan, kedatangan puluhan warga Kepala Jeri ke Kantor Notaris Soehendro Gautama adalah untuk meminta salinan akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB), yang sejak tahun 2016 belum pernah mereka terima.

"Kami sebagai penerima kuasa dari warga, sudah melakukan berbagai upaya hukum, sudah mengirimkan surat ke Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM pusat, dan sudah diteruskan ke Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Kepri," jelas Agustien.

Dijelaskannya, menindaklanjuti arahan dari Kepala Ombudsman Kepri, pihaknya bersama-sama dengan perwakilan masyarakat diminta untuk mendapatkan salinan PPJB yang telah dilakukan di Notaris Soehendro Gautama.

"Salinan PPJB tersebut sangat diperlukan oleh Ombudsman Kepri, sebagai bahan untuk memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Provinsi Kepulauan Riau dan juga Kota Batam terkait adanya dugaan kesalahan kode etik yang dilakukan oleh notaris di Batam," kata Agustien.

Sementara, Notaris Soehendro Gautama melalui Notaris Elina Kartini mengatakan, sesuai permitaan warga pihaknya sudah memberikan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kepada masing-masing warga yang datang ke kantornya hari ini,

PPJB yang diinginkan warga itu, berada di kantornya, berdasarkan permintaan kedua belah pihak, Notaris Suhendro Gautama yang akan membuat akte perjanjian jual beli tersebut.

"Pembelinya bukan atas nama perusahaan, namun atas nama perorangan dan sekitar 4 orang pembelinya. Untuk salinan asli PPJB itu ada di pihak pembeli, kalau foto copynya sudah kita berikan kepada warga," ucap Elina.

Diakuinya, hingga saat ini antara pembeli dan penjual memang belum selesai, yakni masih ada sisa uang yang belum dibayarkan oleh pihak pembeli kepada warga yang pemilik lahan.

Sesuai perjanjian awal, yang dijual warga itu ada dua macam lahan, yaitu lahan perkebunan dan lahan kavling tempat tinggal warga.

"Jadi rumah itu juga mereka jual, nanti akan ditukar dengan rumah siap huni yang disediakan oleh pembeli pada lokasi yang lain, jadi ada pembayaran dari pembeli dan plus rumah baru, cuma sampai saat ini itu belum terealisasi," katanya.

Elina menambahkan, kendala lain dalam perjanjian kedua belah pihak yaitu, tanah perkebunan milik warga tersebut, suratnya masih berupa Alas Hak, menurutnya, surat pihak pembeli menginginkan surat tersebut sampai kepada tahapan sertifikat.

"Untuk perjanjian jual beli yang sudah dibuat itu tidak bisa dibatalkan sebelah pihak saja, namun kalau permasalahan mau diselesaikan melalui pengadilan, nanti pengadilan lah yang akan menentukan," tutup Elina.

Editor: Yudha