Aduan LSM Gebrak

Uba Ingan Apresiasi Respon Cepat Komnas HAM Terkait Krisis Air Bersih di Batam
Oleh : Paskalis RH
Kamis | 27-05-2021 | 20:08 WIB
uba-OK-punya.jpg
Anggota Komisi I DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Anggota Komisi I DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging mengapresiasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gebrak yang telah mengadukan krisis air bersi di Kota Batam ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM.

Selain mengapresiasi LSM Gebrak, Uba juga memberikan rasa hormat kepada Komnas Ham yang telah merespon dan menindaklanjuti laporan dari LSM Gebrak.

"Terkait pengaduan itu, saya sangat mengapresiasi tindakan yang dilakukan LSM Gebrak. Dan saya juga memberi hormat ke Komnas Ham, karena telah merespon dan menindaklanjuti laporan tersebut," kata Uba saat ditemui dibilangan Batam Center, Kamis (27/5/2021).

Politisi Partai Hanura itu mengatakan, persoalan air bersih di Kota Batam sudah cukup lama, terutama akses air bersih bagi rakyat miskin. Selama ini, kata dia, negara telah melakukan diskriminasi terhadap rakyat, terutama masyarakat yang tinggal di rumah liar (Ruli) dan bahkan di perumahan-perumahan tertentu yang tidak mendapatkan hak atas air bersih karena persoalan status lahan.

Ia pun mengingatkan pemerintah agar tidak melawan undang-undang. Sebab, undang-undang yang paling tinggi adalah Undang Undang Dasar (UUD). "Terkait sulitnya akses air bersih bagi rakyat miskin, negara telah melakukan diskriminasi selama berpuluh-puluh tahun," ujarnya.

Respon atas laporan atau pangaduan ini, kata dia, karena Komnas Ham mengetahui secara persis ada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap hak atas ekonomi, sosial dan budaya.

Masih kata Uba, hal penting yang harus diingat Pemerintah di Batam, agar tidak menjadikan air sebagai komoditi ekonomi semata dan juga komoditi sosial. "Saya berharap, Komnas Ham bisa melakukan langkah-langkah konkrit untuk mendesak BP Batam karean yang paling bertanggungjawab adalah pemerintah," tambahnya.

Menurut Uba, permasalahan akses air bersih bagi masyarakat miskin di Kota Batam sudah masuk dalam kategori pelanggaran ham berat. Karena, air merupakan hak yang azasi dari kehidupan manusia.

Uba juga menjelaskan, permasalahan air bersih di Kota Batam sudah terjadi 20 tahunan lebih. "Artinya, selama ini BP Batam menutup mata. Pemko juga bertanggungjawab dalam pelayanan publik terhadap masyarakat. Yang punya warga adalah Pemerintah Kota (Pemko)," timpalnya.

Dalam kenyataannya, lanjut Uba, BP Batam dan Pemko Batam tidak peduli dengan masyarakatnya. "BP Batam dan Pemko setali tiga uang, tidak peduli gitu," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, menjawab keluhan warga Batam yang disampaikan LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) pada 9 Maret 2020 dan 22 Desember 2020.

Dalam surat tertanggal 10 Mei 2021, Komisioner Komnas HAM RI, Choirul Anam menyampaikan LSM Gebrak melayangkan aduan mengenai krisis air bersih bagi ribuan warga Batam yang tinggal di permukiman liar.

Mereka harus membayar air bersih dengan harga jual di atas ketentuan berlaku. Selain itu, layanan air bersih bagi warga marjinal juga dinilai diskriminatif.

Anam menambahkan, berdasarkan wewenang Pemantauan Komnas HAM RI dalam pasal 89 ayat 3 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pihaknya meminta Wali Kota Batam untuk memberikan informasi terkait penyediaan air bersih bagi seluruh warga Batam.

Penting kami sampaikan, Indonesia sebagai negara pihak (state party) dalam International Covenant on Economic, Social and Culture Rights telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 11 tahun 2005 memiliki kewajiban untuk hak atas air," kata Anam, dalam surat permintaan klarifikasi kepada Wali Kota Batam.

Bahwa hak atas air memberikan kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik sesuai Resolusi nomor 64/292 PBB yang menegaskan hak atas air dan sanitasi adalah bagian dari HAM.

Sementara itu, Ketua LSM Gebrak Batam, Agung Widjaja menegaskan aduan tersebut disampaikan ke Komnas HAM karena kebijakan pemerintah di Batam soal air bersih ini dinilainya diskriminatif. "Temuan kami, ada masyarakat yang bermukim lebih dari 10 tahun (di permukiman liar) tidak bisa mengakses layanan dan harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan air bersih," kata Agung.

Menurutnya, sikap diskriminatif ini tidak memandang siapapun yang sedang mengelola air bersih di Batam. Mau itu dikelola oleh ATB ataupun seperti saat ini dikelola oleh SPAM Batam.

"Persoalan ini bukan hanya di kawasan pemukiman liar, tetapi juga di kawasan hunian resmi juga turut terdampak. Kami harapkan permasalahan ini dapat segera terselesaikan," tutupnya.

Editor: Gokli