Buruh Batam Demo Desak Jokowi Batalkan Undang-Undang Sapu Jagat
Oleh : Putra Gema Pamungkas
Kamis | 22-10-2020 | 14:20 WIB
A-DEMO-BURUH-BATAM_jpg21.jpg
Ratusan buruh Kota Batam menggelar aksi demo menolak Undang-Undang Omnibus Law di depan kantor Graha Kepri, Kota Batam, Kamis (22/10/2020). (Foto: Putra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Ratusan buruh Kota Batam kembali menggelar aksi unjuk rasa penolakan pengesahan Undang-Undang Omnibus Law (Sapu Jagat) Cipta Lapangan Kerja di depan kantor Graha Kepri, Kota Batam, Kamis (22/10/2020).

Aksi demo ini diikuti sekitar 500 buruh Kota Batam yang terdiri dari buruh Logam Elektronik Mesin (LEM) dan Kimia Energi Pertambangan (KEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Ketua SPSI Kepri Saipul Badri mengatakan, dalam aksi ini pihaknya menuntut Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perpu pembatalan undang-undang Omnibus Law.

"Ada lima alasan yang kami tuliskan dalam tuntutan kami itu, jadi konsen ke sana saja. Kegiatan ini juga kami lakukan karena bertepatan dengan 1 tahun kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin," kata Saipul usai unjuk rasa, Kamis (22/10/2020).

Menurutnya, undang-undang ini sangat meliberalisasi sistem perburuhan di Indonesia, sangat kapitalistik. Undang-undang ini tidak berorientasi kepada nilai-nilai yang ada di Pancasila.

"Pembuatan undang-undang ini terkesan dibuat terburu-buru. Sehingga akhirnya berdampak kepada aksi akhir-kahir ini, karena waktu pembuatan undang-undangnya tidak mencukupi," ujarnya.

Ia menjelaskan, buruh sebenarnya mendukung, kalau itu untuk memajukan investasi, tapi harus dengan kajian. Karena menurutnya undang-undang yang lama pun, tidak bisa dilaksanakan dengan baik.

"Apalagi ada beberapa pasal yang sangat krusial, seperti masalah pesangon, masalah kontrak dan masalah TKA. Dan ini keluar dari undang-undang, bahasa-bahasa atau narasi-narasi yang bias," lanjutnya.

Undang-undang, lanjut Saipul, tidak boleh seperi itu. Sebuah undang-undang harus memberikan kepastian hukum dan bisa menciptakan rasa adil.

"Menurut kami ini tidak adil, dalam prosesnya saja tidak adil. Satgas Omnibus Law, ini dipenuhi oleh para pemodal di dalamnya dan tidak melibatkan serikat pekerja. Ini pasti ada keberpihakan di dalam pasal-pasalnya, ini yang kami sesalkan. Kami ini sebenarnya curiga, jangan-jangan ada sponsor dari luar yang membiayai pembuatan undang-undang ini," paparnya.

Hal itu dikarenakan dengan gampangnya legislator kita berubah, dari awalnya yang mereka (legislatif) menolak-menolak tapi akhirnya berubah. Sehingga terkesan kucing-kucingan dan mengaitkan dengan isu pandemi ini.

"Kita tidak bisa membandingkan atau berkaca dengan negara-negara liberal, karena kita punya petokan yaitu Pancasila. Kalau kita tidak mengikuti itu, bisa hancur kita. Kecuali kita tidak punya dasar negara, Pancasila yang nilai-nilainya selalu diajarkan kepada kita," tegasnya.

Editor: Dardani