Dua Anak di Bawah Umur Jadi PSK di Sintai, Romo Paschal Pertanyakan Pengawasan Pemerintah
Oleh : Hendra Mahyudi
Senin | 20-01-2020 | 11:52 WIB
20200102_romo-paschal-1.jpg
Chrisanctus Paschalis Saturnus

BATAMTODAY.COM, Batam - Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Kepri, Chrisanctus Paschalis Saturnus, mempertanyakan fungsional kawasan lokalisasi Teluk Pandang, yang pada dasarnya adalah Pusat Rehabilitasi Sosial Non-Panti namun kini telah beralih fungsi.

Rohaniawan Katolik yang akrab disapa Romo Paschal ini mengatakan, seiring waktu berjalan, kawasan yang berada di Kelurahan Tanjunguncang, Kecamatan Batuaji, yang lebih dikenal dengan lokalisasi Sintai, itu perlahan beralih fungsi menjadi lokalisasi dan melenceng dari Peraturan Daerah (Perda) No 6 Tahun 2002.

"Kawasan Teluk Pandan ini harus dipertanyakan lagi fungsinya, sebab sudah terlalu jauh melenceng dari tujuan awal," ujar Romo Paschal, Senin (20/1/2020).

Romo mengatakan, dahulunya kawasan ini adalah tempat rehabilitasi bagi PSK sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 6 tahun 2002.

Perda tersebut mengatur bahwa semua PSK yang diamankan dari berbagai tempat lokalisasi terselubung di kota Batam maka alan ditampung di sana untuk dibina sebelum dipulangkan kembali ke daerah asal mereka.

"Jangka waktunya hanya dua tahun (sebagai lokasi rehabilitasi) dan harus tutup setelah memulangkan pekerja yang direhabilitasi," terang Romo, yang juga merupakan penggiat anti-perdagangan orang ini.

Semakin ke sini, dikatakan Romo kawasan rehabilitasi ini malah disalahgunakan dan menjadikan kawasan rehabilitasi ini sebagai lokalisasi atau pusat prostitusi hingga.

Dalam hal ini, Romo berharap agar Pemkot Batam kembali mempertegaskan fungsi Perda No-6, yang sedari awal menetapkan kawasan tersebut menjadi pusat rehabilitasi bukan lokalisasi.

Jika saja memang Pemko Batam ingin melegalkan kawasan ini sebagai pusat lokasasi maka sebaiknya dibuatkan Perda yang baru sehingga tidak menimbulkan polemik di mata masyarakat.

"Pertanyaannya sekarangkan siapa yang harus bertanggung jawab akan Perda Nomor 6 Tahun 2002 ini. Apakah masih berlaku atau gimana? Kalau memang mau dilegalkan ya buatkan Perda baru biar tidak simpang siur di masyarakat," tegasnya.

Romo Paschal mengaskan, sikap dan pernyataan dia ini bukan hanya sekadar persoalan legalitas kawasan ini saja, tapi lebih karena adanya praktik perdagangan orang di dalam kegiatannya.

"Sudah sering kasus perdagangan orang mencuat di sana. Ini harus ditanggapi secara serius. Perdagangan orang adalah kejahatan internasional," tutupnya.

Editor: Yudha