Ajak Seluruh Stakeholder, Lapas Barelang Gelar Dialog Terkait UU 12/1995
Oleh : Putra Gema
Kamis | 26-09-2019 | 12:16 WIB
bahas-uu-permasyarakatan.jpg
Lapas Kelas IIA Barelang Batam menggelar Dialog Interaktif bertemakan Arti Pentingnya Perubahan UU Pemasyarakatan. (Foto: Putra Gema)

BATAMTODAY.COM, Batam - Terkait tidak sesuainya lagi Undang-Undang (UU) nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dengan perkembangan hukum masyarakat, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Barelang Batam menggelar Dialog Interaktif bertemakan Arti Pentingnya Perubahan UU Pemasyarakatan.

Kegiatan yang digelar di Aula Serba Guna DPRD Batam pada Kamis (26/09/2019) pagi ini, dihadiri oleh narasumber yang berkompenten dibidangnya. Diantaranya kalangan kampus, praktisi hukum, akademisi hingga Criminal Justice System.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Barelang Batam, Surianto saat ditemui awak media di halaman DPRD Batam mengatakan tujuan diadakan dialog interaktif ini, guna menginformasikan bahwa Undang-Undang Pemasyarakatan nomor 12 tahun 1995 perlu diupdate. Sehingga pelayanan masyarakat bisa lebih maksimal.

"Jadi dalam rancangan UU yang baru itu, pemasyarakatan itu bukan sebuah kegiatan. Melainkan sebuah penegakan hukum. Di Amerika Serikat sendiri, sejak 40 tahun lalu semua pelaku narkoba itu ditangkap. Tapi apa yang terjadi, apa jumlah pengguna narkoba itu menurun? Ternyata tidak kan. Artinya program itu gagal. Dan itu salah satu yg kita pelajari," jelasnya, Kamis (26/09/2019).

Selain itu, tambahnya, masih kita temukan adanya kekeliruan atau tumpang tindih pemahaman tentang definisi ataupun makna Pemasyarakatan, sistem Pemasyarakatan dan tujuan yang akan dicapai dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

Oleh karenanya, sangat penting dan mendesak untuk melakukan perubahan UU Pemasyarakatan. "Untuk itu, Kami mengundang Bapak dan Ibu di sini untuk hadir dalam forum diskusi yang nantinya akan menjadi bahan dan masukan terkait Undang-Undang Pemasyarakatan ini," jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie menilai revisi Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) seperti memberikan angin segar untuk para narapidana kasus korupsi.

Sebab, revisi tersebut menghilangkan ketentuan bagi aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam memberikan rekomendasi bagi napi koruptor yang mengajukan hak remisi hingga pembebasan bersyarat.

Menurut Jerry, upaya revisi tersebut justru membuat regulasi terkait pemberantasan korupsi semakin melemah. Padahal, pemerintah dan DPR seharusnya memperkuat regulasi dengan mempertimbangkan aspek pengaruh, dampak dan manfaat terhadap publik.

Namun, jerry berpandangan revisi UU Pemasyarakatan justru menguntungkan koruptor dan merugikan kepentingan publik terkait upaya pemberantasan korupsi.

Salah poin revisi UU Pemasyarakatan, yakni menghilangkan ketentuan bagi aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memberikan rekomendasi bagi napi koruptor yang mengajukan hak remisi hingga pembebasan bersyarat.

Dalam pasal 12 ayat (2) UU Pemasyarakatan sebelum revisi, ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Sementara PP nomor 99 tahun 2012 memperketat pemberian hak remisi dan pembebasan bersyarat, yakni jika seorang narapidana kasus korupsi menjadi justice collaborator serta mendapat rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam draf UU Pemasyarakatan yang sudah direvisi, tidak lagi terdapat ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Kemudian, Bab Ketentuan Peralihan Pasal 94 ayat (2) RUU Pemasyarakatan tertulis, PP nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku.

Dalam PP nomor 32 tahun 1999 tidak terdapat pembatasan hak narapidana melalui ketentuan justice collaborator dan rekomendasi KPK.

Editor: Gokli