Tokoh Masyarakat Bantah Tudingan Jual Beli Kampung Tua Dapur 12
Oleh : Hendra Mahyudi
Rabu | 25-09-2019 | 18:04 WIB
surat-alashak1.jpg
Warga menunjukkan surat alas hak milik mereka. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Isu adanya jual beli lahan kampung tua 'Tanjung Tuk Hitam' atau yang dikenal Kampung Tua Dapur 12, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, mendapat tanggapan dari warga asli yang telah menetap turun temurun kawasan tersebut.

Adanya pernyataan seorang warga Batam, Firman, yang mengaku bahwa terdapat kegiatan penjualan kavling siap bangun (KSB) mengatasnamakan kampung tua membuat warga asli di kampung tersebut angkat bicara.

Usman, salah satu tokoh masyarakat Kampung Tua Dapur 12, menyatakan bahwa lahan yang dibuka dan ditata diperuntukan untuk warga sekitar, bukan diperjualbelikan kepada pihak lainnya.

Kegiataan penataan lahan di kampung mereka adalah murni swadaya masyarakat untuk kepentingan anak cucu keturunan mereka ke depannya.

"Lahan yang kami kerjakan ini merupakan lahan warisan dari bapak leluhur kami. Jadi, karena itulah kami tata. Bahkan untuk mengerjakan lahan ini swadaya dari warga sekitar, tapi malah diklaim bahwa ini adalah hutan lindung dan penjualan lahan," ungkap Usman, Selasa (24/9/2019).

Pria berusia 74 tahun itu juga menjelaskan status lahan mereka asli warisan leluhur mereka turun-temurun. Warga di sana juga memiliki surat berupa surat girik atau surat alas hak. Atas kesepakatan bersama warga setuju dan mendukung penataan kampung tua secara swadaya. Lalu lahan diberikan kembali untuk membangun tempat tinggal anak-cucu mereka dan dijadikan perkampungan.

"Penataan ini agar menjadikan perkampungan warga lebih bagus lagi. Maka di sini lah kami memohon pemerintah agar lahan ini dibuka untuk swadaya warga sekitar. Jadi tak ada di sini yang menjual lahan. Kalau ada yang bilang suruh mereka datang temui saya," lanjut Usman.

Sebelumnya warga juga mengatakan mereka tidak mengetahui bahwa lahan yang ditata tersebut adalah kawasan hutan lindung.

"Jadi, penataan ini murni untuk swadaya warga. Dengan ini kita melakukan pembukaan lahan, agar warga yang hidup di atas laut (rumah panggung) atau di tepi pantai bisa pindah ke darat. Saya tegaskan tak benar jika lahan ini diperjualbelikan, siapa orangnya yang memberikan informasi tersebut," tegasnya lagi.

Mewakili warga, Usman melanjutkan bahwa warga Kampung Tua Dapur 12 sudah lama tinggal di Pulau Batam ini, jauh hari sebelum adanya Otorita Batam (OB) atau yang saat ini bernama BP Batam.

"Sebelum ada yang namanya Otorita, orang tua kami, lelehur kami sudah mendiami kampung kami ini. Jadi lahan ini adalah milik keluarga kami yang juga berada di pulau-pulau sekitar sini, dan ada juga di Pulau Monggak, di Pulau Air. Kita tata nanti lahannya, merekakan keluarga kita, maka kita tatalah lahan ini lalu kita bagi lahan bagi saudara kita ini," ujar Mansur, ketua RW setempat yang juga tim penataan Kampung Tua Dapur 12 didampingi tokoh masyarakat dan warga lainnya.

Dia menambahkan, apa salahnya warga membangun dan menata kampung halaman mereka sendiri. Lagipula lahan itu katanya milik nenek moyang warga sekitar. Ia jelaskan, ada 37 titik Kampung Tua yang diakui pemerintah yang sudah diajukan mulai tahun 2008. "Tapi kita heran sebagai warga di sini, ada pula PL di dalam Kampung tua oleh BP Batam yang mengalokasikan lahan ke perusahaan," ungkapnya.

"Jadi, kenapa BP Batam bisa mengeluarkan HPL ke perusahaan di lokasi Kampung Tua, sehingga lokasi Kampung Tua kami semakin mengecil. Dengan penduduk hampir 300KK, dalam satu rumah itu ada tiga kepala rumah tangga. Maka dari itu, lahan mana lagi yang mau kita bagun, saat kami menghadap ke walikota, kami mengajukan perluasan, pada saat itu Pak Wali mengatakan untuk perluasan tak bisa, takutnya kampung lain nanti kecewa. Jadilah seperti ini penataan, menggantikan lokasi yang sudah dialokasikan OB ke perusahaan yang ada di kampung tua," ungkapnya lagi.

Hal lainnya, saat Walikota Batam, M. Rudi sosialisasi ke Kampung Tua Dapur-12, ia pernah mengatakan kalau rumah di pinggir laut tak mendapatkan sertifikat hak milik, hanya dapat surat hak guna pakai. Sehingga karena hal ini warga ingin buat penataan.

"Inikan lahan kita, lahan leluhur kami turun menurun ke generasi sekarang," ujarnya.

Hal lainnya, papan plang penataan kampung tua juga sudah terpasang di pinggir jalan dan juga turut lengkap dengan gambarnya.

"Kita sudah membahas penataan kampung tua ini, intinya pengajuan kita ke Pak Walikota, kalau kita salah mereka akan panggil kita. Jadi kami merasa tersinggung kalau dibilang kami jual beli KSB tersebut, apalagi tak sesuai dengan sebenarnya. Kami menata kampung tua Dapur 12 secara swadaya tanpa bantuan pihak lain. Apa salahnya kami menata kampung halaman kami sendiri," tegas Rais, tokoh masyarakat tempatan.

Editor: Yudha