Batam Terancam Jadi Pulau Penimbunan Limbah Plastik Impor
Oleh : Hendra
Selasa | 02-07-2019 | 12:28 WIB
65-limbah.jpg
Komisi III DPRD Kepri bersama instansi terkait saat sidak limbah plastik impor di Pelabuhan Batuampar, Kota Batam. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Belakangan ini, pembahasan limbah impor semakin memanas di Kota Batam. Hal ini semakin diperparah lagi dengan masuknya 65 kontainer sampah plastik impor yang beberapa di antaranya diduga mengandung bahan beracun dan berbahaya alias aazardous and toxic substances waste (HTSW).

Menanggapi hal tersebut, Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, mengatakan, jika hal ini terus dibiarkan, atau dalam kata lain terjadi pembiaran yang terstruktur dan sistimatis, maka siap-siap Batam terancam menjadi pulau penimbunan limbah plastik impor.

Arief menduga, pembiaran ini disinyalir dilakukan oleh para mafia importir limbah plastik yang bersekongkol dengan para oknum Bea Cukai, Kementerian Perdagangan.

"Dalam hal ini, mayoritas pengusaha importir limbah sampah plastik B3 serta pengelolaannya banyak dijalankan oleh para investor dari Republik Rakyat China (RRC) dengan memanfaat zona ekonomi eksklusif yang bebas pajak, untuk impor dan pengelolaan plastik. Hingga pulau Batam malah hanya menikmati pendapatan gaji untuk pekerjanya saja," ujar Arif kepada BATAMTODAY.COM melalui jejaringan WhatsApp, baru-baru ini.

Menurut Arief, maraknya impor limbah plastik diduga mengandung B3, yang mana setelah dikelola oleh pihak perusahaan maka akan kembali atau tetap meninggalkan persoalan limbah tersendiri di Kota Batam. Sementara produk hasil pengolahan limbah tersebut diekspor ke China dengan bebas pajak.

Apa Kabar 65 Kontainer Limbah Sampah Plastik?

Saat diwawancara BATAMTODAY.COM, Arief juga mempertanyakan, bagaimana kabar kontainer yang berisi ribuan ton limbah plastik asal Amerika Serikat yangg tertahan di Pelabuhan Batuampar? Usut punya usut, ternyata pengiriman sampah tersebut ke Batam pastilah tidak gratis, ada dolar yang dimainkan (diberikan) pihak Amerika Serikat kepada oknum pengusaha yang menampungnya di Batam.

Menurutnya, limbah plastik tersebut memiliki nilai miliaran lebih. Sehingga timbul pertanyaan, berapa dolar yang diterima oknum pengusaha Batam yang menadah sampah plastik tersebut?

Sejauh informasi yang diketahuinya, dari AS sendiri menyebutkan untuk setiap ton sampah yang masuk dan diolah di Kota Batam ini memiliki nilai yang cukup bombastis, yakni 350 US dollar/ton. "Artinya, oknum yang menadah sampah tersebut mendapat bayaran USD 350/ton atau setara Rp 4,9 juta," terangnya.

Lalu, bisa kita bayangkan berapa ribu ton sampah yang tersimpan dalam 65 kontainer tersebut? Info terkini, jika 65 kontainer itu lancar masuk tanpa hambatan, maka sekitar 100 kontainer baru akan siap masuk ke Kota Batam.

Diduga Ada Peranan 'Orang Kuat' Ibu Kota

Arief juga menyampaikan, kemungkinan besar dalam praktik impor libah sampah plastik ini, terdapat tekanan atau keikutsertaan orang pusat. Menurutnya, hal ini patut diduga adanya 'orang kuat' di Jakarta yang bermain dan sengaja melindungi bisnis 'limbah dollar' ini.

Ibarat gurita besar, tangan mereka adalah tentakel yang menembus lautan hingga mampu menyeberang ke Pulau Batam demi melancarkan impor limbah sampah plastik ke bumi Riau bertuah.

"Tangan orang pusat ini yang menjadi gurita hingga sampai ke daerah-daerah, karena mengintervensi proses penanganan limbah tersebut, dan patut diingat, limbah ini tidak hanya masuk ke Batam tetapi juga daerah-daerah lainnya di Indonesia," ungkapnya.

Welcome to the Garbage Island!!!

Bukan berprasangka buruk, namun Arief mengatakan, bisa jadi ada beberapa 'media pro limbah' yang sengaja memframing pemberitaan dengan pola yang bisa ditebak, yakni menyebutkan seolah-olah ribuan ton sampah yang mendarat di Kota Batam adalah sumber devisa daerah.

Terakhir, dalam kasus limbah plastik ini, menurut informasi yang kredible yang ia dapat, Arief mengatakan banyak yang 'mandi dollar' dalam praktik ini, karena menurutnya turut melibatkan oknom dari petinggi-petinggi Bea Cukai, Menteri Keuangan, Mentri Perdagangan dan juga aparat penegak hukum di Kota Batam.

"Jadi, jika tak ditangani dengan benar, siap-siap Batam menjadi kepulauan sampah," pungkasnya.

Editor: Gokli