Tarawih Pertama Ramadan, Malam Petaka Zulhakimi
Oleh : Hendra Mahyudhy
Jum\'at | 10-05-2019 | 19:16 WIB
tki-malaysia.JPG
Inilah lima orang TKI yan berhasil selamat berfoto bersama DPD RI Provinsi Aceh, Haji Uma (Menggunakan Batik) dan petugas BP3TKI asal Tanjung Pinang (dua orang kemeja putih). (Foto: Hendra)

MENUNAIKAN salat tarawih berjamaah di bulan suci Ramadan di kampung halaman, adalah kenangan tak terhapuskan di benak Zulhakimi. Begitu kuat tarikan kenanan itu, membawanya menghadapi petaka di terombang ambing dua hari di tengah lautan Kepri. Bagaimana kisah pria yang biasa disapa Hakim itu? Berikut liputan wartawan BATAMTODAY.COM, Hendra Mahyudhy.

Begitu Menteri Agama Lukman Hakim mengumumkan awal Ramadhan 1440 Hijriah jatuh pada hari Senin, 6 Mei 2019, itu artinya pada Ahad malam, sudah mulai dilaksanakan salat tarawih. Umat Islam di seluruh dunia bersuka ria menyambut bulan penuh ampunan itu. Termasuk umat Islam di Kota Batam.

Kerinduan pada suasana tarawih bersama itulah yang menarik kenangan Zulhakimi (30) bersama 8 orang sesama Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia untuk nekad mudik melalui jalur yang tak resmi alias Ilegal.

Dengan perasaan senang dan rindu akan sanak keluarga di kampung halaman, mereka pergi menuju pelabuhan tikus di kawasan Sei. Ringgit, Malaysia pada hari Minggu (5/5/2019). Sesampainya di sana pada pukul 21:00 WIB, mereka berangkat menuju perairan Indonesia meninggalkan perbatasan laut Malaysia.

"Perjanjian awal dari darat kami akan naik kapal besar. Namun setiba di laut rupanya gak kayak gitu," ujar Hakim, Kamis (09/05/2019) malam kemarin di ruangan Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Batam.

Di laut mereka akhirnya naik kapal kecil, muatan yang seharusnya untuk 6 sampai 7 orang, dipaksakan untuk 10 orang, karena ada tambahan tekong dan ABK-nya.

Pada 40 menit berselang dalam perjalanan, rasa was-was selalu bermunculan. Lautan Indonesia telah diarungi dan perbatasan Malaysia telah dilalui. Nasib tak dapat diuntung, kerinduan mereka akan kampung halaman berkata sirna. Ombak datang menghadang menghantam, mereka terombang-ambing, kapal kecil itu pun kemasukan air lalu karam.

"Kami hanya ingin balik kampung, kami naiki speedboat tersebut dan setelah lepas setengah jalan dan lewat perbatasan Malaysia kapal dihantam ombak besar, dan air masuk ke dalam boat, lalu karam," kata Hakim mengingat kejadian.

Info yang diketahui, kapal mereka karam di laut Nongsa Batam. Namun karena arus angin mengarah ke jalur lain, tubuh mereka terombang-ambing terbawa hingga ke laut Bintan. Dua hari dua malam mereka di lautan menyintas hidup, dengan bayangan sanak keluarga tersenyum bahagia menanti di kampung halaman semakin tumbuh menyemangati perjuangan.

"Dua hari dua malam kami di lautan, dan teman-teman katakan, saya cobalah memisahkan diri mencari bala bantuan. Kalau kita berenang sama-sama kan berat, karena kita hanya berpegangan pada pelampung kecil dan tong minyak," terang Hakim menyiratkan raut wajahnya yang trauma.

Dengan tekad yang kuat, Hakim mengambil satu tong, mengayuh terus hingga sampai ke daratan. Berharap segera bertemu nelayan terdekat. Hingga pada hari Selasa (7/5/2019) sekitar pukul 07:00 Wib, dia terdampar di Pulau Kepala Perairan, Desa Sebong Lagoi, Kecamatan Teluk Sebung, Kabupaten Bintan dan ditemukan nelayan setempat.

"Dua hari dua malam usaha ke darat, tetapi tak membuahan hasil, terpaksa saya ambil satu tong dan mengayuhnya sendirian ke daratan mencari bantuan. Selamat saya, saya jumpa dengan nelayan, saya katakan kepadanya kawan-kawan saya masih ada di laut, tolong dicari," papar Hakim.

Sejauh ini, dari total 10 orang yang mengalami kejadian naas tersebut, jumlah mereka hanya tinggal 6 orang yang masih hidup, satu orang meninggal dan tiga orang lainnya masih belum ditemukan hingga saat ini.

Hakim melanjutkan, satu orang yang meninggal adalah istri salah seorang dari mereka, yakni istri dari Muhammad Sabri. Karena tidak ingin meninggalkan jasad istirnya, tubuh tak bernyawa itu mereka ikat di sebuh ban sebagai pelampung agar tidak hanyut.

"Kami ingin bawa balik mayat itu, dikubur sebagaimana mestinya," ujar Hakim, mewakili Sabri yang sementara itu masih terlihat diam tak bisa berkata apa-apa. Bayangan terakhir istrinya masih di depan mata.

Sementara itu, Darmiyati satu-satunya perempuan yang berhasil selamat mengatakan, ketakutan saat berada di lautan masih terus membuncah, menghatuinya. Senyum anak-anaknya di kampung halaman adalah penyemangat satu-satunya.

"Hingga saat ini, saya tak kabari kejadian ini ke anak, hanya satu orang keluarga di kampung yang mengetahui ini," terangnya.

Saat ini, istri Hakim di kampung sedang mengandung. Hanyalah itulah alasannya bertahan, karena ingin menemani istrinya melahirkan.

Berikut data 6 orang yang berhasil selamat.

1. Muhammad Sabri (31) asal Aceh.
2. Fadlon Fahmi (30) asal Aceh.
3. Darmiyanti (30) asal Aceh.
4. Nasurddin (31) asal Aceh.
5. Zulhakimi Juni Saputra (30) asal Aceh.
6. Hazrami (31) diduga Tekong, asal Aceh.

Korban Meninggal Dunia.

1. Linda (31) asal Aceh.

Korban Hilang.

- Diketahui 3 orang, 2 orang Ibu dan Anak asal Jawa dan 1 orang lagi Abk kapal.

Editor: Dardani