Politik di Antara Liuk Perempuan Cantik Teluk Pandan
Oleh : Hendra Mahyudhy
Jumat | 22-02-2019 | 18:29 WIB
wanita-teluk-pandan.JPG
Para penghuni lokalisasi Sintai di Teluk Pandan saat menghadiri sosialisasi KPU. (Foto: Hendra Mahyudi)

RATUSAN perempuan cantik melenggok, siang itu. Langkah kaki yang biasa mereka lakukan di malam hari, saat menebar pesona menarik minat pria pencari hiburan sesaat di Pusat Rehabilitasi non-Sosial Teluk Pandan, Tanjunguncang, Kota Batam. Ada apa dengan para wanita cantik Teluk Pandan itu? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM Hendra Mahyudhy

Para wanita pekerja seks tersebut terlihat antusias siang itu. Mereka berjalan dengan lenggokan tubuh yang menggoda. Mereka tidak sedang melenggok di atas catwalk, tapi berjalan menuju aula mini, yang di depannya terpampang tulisan 'Pusat Rehabilitasi non-Sosial Teluk Pandan".

Siang itu, Selasa 19 Februari 2019, para wanita cantik Teluk Pandan itu seharusnya beristirahat, setelah semalaman bekerja memberikan layanan cinta sesaat. Tapi, siang itu, mereka harus mengikuti program sosialiasi Pemilu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam yang digelar di Lokalisasi Teluk Pandan.

Dalam data KPU, mereka adalah kelompok yang masuk program sosialiasi basis marginal. Dan KPU menjamin hak konstitusional mereka, untuk memiliki dan menggunakan hak pilih pada Pemilu yang akan datang.

"Seluruh warga negara memiliki hak yang sama untuk menerima informasi tentang pemilu dan berperan serta dalam pemilu. Tidak terkecuali kelompok-kelompok marginal di masyarakat," ujar Ketua KPU, Syahrul Huda, saat pelantikan Relawan Demokrasi, Januari lalu.

Perempuan Teluk Pandan itu adalah orang yang termarginalkan oleh kehidupan. Orang-orang yang diangap oleh masyarakat banyak, tersisih karena kerasnya kenyataan hidup yang menjerumuskan.

Banyak dari kita hanya melihat pada satu sisi sudut pandang semata. Seperti demoralisasi yang akan timbul pada remaja dan anak-anak, karena ulah para wanita ini. Terlepas dari itu semua, tidak bisa 100% kita mencap mereka sebagai penyebab rusaknya moral seorang manusia.

"Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia," ucap Presiden pertama RI, Ir Sukarno, kepada Cindy Adams yang menuliskannya dalam sebuah buku berjudul 'The Untold Story: Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia', terbitan Media Pressindo, 2014.

Bung Karno tidak sebarangan mengatakan itu. Sejarah mengabarkan dan dituliskan, revolusi tak hanya menarik minat kalangan terpelajar, perempuan 'bunga latar' pun itu, ikut berada dalam pusaran revolusi tersebut.

Berawal dari ide Mayor Jenderal dr. Moestopo, perempuan pekerja seks inipun bertugas menjadi intelejen mengumpulkan informasi dan menyabotase musuk (penjajah).

Itu adalah potret mereka di masa lalu. Dan di masa sekarang? Di tengah hingar-bingar pesta demokrasi lima tahun sekali ini, KPU menyambanginya untuk diajak ikut berpartisipasi.

Meski tidak lagi menjadi pengumpul informasi, namun peran mereka masih ada, walau tak terlalu diingat masa, seperti revolusi 1945.

"Menggunakan hak pilih adalah cara terbaik untuk membawa perubahan bangsa ini ke arah yang lebih baik ke depannya," ujar Ketua KPU Kota Batam, Syahrul Huda, Kamis (22/02/2019), saat memberi sosialisasi di Rutan Kelas IIA Barelang.

Dan bukankah mereka, para 'bunga latar' ini, bagian dari pembawa perubahan itu juga di pesta demokrasi yang segera berlangsung, yang dipenuhi harapan akan masa depan bangsa.

"Terlepas siapapun nanti presidennya. Saya hanya berharap perekonomian negara ini tetap stabil dan negara ini aman dan damai saja mas," ucap seorang pramuria di Teluk Pandan.

Editor: Dardani