Tiga Pilar Mengelola Kas Negara Guna Mengawal APBN
Oleh : Redaksi
Sabtu | 05-01-2019 | 15:52 WIB
eddy11.jpg
Edy Sutriono, Kepala Bidang PPA II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kepri.

Oleh: Edy Sutriono

Mengawali tahun 2019 Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan konferensi pers mengenai kinerja dan capaian APBN 2018. Pada kesempatan tersebut, Menkeu yang memperoleh predikat Finance Minister of the Year 2019 Global and Asia Pacific menjelaskan bahwa belanja negara untuk pertama kalinya hampir mencapai 100% yakni di level 99,2% dari target APBN dengan total Rp 2.202,2 triliun.

Capaian tersebut meningkat sebesar 9,7% apabila dibandingkan tahun sebelumnya baik dari sisi pertumbuhan maupun penggunaan anggaran. Lebih lanjut disampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia meski dibawah tekanan global,masih mengalami momentum pertumbuhan yang cukup kuat.

Mencermati capaian dan besarnya belanja APBN 2018 tersebut, tidak terlepas dari dukungan pengelolaan kas pemerintah yang efektif dan pruden yang dilaksanakan Kemenkeu selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kas yang bersifat likuid dan terbatas merupakan aset yang sangat penting untuk keberlangsungan belanja APBN.

Manajemen kas yang tangguh menjadi krusial disebabkan pemerintah memiliki sumber pendapatan yang bervariasi, demikian pula sisi belanja dan transfer ke daerah dan dana desa dengan berbagai karakteristiknya. Pemerintah harus mampu mengatur waktu dan volume arus masuk dan keluar kas untuk memastikan dan menjamin tidak terjadi kekurangan (gagal bayar) dan/atau kelebihan kas yang menganggur (idle).

Menilik prinsip tersebut, terdapat tiga pilar dalam mengelola kas yang telah dilaksanakan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan sehingga mampu mendukung, mengawal dan menjamin keberlangsungan belanja, transfer ke daerah dan dana desa pada APBN 2018 sebesar Rp2.202,2 triliun.

Pertama, Rekening Tunggal Perbendaharaan. Pengelolaan kas yang baik apabila pemerintah dapat memantau posisi kasnya secara efisien setiap saat. Langkah yang ditempuh dengan menerapkan rekening terpusat pada satu rekening (treasury single account atau TSA).

Ditjen Perbendaharaan memiliki satu rekening induk untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. Konsolidasi penerimaan dan pengeluaran dilakukan terhadap berbagai rekening lain yang diizinkan untuk menampung dana penerimaan dan pengeluaran. Rekening-rekening tersebut harus bersaldo nihil di setiap akhir hari kerja.

Penihilan dilakukan dengan memindahbukukan saldo pada hari kerja ke rekening induk TSA. Selanjutnya Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang melakukan belanja negara tidak diperbolehkan mengelola rekening untuk menampung dana dan membayar atas beban APBN tanpa pengawasan Kementerian Keuangan. Pembayaran belanja negara dilaksanakan melalui permintaan pembayaran ke Ditjen Perbendaharaan dan selanjutnya akan diatur pembayaran atas tagihan-tagihan tersebut.

Untuk belanja dalam jumlah relatif tidak besar, unit K/L diberikan dana dalam jumlah tetap yang bersifat bergulir setelah dipertanggungjawabkan. Demikian juga untuk badan layanan umum yang diberikan fleksibiltas untuk mengelola dana meskipun tetap harus dalam pengawasan Ditjen Perbendaharaan. Penertiban dan redesign atas rekening pemerintah lainnya yang masih ada dan rekening hibah langsung sehingga terkonsolidasi menjadi rekening penerimaan dan pengeluaran perlu dilakukan untuk masa yang akan datang.

Kedua, Perencanaan Kas. Perencanaan kas memegang peranan signifikan dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kas. Pemerintah harus memiliki informasi dan dapat memastikan perencanaan aliran masuk dan keluar kas yang biasa dikenal dengan istilah anggaran kas.

Terdapat konsep penyusunan anggaran kas menurut Jones (1996) yaitu pola pengeluaran, pola pendapatan, time schedule dan prakiraan anggaran kas yang dapat dilakukan pemerintah. Anggaran kas yang diusulkan oleh unit K/L baik unit penerimaan maupun pengeluaran cukup banyak dan bervariasi. Belanja yang bersifat rutin seperti gaji dan belanja operasional, perencanan kas akan cenderung lebih mudah untuk disusun, karena jumlah pengeluaran sepanjang tahun akan relatif stabil.

Akan tetapi, lain halnya dalam membuat anggaran kas untuk belanja yang bersifat non rutin. Unit kerja K/L harus mempertimbangkan tingkat prioritas waktu dan volume belanja sepanjang tahun anggaran, kapasitas sumber daya, dan hubungan antar kegiatan sehingga perencanaan kebutuhan kas dan pelaksanaan tidak signifikan berbeda atau deviasi tinggi. Kemampuan BUN melihat perilaku dan pola belanja dan penerimaan untuk dapat lebih menemukan model yang tepat perlu ditingkatkan untuk yang akan datang.

Ketiga, Manajemen Kekurangan/Kelebihan Kas. Menurut Ienert (2009) manajemen kas yang baik sasaran yang hendak dicapai adalah: (a) meminjam dana hanya pada saat diperlukan untuk menghemat biaya pinjaman; (b) mendapatkan hasil setinggi-tingginya dari penempatan dana atas kas menganggur serta; (c) mengelola risiko dengan cara berinvestasi jangka pendek atas kelebihan kas.

Ditjen Perbendaharaan selaku pengelola kas untuk mendukung dan mengawal postur APBN melakukan langkah pada kondisi kelebihan kas menggunakan Treasury Dealing Room (TDR) dengan cara penempatan kas negara di Bank Indonesia; penempatan kas negara di bank komersial: pada instrumen deposito overnight (1-3 hari); pada Deposit on Call yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pemberitahuan di awal; pada Deposito Berjangka yang dapat ditarik pada tanggal jatuh tempo; pembelian obligasi pemerintah dari pasar sekunder; dan/atau repo/reverse repo.

Imbal hasil atas penempatan tersebut menjadi bagian dari penerimaan negara bukan pajak. Sementara itu pada saat kekurangan akan melaksanakan sebaliknya dan mencari sumber pembiayaan lainnya. Peningkatan besaran imbal hasil penempatan di BI dan bank komersial, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, sistem berbasis IT dan variasi instrumen keuangan perlu ditingkatkan di masa yang akan datang.

Tiga pilar mengelola kas tersebut dijalankan secara disiplin dan pruden didukung IFMIS berbasis informasi dan teknologi sepanjang tahun fiskal APBN oleh Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu sehingga mampu menopang dan mengawal APBN 2018 dan menghadapi tantangan APBN 2019. "Mengawal dan Menjaga Postur APBN melalui Pengelolaan Kas yang Tangguh.

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja

Penulis adalah Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II