Polemik Pembangunan Masjid Agung Anambas

Ditentang Dewan, Ini Penjelasan Wakil Bupati Anambas
Oleh : Fredy Silalahi
Sabtu | 10-12-2016 | 09:38 WIB
dprdnatunadai1.jpg

Ketua Fraksi Akir, Muhammad Dai, saat mendengarkan penjelasan dari Wakil Bupati Tentang Pembebasan Lahan dan Pembangunan Masjid Agung. (Foto: Fredy Silalahi)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Penolakan oleh Ketua Fraksi Amanat Karya Indonesia Raya (Akir) yang mendesak agar proyek tahun jamak (multiyears) pembangunan Masjid Agung Kabupaten Kepulauan Anambas ditunda, mendapat sanggahan dari Pemerintah Kabupaten Anambas.

Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas, Wan Zuhendra menegaskan, pihaknya tetap melakukan MoU penganggaran Masjid Agung tahun jamak (Multiyears).

Alasannya, karena pembangunan Masjid Agung menyangkut khalayak orang banyak dan tentu membutuhkan waktu yang panjang. Wan khawatir, bila pembangunan fisik Masjid Agung dilakukan, maka tidak akan selesai hingga akhir masa jabatan Haris-Wan.

"Proses penganggaran kami ambil keputusan dilakukan multiyears. Kami paham apa yang dimaksud rekan-rekan DPRD, tetapi itikad kami harus menyelesaikan pembangunan Masjid Agung ini. Kami khawatir, bila tahun 2018 dimulai pembangunan tidak akan terselesaikan," ujarnya.

"Untuk pelelangan saja membutuhkan waktu 6 bulan, sementara waktu masa jabatan kami tidak lama lagi dan sesuai peraturan perundang-undangan, 6 bulan sebelum masa jabatan habis, maka tidak boleh dilakukan multiyears," tambahnya.

Sebelumnya, pada FGD Pembebasan Lahan Pembangunan Masjid Agung,pemilik lahan, Stefen Sim tidak menyetujui harga yang ditetapkan oleh tim penilai. Dan ia menyesali bahwa tak satu pun Pemerintah Daerah memberi kepastian.

"Sebenarnya saya tidak ingin melepaskan lahan itu, tetapi untuk pembangunan daerah, kami tidak mungkin menghalanginya. Tetapi, sebelumnya Bupati maupun Wakil Bupati tidak ada memberi kepastian harga itu, saya pikir harga Rp 2,3 miliar itu disetujui, dan kemarin hanya Camat yang menemui saya," ungkap Stefen Sim.

Sementara itu, Tim Penilai KJPP, Abdul Hamid Lubis ‎tidak berani memenuhi keinginan pemilik lahan tersebut. "Sesuai dengan pasar tanah, maka kami menetapkan harga permeternya Rp 160.000,berarti ganti rugi lahan seluas 9.999 meter itu dibandrol Rp 1.599.840.000," katanya.

Sedangkan, Panitia Pembebasan Lahan Hatta mengatakan, meskipun pemilik lahan keberatan dan ganti rugi lahan dititipkan dipengadilan,maka tidak boleh dilakukan pekerjaan diatas lahan tersebut.

"Kalau pemilik lahan keberatan,kami akan titipkan ganti rugi lahan ke pengadilan,dan menunggu kasasi,karena alas haknya belum dilepaskan oleh pemilik lahan,sehingga belum bisa dilakukan kegiatan diatas lahan itu," akunya.

Editor: Dardani