Surat Edaran Menteri KKP Dinilai Matikan Usaha Nelayan

Masyarakat Anambas Ancam Datangi Istana Presiden RI
Oleh : Fredy Silalahi
Kamis | 10-03-2016 | 19:42 WIB
istana-kepresidenan-ri.jpg
Istana Presiden RI (foto : ist)

BATAMTODAY.COM, Anambas - Masyarakat Anambas geram terhadap keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Pasalnya, belum lagi kelar masalah moratorium ikan napoleon (ketipas), kini KKP telah mengeluarkan surat edaran tentang kapal pengangkut ikan hasil pembudi-dayaan berbendera asing. Akibatnya, warga Anambas mengancam mendatangi istana Presiden RI di Jakarta.

Anggota DPRD Anambas, Yulius SH mengatakan, sikap KKP tersebut membunuh masyarakat Anambas secara langsung, terkait banyaknya nelayan pembudi-daya ikan napoleon yang menafkahi kehidupan nelayan.

"Jika itu dilakukan Pemerintah Pusat, sama saja mereka membunuh para nelayan yang ada di Anambas ini. Khususnya bagi pembudidaya ikan napoleon. Sebab mereka menggantungkan kehidupan dari menjual ikan napoleon ke Hongkong, sedangkan yang menjemput kesini kapal dari Hongkong langsung," kata Yulius Kamis (10/03/2016).

Yulius menjelaskan, Anambas ini berbeda dari yang lain, sebab disini pembudi-daya ikan napoleon. Pemerintah Pusat tidak melihat secara langsung bagaimana kehidupan di pulau yang juga perbatasan.

"Kalau hanya mendengar laporan dari staf dilapangan dan mereka hanya duduk dibelakang meja, ya gampang saja membuat keputusan. Coba Bu Menteri datang langsung kesini, lalu buat keputusan Bu!. Ingat kami ini yang berada di pulau dan kami juga berada diperbatasan. Beri kami perhatian," tegasnya.

Politisi Partai Gerindra itu menunjukkan surat edaran Menteri Susi nomor 721/DPB/PB.510.S4/II/2016, mengenai pencabutan surat ijin kapal pengangkut ikan hasil pembudi-dayaan berbendera asing (SIKPI-A). Pencabutan izin tersebut katanya, membuat gelisah warga Anambas dan telah menyampaikan ke DPRD, agar Pemerintah Pusat memberi solusi.

"Untuk saat ini, langkah cepat yang dapat dilakukan membantu masyarakat adalah, meminta Daerah ini diberikan kebijakan khusus, jangan disamakan dengan yang lain," ungkapnya.

Yulius menegaskan, saat ini DBH Migas hanya tinggal Rp7 miliar, lalu moratorium ikan napoleon, terakhir pencabutan SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan). Entah nanti apalagi kebijikaan pusat yang benar-benar menganak-tirikan daerah Anambas ini.

"Sekali lagi saya imbau untuk orang besar yang berada di Pusat sana, jangan buat disparitas yang membunuh masyarakatnya disini." tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan Perikanan Anambas, Yunizar mengakui menerima surat edaran tersebut Selasa (8/3/2016) lalu dan telah menyampaikan persoalan tersebut kepada Bupati Anambas Abdul Haris SH.
"Untuk saat ini Bupati akan menyurati  Kementerian, meminta pertimbagan tentang perlakuan khusus bagi Anambas," jelasnya.

Sebenarnya Surat Edaran itu lanjut Yunizar adalah untuk mencegah masuknya kapal asing yang membawa potasium dan sianida dari luar negeri.

"Pertimbangan khusus untuk Anambas, tidak ada potasium dan pengeboman lagi, kalau memang diberlakukan, kami meminta diberikan kesempatan kepada pengusaha lokal mengurus izin SIKPI di Anambas,"ungkapnya.

Yunizar menerangkan, pihaknya mempunyai kapal angkut berbobot 150 GT eks asing, dengan beberapa izin yang sudah ada. Namun kapal pengangkutan ikan hidup itu, berbeda dengan kapal pengangkut ikan mati, karena merupakan kapal khusus tersendiri, untuk banyak menampung ikan yang masih hidup.

"Kapal pengakut ikan hidup punya klasifikasi sendiri, kapal ini tak pakai frezer maupun kontainer, karena berisi air," jelasnya.

Editor : Udin