Dukung Indonesia Lawan Uni Eropa di Sidang WTO: Demi Sumber Daya Alam Indonesia
Oleh : Opini
Jumat | 24-01-2020 | 14:53 WIB
wto11.jpg
Logo WTO. (Foto: Ist)

Oleh Jonathan Alfred Talenggen

WAKIL Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menuturkan, dalam kasus sawit, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah menyiapkan daftar pertanyaan kepada UE terkait terkait kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation yang merugikan industri sawit Indonesia.

Pertanyaan itu, akan menjadi bahan konsultasi di WTO pada 28 Januari di Swiss. Proses pertama yakni konsultasi penjabaran maksud kedua pihak pada 30-31 Januari 2020 di Jenewa, Swiss. Pemerintah akan fokus pada hal-hal yang sifatnya substansi khusus sawit dan apa-apa saja yang dilanggar.

Pemerintah, kata dia, telah secara resmi melayangkan gugatan terkait perlakuan diskriminatif UE kepada WTO pada 15 Desember 2019. Dengan gugatan ini, Indonesia meminta UE dapat segera mengubah kebijakan RED II dan Delegated Regulation serta menghilangkan status Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi pada minyak kelapa sawit.

UE dipastikan bakal mewajibkan penggunaan bahan bakar di kawasan mereka berasal dari energi yang dapat diperbarui mulai 2020 hingga 2030 melalui kebijakan RED II. Kebijakan itu akan melarang penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai
energi yang dianggap tidak ramah lingkungan.

Sementara itu, Delegated Regulation merupakan aturan pelaksana RED II yang mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki ILUC berisiko tinggi. Mulai tahun ini, biodiesel Indonesia kena tambahan tarif bea masuk (BM) 8-18% dan berlaku sampai lima tahun.

Jerry mengatakan, Kemendag tidak akan melakukan retaliasi dengan menghambat ekspor produk UE ke Indonesia. Gugatan di WTO merupakan pembuktian Indonesia kepada forum internasional yang perlu dihormati terkait perdagangan.

Dia menambahkan, proses gugatan di WTO akan memakan waktu yang cukup lama apabila tahap konsultasi selama 30 hari menemui jalan buntu. Tahapan selanjutnya yang lebih tinggi yakni sidang panel yang batasnya 60 hari sejak dimulainya tahap konsultasi.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati juga berharap ditemukan kesepakatan dalam forum konsultasi. Dalam forum ini, Indonesia akan didampingi dengan firma hukum internasional yang berbasis di Brussels, Belgia. Namun, pemerintah tetap membuka kesempatan pengacara Indonesia untuk berpartisipasi.

Pertemuan konsultasi merupakan langkah awal dari penyelesaian sengketa di WTO. Tujuan konsultasi adalah meminta klarifikasi atas isu-isu yang dipermasalahkan dan mencari solusi yang memuaskan kedua pihak tanpa harus melalui proses litigasi WTO. Pada tahapan ini, terbuka ruang seluas-luasnya bagi Indonesia untuk meminta klarifikasi kepada pihak UE.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor biodiesel dan minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa dalam lima tahun terakhir turun. Pada Januari–Oktober 2019, nilai ekspor minyak kelapa sawit dan biodiesel ke UE mencappai US$ 957 juta atau menurun 8,63% dibandingkan periode sama 2018 sebesar US$ 1,07 miliar.

Di sisi lain, Indonesia bersiap melakukan pertemuan konsultasi untuk membahas kebijakan mineral dan batu bara dengan UE. Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung pada 30 Januari 2020 di kantor WTO, Jenewa, Swiss.

Sebelumnya, pada 29 November 2019, Indonesia telah menyetujui permintaan konsultasi oleh Uni Eropa dalam kerangka WTO guna membahas kebijakan mineral dan batu bara Indonesia. Pertemuan konsultasi ini merupakan tindak lanjut dari gugatan Uni Eropa atas kebijakan ekspor nikel yang dikeluarkan Indonesia.

Salah satu objek dari konsultasi ini mencakup Undang–Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara serta beberapa peraturan turunannya. Pemerintah Indonesia menegaskan, tidak ada peningkatan tensi hubungan antara UE dan Indonesia.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan aturan pelarangan ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sudah sewajarnya Indonesia melawan Uni Eropa dalam mempertahnkan sustainability lingkungan hidup dan sumber daya alamnya ke depan, karena kebijakan Uni Eropa terkait kelapa sawit dan nikel selama ini dapat dinilai membahayakan dan merugikan Indonesia di masa depan.

Langkah pemerintah Indonesia yang menggugat Uni Eropa di WTO karena kebijakan Uni Eropa selama ini terkesan diskriminatif, mendikte dan melecehkan kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka yang memiliki kebebasan dan hak untuk mengelola sumber daya alamnya dengan prinsip kehati-hatian.

Oleh karena itu, langkah pemerintah Indonesia perlu mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia karena sudah on the right track, dan keputusan WTO juga jangan sampai berat sebelah, karena akan berimplikasi panjang jika Indonesia mengalami kekalahan dalam sidang di WTO.*

Penulis adalah Pemerhati masalah Indonesia