Serahkan Sejumlah Barang Bukti

Pengacara Ungkap Sejumlah Kejanggalan Kasus Penggelapan Yon Fredy
Oleh : Charles Sitompul
Sabtu | 11-02-2017 | 11:38 WIB
Jakobus01.gif

Jakobus Silaban, SH selaku Penasehat Hukum terdakwa Yon Fredy alias Anton. (Foto: Charles Sitompul, Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kuasa hukum Yon Fredy alias Anton, Jakobus Silaban dan Herman SH juga memberikan sejumlah bukti dan membeberkan kejanggalan sidang atas tuduhan penggelapan batu bauksit sebagaimana dilaporkan Aditya Wardana, ‎Dirut PT Gandasari terhadap kliennya.

Hal itu berkaitan dengan surat penetapan Majelis Hakim PN Tanjungpinang pada 14 November2016 Nomor:283/Pend.Pid/B/2015/PN.Tpg dan Surat limpahan perkara dengan acara pemeriksaan biasa, pada 04 September 2015 Nomor: 1494/N.10.10/Epp.2/09/2015 atas nama terdakwa Yon Fredy yang kembali dilanjutkan PN Tanjungpinang, pada 14 November 2016 dengan agenda pemeriksaan saksi Aditya Wardana, Haryadi Alias Acok, Farada Hakim dan Edy Susanto.

"Dalam hal ini terjadi hal yang diluar kelaziman yaitu bahwa pemeriksaan saksi dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan penetapan Hakim pada tanggal 14 November 2016. Kendati sebelumnya, perkara pidana Nomor:283/Pend.Pid/B/2015/PN.Tpg telah disidangkan pada 05 September 2015 sebagai mana surat dakwaan yang dibacakan JPU Efan Apturedi.SH dari Kejaksaan Negeri sebelum-nya," ujar Jakobus Silaban dalam pledoi pembelaanya di PN Tanjungpinang, Jumat (10/2/2017).

Logikanya, tambah dia, jika dibuka atau dilanjutkan kembali dari sidang setelah adanya Putusan Sela, yang memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Tanjungpinang mengembalikan berkas perkara atas nama Terdakwa Yon Fredy Alias Anton Kepada Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, haruslah ada berita acara penunjukan/penggantian Jaksa Pengganti kembali. Jika Jaksa yang semula telah digantikan kepada Jaksa yang saat ini menyidangkan, demikian juga berkas perkara, seharusnya juga kembali dilimpahkan dengan nomor dan register perkara Baru.

"Dari Surat Tuntutan JPU, kami juga melihat banyak keterangan dan petunjuk yang dituangkan didalam tuntutan tidak sesuai dengan keterangan dan fakta yang disampaikan saksi dan Terdakwa di persidangan. Demikian juga Surat, hal ini jelas sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 188 KUHAP," ujarnya.

Menurutnya, JPU dalam surat tuntutannya, juga tidak menuangkan seluruh saksi-saksi yang hadir dan memberikan keterangan didalam persidangan. Melainkan hanya memilih-milih saksi yang dirasanya dapat mendukung dakwaannya yang sesat.

"Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada JPU, dengan tuntutannya, JPU seolah ingin menutup-nutupi kebenaran yang terungkap dalam persidangan, demi membenarkan kesalahan atas dakwaannya," kata Jakobus.

Demikian juga unsur-unsur delik pasal 372 KUH Pidana yang menurut JPU dalam Tuntutanya telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan. Bagaimana mungkin Terdakwa dapat mengakui tindakan yang tidak dilakukannya sesuai yang didakwakan.

Dalam dakwaan Terdakwa dimintai pertanggungjawaban selaku pribadi terdakwa sementara tindakan yang dilakukan oleh terdakwa adalah bertindak untuk dan atas nama perseroan yaitu PT Lobindo Nusa Persada.

Dipersidangan terungkap fakta bahwa meskipun yang diambil oleh Terdakwa adalah bauksit yang setelah dihitung nilainya sebesar Rp 728.070.000,- (tujuh ratus dua puluh delapan juta tujuh puluh ribu rupiah), namun jumlah tersebut sebagiannya adalah juga masih milik Terdakwa sendiri. Sesungguhnya adalah bahwa seluruh bijih bauksit merupakan milik PT Lobindo Nusa Persada yang didasari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang merupakan milik PT Lobindo Nusa Persada.

"Oleh karena IUP adalah milik PT Lobindo Nusa Persada, maka seluruh bijih bauksit yang dihasilkan dari lokasi tambang berdasarkan IUP tersebut adalah milik mutlak dari PT Lobindo Nusa Persada. Kami melihat kekeliruan dari JPU disini adalah karena JPU tidak dapat memisahkan antara kepemilikan hak atas lahan dan kepemilikan hak atas eksplorasi kekayaan alam yang ada dibawah lahan tersebut, yang mana kedua-duanya adalah hal yang saling berbeda dan harus dipisahkan," ungkapnya.

Atas sejumlah Fakta tersebut, Kuasa hukum Yon Fredy alias Anton meminta pada Majelis Hakim, nenerima seluruh Nota Pembelaan yang diajukan oleh Terdakwa secara pribadi dan yang diajukan oleh Penasihat Hukumnya.

"Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana penggelapan sebagai mana dakwakan JPU dan membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan JPU,"Ujar Jakobus.

Atau, setidak-tidaknya membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan Terdakwa, jika terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum akan tetapi Terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana melainkan hubungan Perdata, serta melakukan rehabilitasi terhadap nama baik dan martabat Terdakwa.

Editor: Yudha