Dilema Tuntutan UMKU Buruh Dengan Percaturan MEA di Kepri
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 03-12-2015 | 09:44 WIB
images.jpg
Pejabat Gubernur Kepri, Agung Mulyana

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Dalam percaturan pemberlakuan MEA, terdapat 3 ciri khas dan fundamental utama yang sejatinya harus dikembangkan. Pertama kemudahaan bergeraknya Sumber Daya Manusia (SDM) profesional di kalangan Negara Asean. Kemudian kemudahan bergeraknya modal investasi disesama Negara Asean dan yang terakhir kemudahan bergeraknya barang-barang hasil produksi negara Asean di wilayah negara Asia.

"Dengan kemudahaan bergeraknya SDM yang profesional yang memiliki sertifikasi dikalangan Negara Asia,  tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi Tenaga Kerja Indonesia,"jelas Pejabat Gubernur Kepri, Agung Mulyana baru-baru ini.
     
Upah Minimum Kelompok Usaha (UMKU) misalnya, jika diberlakukan dengan kelompok Usaha yang sudah di klasifikasi, seperti perusahaan galangan kapal dan perminyakan pada kelompok usaha berat, pariwisata dan lain-lainya pada kelompok Usaha sedang dan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai kelompok Usaha kecil, maka secara otomatis akan menangguk keuntungan bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) yang akan bekerja di Batam, Tanjungpinang, Karimun dan perusahaan lainya.

"Sertifikasi keahliaan yang dimiliki TKA itu, misalnya welder atau keahliaan lain yang dimiliki TKA dengan sertifikasi great utama, maka besaran upah TKA yang bekerja di perusahaan Batam maupun daerah lain di Kepri pada sektor usaha logam berat itu, akan memperoleh upah sektoroal yang lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja kita yang sudah sepuluh tahun bekerja karena belum memiliki Sertifikasi,"terangnya

Demikian juga disektor posisi, maka dengan adanya sertifikasi yang dimiliki TKA yang baru bekerja 1 tahun di perusahaan itu, secara langsung akan mendapat posisi yang bagus. Sementara buruh lokal yang sudah bertahun-tahun bekerja disana, tetap hanya sebagai pekerja biasa dengan gaji yang juga minim pula, hanya karena belum memiliki sertifikasi.

Oleh Sebab itu kata Agung lagi, kalau mau membuat pembedaan upah, harusnya disesuaikan dengan Pasal 14 PP-78 tentang Penetapan UMK. Pembedaan Upah dalam Pasal ini dapat dilakukan atas dasar masa kerja, kompetensi, jabatan dan golongan.

Sehingga Agung Mulyana merasa, tuntutan UMKU oleh buruh sangat riskan dengan tantangan pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan di hadapi Indoensia pada 1 Januari 2016 mendatang.


Sebagaimana diketahui, PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang ditandatangani Presiden Jokowi sebenarnya sudah mengatur 'agak' rinci mengenai masalah upah minimum setiap Kabupaten/ Kota yang ditetapkan setiap tahunnya.

Sedangkan penetapan upah minimum yang dilakukan Gubernur sebagai jaring pengaman, merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas upah tanpa tunjangan, upah pokok termasuk tunjangan tetap sebagaimana bunyi pasal 41 ayat 2 PP-78 tersebut.

Dalam PP itu juga ditegaskan, upah minimum sebagaimana yang ditetapkan Gubernur hanya berlaku bagi pekerja/ buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan bersangkutan. Sedangkan upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih, dapat ditentukan melalui perundingan secara bipartit antara pekerja/buruh dengan pihak pengusaha diperusahaan yang bersangkutan. Penetapan upah minimum itu sendiri dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud menurut PP ini merupakan standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 bulan, yang terdiri atas beberapa komponen jenis kebutuhan hidup. Sedangkan komponen sebagaimana dimaksud dan jenis kebutuhan hidup sebagaimana dimaksud, ditinjau dalam jangka waktu 5 tahun

Peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup itu sendiri dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja, dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional yang menggunakan data dan informasi yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. Sedangkan rumusan penetapan upah minimum sebagai mana yang diisyaratkan PP-78 tahun 2015, dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum, yakni : UMn = UMt + { UMt x (Inflasit + % ∆ PDBt)} dan Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi yang dihitung berdasarkan formula itu.

Terkait peninjauan kebutuhan hidup layak, Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi dengan memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan Provinsi. Sehingga rekomendasi dewan pengupahan Provinsi sebagaimana dimaksud didasarkan pada hasil peninjauan kebutuhan hidup layak yang komponen dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Bahkan PP ini juga menyebut, Gubernur dapat menetapkan upah minimum Kabupaten/ Kota lebih besar dari upah minimum provinsi di provinsi. Dan PP itu mulai berlaku pada tanggal 23 Oktober 2015.


Editor : Udin