Kuasa Hukum Anton Sebut Ada Pemaksaan Kasus Penggelapan oleh Polisi dan Jaksa
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 01-10-2015 | 08:46 WIB
IMG_20150930_134943.jpg
Suasana sidang degan agenda eksepsi dari pihak PT Gandasari Resources. (Foto: Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kuasa Hukum terdakwa penggelapan Yon Fredy alias Anton, Herman SH, menduga adanya pemaksaan kasus penggelapan yang dilakukan polisi dan jaksa tehadap klienya, terkait dalam penambangan bauksit yang didasari atas perjanjian yang dilanggar PT Gandasari Resources (GR).    

Dugaan pemaksaan kasus itu disampaikan kuasa hukum Yon Fredi alias Anton, Herman SH dan timnya, dalam sidang lanjutan dengan agenda eksepsi keberatan terdakwa Anton di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (30/9/2015).
 
Dugaan pemaksaan kasus ini, kata Herman, menyebabkan surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) atas terdakwa Yon Fredy alias Anton bernomor Reg.Perkara;PDM-91/TG.PIN/Ep.2/07/2015 cacat formal, kabur, tidak cermat dan tidak jelas dalam menganalisa secara yuridis kronologis permasalahan.

"Surat dakwaan JPU tidak dapat diterima, karena perkara perdata yang sebelumnya dimenangkan terdakwa di PN dan PT atas gugatan PT Gandasari, sampai saat ini masih kasasi dan belum berkekuatan hukum tetap," ujar Herman SH dan tim-nya kepada wartawan usai sidang. 

JPU dalam menjerat terdakwa melakukan penggelapan sesuai pasal 372 KUHP adalah surat kuasa penambangan bauksit, tanggal 16 Mei 2011. Karena terdakwa telah mengambil bauksit hasil penambangan yang dilakukan PT Gandasari saat masih memiliki Kuasa Penambangan (KP) dari terdakwa tanpa seizin PT Gandasari Resources. 

"Namun sesuai dengan bukti surat Putusan Perdata PN nomor 42/Pdt.G/2014/PN.TPI dan Putusan PT Riau atas Perkara Perdata Nomor 59/PDT/2015/PT.PBR dan rilis pemberitahuaan atas putusan yang dimenangkan terdakwa Yon Fredi alias Anton selaku Dirut PT Labindo melawan PT Gandasari, prosesnya hingga saat ini masih dalam pemeriksaan kasasi MA," bebernya. 

Ditambahkan Herman lagi, surat kuasa penambangan bauksit tanggal 16 Mei 2011 yang diberikan PT Labindo itu merupakan objek yang dipersengketakan terkait keabsahan serta wanprestasi yang dilakukan PT Gandasari. Ternyata, yang melakukan penambangan di lokasi itu adalah pihak ketiga yaitu PT Wahana Karya Suksesindo Utama.

"Atas dasar itu, surat dakwaan JPU sangat primatur, karena belum ada putusan hukum kasasi MA atas kasus perdata yang disengketakan. Hingga dalam hal ini tidak terjadi adanya putusan yang saling bertentangan," jelasnya.

Tim kuasa hukum Anton pun menyatakan, jika surat dakwaan JPU sebenarnya sudah cacat formal dari awal karena tidak sesuai dengan pasal 143 ayat 2 KUHAP, khusunya menyangkut syarat formil dan materil.

Sesauai dengan pasal 372 KUHP tentang penggelapan yang didakwaan JPU, berkaitan dengan usaha pertambangan bauksit dengan izin usaha pertambangan (IUP) bauksit nomor 226/IV/2015 yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Bintan pada 25 April 2011, merupakan milik PT Labindo. Sedangkan pemilik tanah HGB nomor 232/Kampung Kijang atas nama PT Lobindo. 

Sedangkan pelaksanaan penambangan dilakukan PT Gandasari Resources atas adanya surat perjanjian kerja sama penambangan yang tertuang dalam Akte Nomor 15 tanggal 26 Novenber 2010 serta Surat Kuasa Penambangan tanggal 16 Mei 2011 dari PT Labindo ke PT Gandasari Resources. 

"Dan ketika surat kuasa tersebut dicabut atas wanprestasi yang dilakukan PT Gandasari, maka apa yang diberikan dalam kuasa akan kembali kepada pemberi kuasa. Dan dalam BAP penyidik kepolisan atas perkara yang disangkakan penyidik polisi memenggal-menggal hubungan perdata PT Labindo dan PT GR, hingga kasus ini terkesan dipasakan," pungkasnya.

Atas eksepsi tersebut, Ketua Majelis Hakim PN Tanjungpinang Jupriayadi SH menyatakan akan memberikan kesempatan pada JPU untuk memberikan tanggapan dan sidang akan kembali dilaksanakan dua pekan mendatang. 

Editor: Dardani