Polres Tanjungpinang Dituding Tebang Pilih dalam Mengusut Kasus Korupsi Baju Linmas Satpol PP Kepri
Oleh : Charles Sitompul
Sabtu | 12-09-2015 | 20:49 WIB
korupsi.jpg
ilustrasi.net

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Kepolisian Resor (Polres) Tanjungpinang dituding tebang pilih dalam mengusut kasus korupsi pengadaan 3.500 baju Linmas Satpol PP Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, dengan hanya menetapkan satu orang tersangka dalam korupsi pada proyek yang didanai APBD Kepri 2014 sebesar Rp 2,9 miliar lebih itu.


Sejumlah warga Lingga menyesalkan sikap Polres Tanjungpinang yang hanya menetapkan satu tersangka, yakni salah calon Bupati ‎Lingga berinisial UT, dalam kasus tersebut. "Ini sangat zholim dan bernuansa politis untuk menjatuhkan mental dan karakter salah seorang calon bupati di Lingga,"ujar salah seorang warga Lingha yang namanya enggan disebut pada BATAMTODAY.COM, Sabtu(12/9/2015).

Selain itu, kata warga yang mengaku pendukung calon Bupati yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi ini, polisi juga melakukan tebang pilih dalam melakukan pengusutan korupsi pengadaan baju Linmas Satpol PP Propinsi Kepri ini. Pasalnya, kasus tersebut melibatkan Pokja LPSE, kontraktor, PPTK, serta Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) pada proyek pengadaan barang dan jasa tersebut.

"Kami juga mempertanyakan kinerja Polres Tanjungpinang yang terkesan melakukan tebang pilih dalam pengusutan korupsi pengadaan naju Linmas ini. Mengapa hanya satu tersangka yang ditetapkan. Jika memang serius, semua yang sudah diperiksa itu terlibat, mulai dari pokja, kontraktor, PPTK, PPHP dan bahkan termasuk bendahara," ujarnya lagi.

Warga lainnya menyatakan, dari awal pelaksanaan pengadaan baju Linmas di Satpol-PP Kepri 2014 itu, sudah sarat dengan tekanan oleh salah seorang kontraktor yang diduganya merupakan rekan oknum polisi yang bertugas di Polres Tanjungpinang.

"Kami mensinyalir, pengusutan kasus pengadaan baju Linmas ini didasari kepentingan dan atas laporan salah seorang kontraktor rekan oknum polisi yang kalah saat tender pelaksanaan proyek," ujarnya.

Sementara itu Kapolres Tanjungpinang AKBP Dwita Kumu Wardana yang beberapa kali dikonfirmasi terkait pengusutan dan penetapan tersangka dugaan korupsi pengadan baju Linmas di Satpol PP Provinsi Kepri 2014 ini, terkesan 'bungkam' dan enggan memberikan tanggapan. Begitu juga dengan Kasat Reskrim AKP Reza Morandi Tarigan.

Padahal sebelumnya, Kapolres Dwita Kumu Wardana mengatakan, pelaksanaan pengusutan dan penetapan tersangka korupsi pengadaan baju Linmas di Satpol-PP Kepri 2014 akan diundur hingga pelaksanaan Pilkada selesai. Alasannya, saat ini sedang berjalan proses pelaksanaan Pilkada. Sehingga dia takut jika kasus korupsi yang disidik itu akan menjadi alat politik bagi rival ‎salah satu calon.

"Penyelidikan dan penyidikan korupsi baju Linmas di Satpol PP Provinsi Kepri ini untuk sementara kami tunda hingga pelaksanaan Pilkada pada Desember 2015 mendatang selesai. Apalagi menyangkut salah seorang calon, nanti dimanfaatkan rival politiknya pula," ujarnya

‎Namun kenyataannya, melalui SPDP Penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polres Tanjungpinang bernomor: SPDP/69/IX/2015/Reskrim tanggal 8 September 2015, Polres Tanjungpinang menetapkan UT sebagai tersangka. Dalam SPDP itu, tersangka UT yang disangkakan melakukan korupsi telah me‎langgar pasal 2 jo pasal 3 jo UU nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dugaan korupsi pengadaan pakaian dinas lengkap Hansip/Linmas Satpol PP Provinsi Kepri 2014 yang dikerjakan CV Nayla melalui kontrak nomor 01.0/KONTR-BRG/PPK-SAT.PP/VII/2014 tanggal 23 Juli 2014 dengan nilai kontrak Rp 2,9 Miliar itu, Polisi juga telah memeriksa Direktur Utama CV Nayla, Djaya M selaku penyedia barang. Lalu Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) I Gede Gunawan serta Ketua Pokja Pelelangan LPSE Nanang Suheri dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Edwin serta Bendahara Satpol-PP Kepri, Faizal.

Adapun modus operandi yang dilakukan tersangka UT yakni dengan melakukan mark-up harga. Sehingga nilai kontrak tidak sesuai dengan Hasil Perkiraan Sementara (HPS) proyek. Bahkan spesifikasi yang diadakan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak. Mirisnya lagi, tersangka UT dikatakan, menerima aliran dana ratusan juta yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp1,6 milliar.

Editor : Udin