Kejati Kepri Hentikan Penuntutan Perkara Pidana di Tarempa melalui Restorative Justice
Oleh : Devi Handiani
Kamis | 04-04-2024 | 09:24 WIB
0404_ekspose-perkara-rj_03493483418.jpg
Kajati Kepri Dr Rudi Margono SH MHum melakukan ekspose perkara pidana bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA), Ibrahim Soleh SH MH. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM , Tanjungpinang - Kajati Kepri Dr Rudi Margono SH MHum melakukan ekspose perkara pidana bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda), Ibrahim Soleh SH MH.

Ekspose perkara secara virtual mengajukan 1 perkara pidana yang dimohonkan untuk diterapkan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif, Selasa (02/04/2024), diikuti Wakajati Kepri Rini Hartatie SH MH, Aspidum Bayu Pramesti SH MH, Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara. Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Tarempa Niky Junismero SH MH juga turut hadir secara virtual.

Saat dikonfirmasi, Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso SH MH menyampaikan, bahwa Cabang Kejaksaan Negeri Natuna di Tarempa mengajukan penghentian penuntutan perkara tindak pidana orang dan harta benda (Oharda) melalui restorative justice atau RJ.

"Tersangka perkara Oharda adalah Roni alias Roni bin Burhan dalam perkara tindak pidana penganiayaan melanggar Pasal 351 KUHP," jelasnya.

Adapun dari permohonan pengajuan terhadap 1 perkara tindak pidana Oharda atas nama RONI alias Roni bin Burhan, melanggar Pasal 351 KUHP, untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Telah dilaksanakan proses perdamaian, di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maaf;

2. Tersangka belum pernah dihukum;

3. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;

4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;

5. Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat di mana kedua belah pihak sudah saling memaafkan, dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;

6. Pertimbangan sosiologis;

7. Masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau RJ.

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan segera Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Tarempa untuk memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kasi Penkum menambahkan, bahwa Kejati Kepri melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.

"Merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.

"Melalui kebijakan restorative justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana," pungkasnya.

Editor: Gokli