MUI dan PBNU Kritik Aturan Absen Fingerprint Salat Subuh Pemprov Kepri
Oleh : Redaksi
Rabu | 06-03-2019 | 13:16 WIB
fingerrint.jpg
Ilustrasi mesin absen fingerprint

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud menyoroti soal domain Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) terkait aturan absen sidik jari atau fingerprint salat Subuh. Syuhud mengatakan masih banyak urusan lain yang perlu dikerjakan oleh pemerintah.


"Kalau saya sih nggak ngomong perlu atau tidak perlu, domainnya atau bukan," kata Syuhud saat dihubungi, Selasa (5/3/2019) malam.

Syuhud mengatakan ibadah itu merupakan kewajiban dari pribadi setiap muslim. Hukuman pun akan diterima oleh individu masing-masing.

"Ya ibadah itu kan kewajiban individu-individu yang memang harus. Salat itu kewajiban itu kewajiban individu, hukumannya pun hukuman individu," ujarnya.

Dia lantas menceritakan soal banyaknya urusan agama yang dikelola oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah saat ini mengurusi soal wakaf hingga haji.

"Memang sudah ada banyak contohnya, begini misalnya kalau zaman dulu, itu haji apa itu diurusi kiai-kiai, sekarang yang diurusi kiai tinggal mayit saja. Urusan haji sudah pemerintah, urusan zakat itu sudah pemerintah, urusan wakaf sudah diurusi pemerintah, sekarang urusan jemaah haji sudah diurusi pemerintah," tutur dia.

Bukan tugas pokok
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai aturan terkait absen sidik jari atau fingerprint salat Subuh sebagai sesuatu yang baik. Namun PBNU menilai Pemprov Kepulauan Riau sudah mengeluarkan kebijakan yang di luar tugas pokoknya.

"Saya kira begini, jangan sampai hal-hal yang sifatnya, pejabat apalagi pimpinan seperti gubernur sampai ke aparat-aparatnya, ke eselon II, itu ada tupoksinya. Saya kira kalau tupoksi sudah dilaksanakan dengan baik dan target yang ingin dicapai oleh gubernur di daerah itu sudah bisa terukur, saya itu sudah baik sehingga persoalan-persoalan yang terkait dengan Salat Subuh itu walaupun itu hal yang baik, saya kira itu menjadi hal yang di luar tugas pokok," kata Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi, saat dihubungi, Selasa (5/3/2019) .

Baidlowi kemudian menjelaskan mengenai kaidah usul fikih tentang pemimpin. Merujuk pada kaidah usul fikih tersebut, seorang pemimpin bisa disebut berhasil jika mampu menyejahterakan rakyatnya. Poin kesejahteraan rakyat itulah yang disebut Baidlowi merupakan tugas pokok dari pemerintah.

"Karena begini, pimpinan itu, pimpinan dalam hal ini gubernur atau bupati atau siapapun itu, itu terkena satu, kalau dalam kaidah fikih itu, ada kata-kata bunyi Tasharruful Imam Ala Al-Raiyyati Manutun Bil Maslahah. Bahwa pemimpin itu bisa disebut berhasil kalau dia itu dalam kepemimpinannya bisa mampu menyejahterakan masyarakatnya, memaslahatkan, kemasalahatan rakyat. Jadi itu tujuannya rakyat itu bagaimana bisa sejahtera, ekonominya bagus, orang yang nggak dapat pekerjaan bisa dapat pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi bagus, otomatis kan sehingga menimbulkan peluang tenaga kerja. Itu yang saya kira tugas-tugas yang pokok di situ," ujar dia.

"Jangan kemudian orang diobrak-abrik, salat Subuh berjemaah subuh tapi tugas pokoknya tidak dipantau secara tertib," sambungnya.

Baidlowi pun berharap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu tidak menimbulkan kontroversi. Dia meminta pemerintah untuk tetap menjaga irama kerja birokrasi sehingga tugas pokok pemerintah bisa dikerjakan dengan tuntas.

"Maka yang ingin saya tekankan, saya kira yang lebih penting adalah yang berkaitan Tasarroful Imam Ala Al-Raiyyati Manutun Bil Maslahah karena itu ada tupoksinya masing-masing. Kalau itu berkaitan dengan salat subuh yang harus pakai fingerprint, itu kan ada SK. Bagus lah kalau itu bisa dilaksanakan tapi kalau itu ada orang yang tidak melaksanakan dan bisa timbul kontroversi atau kontraproduktif dan menimbulkan persoalan di dalam tubuh birokrasi itu menjadi kurang baik, menjadi tidak produktif," papar dia.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menerapkan absen fingerprint atau sidik jari salat Subuh berjemaah di masjid khusus untuk pejabat eselon II. Namun kebijakan Gubernur Kepri Nurdin Basirun itu ditolak pejabat di lingkungannya.

Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana mengatakan kebijakan itu bersifat imbauan, namun dia menolak untuk absen fingerprint salat Subuh. Meski demikian, Tjetjep mengatakan kebijakan itu untuk menggairahkan salat Subuh berjemaah di masjid.

"Saya salat Subuh berjemaah di masjid, ikut gubernur, namun saya tidak fingerprint. Salat itu kewajiban, hubungan antara saya dengan Allah, jadi tidak perlu absen," kata Tjetjep di Tanjungpinang Senin (4/3/2019).

Sumber: Detikcom

Editor: Surya