Korupsi Pengadaan Fasum dan Fasos Natuna 2011

Hakim MA 'Bonus' Hukuman Mantan Bupati Natuna Raja Amirullah Jadi 5 Tahun Penjara
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 10-05-2018 | 08:04 WIB
raja-amirullah-bersama-charles-sitompul.jpg
Mantan Bupati Natuna Raja Amirullah saat bersama sejumlah wartawan beberapa waktu lalu (Sumber foto: koranpeduli.com)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Upaya hukum kasasinya ditolak, Hakim Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar, kembali menambah hukuman mantan Bupati Natuna Raja Amirullah jadi 5 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 6 bulan Kurungan dalam korupsi pengadaan lahan fasilitas umum (fasum) Kabupaten Natuna 2011.

Putusan dijatuhkan Hakim MA, Artidjo Alkostar, selaku Ketua Majelis dan Abdul Latief serta MS Lume SH sebagai Hakim Adhock anggota di Jakarta, melalui putusan kasasi MA nomor No.826K/PIDSUS/2018, Rabu 7 Maret 2018.

Humas dan Plt Ketua Pengadilan Tanjungpinang, Edward P Sihaloho, mengatakana, petikan putusan Majelis Hakim MA atas nama terdakwa Raja Amirullah tersebut telah diterima Pengadilan Negeri Tanjungpinang pada Senin, 9 April 2018. Selanjutnya, telah diberitahukan kepada terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Petikan putusan Hakim MA ini juga telah kami beritahukan kepada terdakwa maupun penuntut umum. Sedangkan untuk putusan lengkapnya kami belum menerima kirima putusan dari Mahkamah Agung," sebutnya.

Dalam putusan Majelis Hakim Agung terhadap terdakwa, tambah Edward, menyatakan, menolak pemohonan kasasi dari pemohon kasasi, terdakwa Raja Amirullah.

Memperbaiki amar putusan Pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor: 41/PIDSUS/TPK/2016/PT PBR Tanggal 18 Februari 2016 yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor: 1/PITSUS/TPK/2015/PN TPG Tanggal 17 Juni 2015. Menyatakan, terdakwa Raja Amirullah telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidan korupsi.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Raja Amirullah dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka denda tersebut diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," sebutnya.

Dalam putusanya, Hakim MA juga memerintahkan agar terdakwa ditahan dan sejumlah barang bukti perkara dikembalikan kepada Bendahara Pengeluaran Sekretaris Kabupaten Natuna. Serta membebankan biayai pekara tingkat kasasi pada terdakwa.

Hukuman ini lebih tinggi 3 tahun dari hukuman penjara sebelumnya yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Tipikor Tanjungpinang yang hanya memvonis selama 2 tahun penjara. Dan atas banding terdakwa ke PT Pekanbaru, Riau, Hakim PT menambah hukuman terdakwa Raja Amirullah menjadi 3 tahun penjara.

Sebelumnya, mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah, ditetapkan tersangka, menyusul Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Natuna, Asmiyadi dan Bahtiar selaku PPTK ganti rugi lahan sebesar Rp2,020 miliar dari APBD 2010 oleh penyidik Polisi dalam korupsi pengadan lahan fasilitas umum (fasum) 2010-2011.

Asmiadi dan Bahtiar serta Raja Amirullah ditetapkan Tersangka hanya karena tidak membentuk panitia pembebasan lahan dan proses pembebasannya dilakukan dengan cara mengundang langsung para pemilik lahan.

Ganti rugi lahan menurut Jaksa tidak dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 tahun 2007 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2005 sebagaimana diubah dengan PP nomor 65 tahun 2006 tentang pengadaan bagi kepentingan pembangunan dan untuk kepentingan umum.

Dalam Bab IV Peraturan Pemerintah ini, secara jelas dikatakan, tata cara pengadaan tanah untuk tanah yang luasnya di atas 1 hektare, maka Bupati membentuk Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah.

Namun oleh Asmiyadi dan Bahtiar, pengadaan ganti rugi lahan untuk fasum dan fasos itu, hanya berdasarkan SK Plt Bupati Natuna. Akibatnya, dari 39.252 meter per segi luas lahan yang dibayar dan dibebaskan, jumlah ril di lapangan hanya sekitar 30.078 meter persegi saja.

Sehingga dari hasil perhitungan luas lahan dengan total pembayaran, terdapat selisih jumlah pembayaran senilai Rp360 juta yang merugikan keuangan negara.

Editor: Udin