Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Pungli Pengurusan Sertifikat di BPN Tanjungpinang

Berdalih untuk 'Big Bos', Terdakwa Januar Minta Rp25 Juta Dana Pengurusan Per Persil Sertifikat
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 09-10-2017 | 19:50 WIB
BPN-Kepri-di-TPI.gif Honda-Batam
Kantor BPN Kepri di Tanjungpinang (Sumber foto: Sijori Today)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Dengan alasan tidak mungkin setoran ke 'bos besarnya' hanya Rp5 jutaan, Plh Kepala Seksi Pengukuran BPN Tanjungpinang, terdakwa Januar, meminta Rp25 juta dana pengurusan per persil (satu surat-red) pada pemohon pengurus sertifikat tanah di Tanjungpinang.

Hal itu dikatakan saksi Riko Palepi, dalam kesaksiaannya pada sidang lanjutan korupsi pungutan liar (pungli) di BPN Tanjungpinang dengan terdakwa oknum BPN, Januar, di PN Tipikor Tanjungpinang, Senin (9/10/2017).

"Ketika saya tanya kok besar kali, terdakwa bilang "Nggak mungkin 'bos besar' dikasih hanya Rp5 juta," kata Riko Palepi pada Majelis Hakim yang diketuai Santonius Tambunan dan anggota Irianti Khairul Ummah dan Yon Fery di PN Tripikor Tanjungpinang.

Selain permintaan dana Rp25 juta per persil sertifikat, Riko juga menjelaskan, terdakwa Januar juga menerima Rp3 juta dari Rp6 juta dana yang dimintanya kepada pemohon sertifikat, saksi Ahmat Pardamean Sembiring, yang ditransfer melalui Bank BRI ke rekening pribadi Januar di Bank Mandiri.

Saksi yang merupakan anak buah Ahmat Sembiring, selaku pemohon sertifikat ke BPN juga mengakui, jika sebelum permintaan dana oleh terdakwa Januar itu pengajuaan sertifikat di BPN Tanjungpinang yang telah diajukan sejak 2013 lalu itu sempat mandek dan tidak diproses BPN Tanjungpinang.

"Kemudian, setelah Plh Kasi Pengukuran BPN Tanjungpinang dijabat Januar, baru pengurusan sertifikat yang telah dimohon sejak 2013 itu diproses," ujar Riko Palepi.

Setelah dana ditransfer, dua hari kemudian saksi Riko kembali menanyakan progres permohonan sertifikat tersebut ke Januar, dan saat itu Januar mengatakan, kalau berkasnya sudah masuk ke pengeluaran sertifikat.

Dari 5 sertifikat yang dimohonkan Ahmat Sembiring, tambah Riko, hingga saat ini baru dua persil sertifikat permohonan dari 2013 lalu yang sudah siap. Sedangkan 3 Sertifikat lainnya, hingga saat ini masih di BPN Tanjungpinang.

"Alasan BPN sempat lahan itu tidak boleh atas nama suami istri dan terakhir katanya sertifikat yang dimohonkan tidak bisa atas nama pribadi tapi harus HGB, sehingga sampai saat ini belum siap," ujar Riko.

Terkait dengan besarnya dana pengurusan sertifikat yang dikatakan Januar, Riko juga mengaku sempat menanyakan hal tersebut kepada seorang pegawai BPN bernama Asmen. "Apa memang untuk permohonan sertifikat sampai Rp25 juta?" saat itu Asmen mengatakan "itu tidak betul, mana ada sampai sebesar itu," ujar Riko menirukan ungkapan Asmen.

Bahkan, dari pengalaman saksi Riko pada pengambilan sertifikat yang lain dari pegawai BPN Tanjungpinang, juga mematok Rp5 juta pada setiap pemohon yang akan mengambil sertifikat yang sudah siap.

"Memang punglinya sudah keterlaluan Pak Hakim. Selain dalam kasus ini, saya sendiri pernah menyaksikan dan melihat, hanya untuk mengambil sertifikat aja, BPN mematok Rp5 juta," ujar Riko.  

Terkait dengan keterangan saksi, terdakwa Januar sempat membantah dengan mengatakan, kalau pada saat itu, dirinya hanya "bercanda".

"Saya mengatakan itu dalam posisi bercanda, karena sama dia (Riko) saya sudah lama kenal," ujar Januar saat ditanya Majelis Hakim tanggapannya atas keterangan saksi.

Atas dugaan pungli pengurusan sertifikat lahan itu, terdakwa Januar didakwa dengan Pasal 11 jo Pasal 12 jo Pasal 12 (A) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Editor: Udin