Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dukung Aksi Buruh Tolak Politik Upah Murah
Oleh : Redaksi/Mg
Sabtu | 26-11-2011 | 11:33 WIB
PRP_star_2.jpg.png Honda-Batam

PKP Developer

Lambang Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)

Pernyataan Sikap PRP

Salam rakyat pekerja, siklus tahunan isu perburuhan Indonesia terus berulang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap bulan Oktober-November, suhu politik peburuhan Indonesia menghangat akibat perdebatan soal upah, tepatnya soal kenaikan Upah Minimum Kota (UMK).

Tuntutan puluhan ribu kaum buruh di Batam untuk kenaikan UMK yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak bahkan berakhir dengan penembakan terhadap para buruh oleh aparat kepolisian. Aksi menuntut penentuan UMK yang serupa juga dilakukan oleh kaum buruh di beberapa kota di Indonesia.

Aksi buruh yang terus berulang setiap tahun, untuk isu yang sama, jelas menunjukkan adanya persoalan serius dalam isu upah ini. Rezim neoliberal dari tahun ke tahun memang selalu mengedepankan politik upah murah bagi buruh untuk menarik para pemilik modal asing. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana BKPM dalam promosinya yang bertajuk Invest in Remarkable Indonesia, yang selalu menjual upah buruh murah sebagai daya tarik bagi pemilik modal. Dalam situs BKPM dijelaskan bahwa upah buruh

Indonesia hanya USD 0,6 per jam, jika dibandingkan dengan India (USD 1,03), Filipina (USD 1,04), Thailand (USD 1,63), China (USD 2,11), dan Malaysia (USD 2,88). Menyertai angka-angka itu, dalam promosi BKPM tersebut juga dicantumkan, labor cost is relatively low, even as compared to investment magnets China and India.

Logika untuk menarik pemilik modal dengan menjual politik upah murah sebenarnya tidak berdasar. Jika melihat data dari World Eonomic Forum (WEF) yang mempublikan The Global Competitiveness Index (Indeks Daya Saing Global) , menyebutkan bahwa posisi Indonesia berada di peringkat 46, turun 2 tingkat dari tahun sebelumnya (The Global Competitiveness Report (2011-2012). Laporan tersebut juga memperlihatkan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan daya saing Indonesia turun, yaitu di peringkat pertama adalah korupsi, kedua birokrasi pemerintah yang tidak efisien dan ketiga adalah infrastruktu yang tidak memadai.

Sementara untuk peraturan perburuhan yang membatasi hanya berada di peringkat ke-2. Artinya, jika selama ini rezim neoliberal mengeluhkan sulitnya menarik pemilik modal dikarenakan masalah perburuhan yang tidak ramah dengan iklim investasi, itu kenyataannya salah besar. Masalah utamanya ada di elit-elit politik yang melakukan korupsi dengan berkolaborasi dengan pemilik modal. Namun tetap saja, selama ini kaum buruh yang selalu dirugikan, dengan menjalankan politik upah murah dan membuat regulasi yang semakin mencekik rakyat pekerja.

      Upah Minimum Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) selama ini diasumsikan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak, yang mengacu pada Permenaker Nomor Per-17/Men/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Nyatanya, 46 komponen KHL yang ada di dalam Permenaker No 17 tahun 2005 tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan selalu mengkondisikan buruh selalu berada dalam garis kemiskinan. Misalnya saja mengenai biaya pendidikan anak dan kebutuhan memililiki rumah yang tidak masuk dalam komponen KHL di Permenaker tersebut. Hal ini menunjukkan, bahwa rezim neoliberal selalu saja mengkondisikan buruh dalam ruang kemiskinan.

Tidak aneh dengan asumsi perhitungan tersebut, rakyat pekerja di Indonesia tidak pernah dalam kondisi yang sejahtera. Hal ini menjelaskan bagaimana peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia di tahun 2011 seperti terjun bebas atau anjlok. Berdasarkan penilaian United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia menduduki peringkat 124 dari 187 negara yang disurvei oleh UNDP. Indonesia berada di bawah Palestina (114), Filipina (112), Thailand (103), Sri Lanka (97), Lebanon (71) dan Malaysia(61). Padahal rezim neoliberal di Indonesia selalu mengagung-agungkan, bahwa perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan 6,5 persen hingga triwulan III-2011. Namun kenyataannya, kualitas hidup rakyat pekerja di Indonesia malah menurun. Hal tersebut bisa dimaknai, bahwa pertumbuhan perekonomian sebesar 6,5 persen tersebut memang tidak pernah berdampak pada kesejahteraan rakyat pekerja di Indonesia. Pertumbuhan perekonomian tersebut hanya menguntungkan para pemilik modal dan elit-elit di rejim Neoliberal saja.

Namun sepertinya rezim neoliberal tidak begitu mempedulikan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat pekerja diIndonesia. Hal ini terbukti dengan masih dijalankan agenda politik upah murah di tahun 2012. Hingga hari ini, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mencatat sudah ada 11 pemerintah daerah provinsi yang telah menetapkan UMP dan kebanyakan masih di bawah batas kebutuhan hidup layak (KHL).

Perlawanan terhadap politik upah murah memang harus selalu digaungkan oleh kaum buruh di Indonesia. Politik upah murah yang didasarkan pada UU 13/2003, Permen 1/1999, Permenaker 17/2005, serta mekanisme lainnya untuk penetapan upah memang hanya menjadi alat bagi rezim neoliberal dan pemilik modal untuk membuat kemiskinan secara struktural serta menguntungkan para

pemilik modal. Penetapan upah berdasarkan provinsi juga merupakan taktik para pemilik modal dan rezim neoliberal untuk memperkecil perlawanan para buruh di setiap kota. Namun dari logika ini, sebenarnya rezim neoliberaldan pemilik modal sudah paham dan mengantisipasi, bahwa setiap akhir tahun pasti akan ada perlawanan kaum buruh terkait penetapan kenaikan upah. Untuk itu, dibutuhkan persatuan dari seluruh rakyat pekerja di Indonesia untuk melakukan perlawanan politik upah murah yang dijalankan oleh rezim neoliberal dan pemilik modal.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

 1. Mendukung sepenuhnya perlawanan rakyat pekerja terhadap penetapan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2012 yang masih jauh dari pencapaian kesejahteraan bagi rakyat pekerja di Indonesia.

2. Bangun kekuatan persatuan rakyat pekerja untuk melakukan perlawanan yang lebih besar terhadap rezim neoliberal dan pemilik modal yang semakin memberikan kemiskinan dan kesengsaraan bagi rakyat pekerja di Indonesia.

3. Bangun kekuatan politik alternatif dari seluruh gerakan rakyat di Indonesia untuk melawan rezim neoliberal dan menghancurkan neoliberalisme.

4. Kapitalisme – neoliberalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat, dan hanya dengan SOSIALISME lah maka rakyat akan sejahtera.

 

Jakarta, 25 Nopember 2011

A.N. Komite Pusat - Perhimpunan Rakyat Pekerja


KETUA NASIONAL

 

Anwar Ma'ruf

 

Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP PRP)

JL Cikoko Barat IV No. 13 RT 04/RW 05, Pancoran, Jakarta Selatan 12770

Phone/Fax: (021) 798-2566

Email: komite.pusat@prp-indonesia.org / prppusat@yahoo.com

Website: www.prp-indonesia.org