Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hampir Seluruh Wilayah di Kepri Ditemukan Permasalahan e-KTP
Oleh : Irawan
Rabu | 13-09-2017 | 15:01 WIB
empat-dpd-kepri11.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Anggota Komite I DPD RI Muhammad Nabil (kanan), Senator asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komite I DPD RI Muhammad Nabil mengungkapkan, hampir seluruh wilayah di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ditemukan berbagai permasalahan perekaman dan tidak tersedianya blanko e-KTP.

"Dari kegiatan reses kali ini, hampir di semua wilayah yang kami kunjungi menemukan permasalahan pengurusan perekaman dan tidak tersedianya blanko E-KTP di Dinas Kependudukan dan Cacatan Sipil (Disdukcapil) dan kecamatan setempat," kata Nabil di Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Menurut Nabil, aparatur pemerintah di daerah sangat serius dalam mensosialisasikan tentang pentingnya masyarakat mengurus perekaman E-KTP, mengingatkan tentang tenggat waktu melakukan perekaman data E-KTP dan terus menunggu ketersediaan blanko E-KTP dari Kemendagri cepat teratasi di Disdukcapil dan kecamatan setempat.

Namun, rupanya keterlambatan tersebut bukan disebabkan faktor teknis belaka, akan tetapi lebih memilukan bahwa disebabkan permasalahan hukum korupsi pengadaan dan distribusi E-KTP yang melibatkan pejabat di Kementerian Dalam Negeri, serta Anggota DPR RI.

"Kami menilai kasus korupsi pengadaan E-KTP ini bukan permasalahan korupsi biasa, karena dampaknya sungguh luar biasa, tidak hanya sekedar merugikan keuangan negara, tindak pidana korupsi yang memalukan tersebut juga merenggut hak konstitusional masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi," katanya.

E-KTP, lanjutnya, sudah menjadi salah satu syarat warga negara mendapatkan haknya dalam pesta demokrasi Pilkada, Pileg dan Pilpres.

"Marwah bangsa kita sudah tercabik-cabik dengan kasus memalukan ini karena seolah-olah kita rela menampar muka sendiri dalam praktek mengelola negara yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Lebih dari itu, berdampak pada kejahatan hak elektoral warga negara yang dilindungi Undang-undang," katanya.

Senator asal Provinsi Kepri ini mengatakan, setidaknya ada tiga aturan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan e-KTP sebagai syarat.

Pertama, untuk menjadi calon kepala daerah, salah satu dokumen yang harus dilampirkan yaitu fotokopi e-KTP, dan tidak bisa dengan KTP biasa.

Kedua, yakni sebagai syarat dukungan kepada calon perseorangan. Calon perseorangan harus kumpulkan sejumlah dukungan, itu harus berupa dukungan yang dibuktikan dengan fotokopi e-KTP.

Ketiga, menjadi syarat masuk ke dalam daftar pemilih. Jika warga negara tak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dia tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan datang ke tempat pemungutan suara dan menunjukkan e-KTP.

Jika belum memiliki e-KTP orang tersebut harus meminta Surat Keterangan (SUKET) ke Dinas Kependudukan dan Cacatan Sipil setempat bahwa dirinya sudah melakukan perekaman e-KTP, namun belum mendapatkan fisik kartunya.

"Ini berbeda dengan Pilkada sebelumnya yang tidak ada penyebutan kalau tidak terdaftar harus memperlihatkan e-KTP. Syarat tersebut justru menyusahkan warga yang belum memiliki e-KTP," katanya.

Anggota Komite I DPD RI ini menilai ternyata masih banyak yang belum tahu bahwa mereka harus mengurus surat keterangan bahwa fisik e-KTP mereka belum jadi. Akibatnya, banyak warga yang hak demokrasinya terbuang sia-sia, dan sesuangguhnya dengan fakta ini negara sudah menghilangkan hak konstitusional warga neganya sendiri.

"Dampaknya sekilas mungkin sepele, tapi dalam konsep Pemilu, kejahatan luar biasa kalau ada satu saja hak suara tercederai karena administrasi kependudukan yang bermasalah yang berpengaruh pada hak pilih masyarakat, karena administrasi kependudukan tidak boleh menjadi penghambat pemenuhan hak konstitusional warga negara," katanya.

Nabil menilai kondisi berat ini sangat melukai semua warga negara, disaat masyarakat sudah tumbuh kesadaran dan kepedulian untuk melakukan perekaman E-KTP, karena mereka faham bahwa mengaktifkan data kependudukan ini sangat penting bagi masing-masing individu warga negara Indonesia, karena banyak layanan publik yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai basis data, seperti layanan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, pembukaan rekening di bank, pembuatan SIM, pembelian kartu perdana telekomunikasi dan lain-lain.

"Ternyata di saat itu pula penyelenggara negara yang seharusnya jadi panutan warga negara dan melayani masyarakat dengan sungguh-sungguh, menghancurkan harapan masyarakat dengan mengkorupsi proyek pengadaan E-KTP. Kasus besar yang memalukan Indonesia di mata internasional ini bertolak belakang dengan rencana pemerintah yang sudah menargetkan tahun 2019 semua Warga Negara Indonesia wajib memiliki E-KTP sebagai basis data kependudukan yang puncaknya akan digunakan sebagai data pemilih pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2019," katanya.

Karena itu sebagai wakil rakyat Kepri, ia sangat menyesalkan kasus ini dan meminta aparat penegak hukum untuk mempercepat penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan dan menghukum pelaku-pelakunya dengan seberat-beratnya.

Di sisi lain agar pemerintah lebih pro aktif dan tegas untuk menuntaskan perekaman E-KTP dan pengadaan blanko E-KTP sesegera mungkin kepada seluruh warga negara Indonesia, karena dokumen kependudukan tersebut sangat penting bagi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Editor: Surya