Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

FGD Indeks Kemerdekaan Pers di Kepri

Kasus Kekerasan terhadap Wartawan di PN Tanjungpinang Jadi Sorotan Dewan Pers
Oleh : Chares Sitompul
Senin | 07-08-2017 | 19:38 WIB
Ican-Kampret1.jpg Honda-Batam
Ican (kemeja putih) dan sejumlah rekannya yang menghalang-halangi wartawan saat meliput sidang kasus pelayaran yang mengagendakan mendengarkan kesaksian Ahang di PN Tanjungpinang, Selasa (26/7/2016). (Foto: Redaksi)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Mandek dan masih mengendapnya proses penyelidikan dan penyidikan dugaan penghalangan pekerja Pers di Polda Kepri, jadi topik pembahasan Focus Group Discussion (FGD) Dewan Pers pusat, dalam Survei 'Indek Kemerdekaan Pers di Provinsi Kepri'.

Acara FGD Dewan Pers dengan Stisipol Raja Haji Tanjungpinang itu, digelar dengan mengundang sejumlah wartawan serta pihak lain dari berbagi kalangan, sebagai responden dalam menyikapi Indeks Kemerdekaan Pers yang terjadi di Provinsi Kepri.

Selain membahas profesionalisme Wartawan, kebebasan berorganisasi serta independensi media dari pengaruh politik, pemerintah serta owner pemilik perusahaan media, keberpihakan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam membela pekerja media, atas pengancaman, penghalangan, penganiayaan dan bahkan pembunuhan terhadap pekerja Pers, juga menjadi topik pembicaraan dalam FGD Dewan Pers tersebut.

Sekretaris PWI Kepri, Saibansah Dardani mengatakan, dari kejadiaan yang dialami wartawan di Kepri, ancaman perbal dan penghalangan kinerja Pers dalam meliput pada 2016-2017, masih menjadi ancaman serius yang dihadapi sejumlah wartawan di Kepri.

"Salah satu contoh adalah kasus penghalangan tugas jurnalistik pada wartawan media online BATAMTODAY.COM, Charles Sitompul, dan sejumlah wartawan lainnya yang dihalangi beberapa oknum preman diduga suruhan seseorang, saat meliput di Pengadilan Negeri Tanjungpinang," ujar pria yang akrab disapa Saiban ini.

Kasus penghalangan wartawan saat bertugas menjalankan tugas jurnalistiknya ini, sebenarnya telah ditangani penyidik Polda Kepri sejak Juni 2016 lalu.

"Tapi sayangnya, hampir satu tahun lebih berkas perkara kasus penghalangan pekerja Pers dengan tersangka Mc ini, masih mengendap di penyidik Polda dan belum dilimpahkan Jaksa ke Pengadilan untuk disidangkan," ujarnya.

Dari perkembangan terakhir terhadap kasus penghalangan pekerja Pers ini, Jaksa Penuntut Umum Kejati Kepri, mengembalikan berkas penyidikan ke Polda, dengan petunjuk agar penyidik memeriksa dan menjadikan Hakim PN Tanjungpinang sebagai saksi. Sementara Hakim PN Tanjungpinang keberatan dijadikan sebagai saksi, dengan alasan Sema MA melarang Hakim dijadikan saksi dalam perkara pidana.

"Akibatnya, hingga satu tahun lebih, berkas perkara penghalangan peliputan wartawan di Tanjungpinang ini, penyidikannya tak kunjung selesai," ujarnya.

Selain di Tanjungpinang, Saiban juga mengatakan, sejumlah kasus pengancaman juga terjadi pada wartawan media cetak dan online di Batam dan Natuna, yang diduga dilakukan oknum Brimob dan TNI, atas liputan yang dilakukan.

"Dengan sejumlah fakta ini, kami menilai aparatur penegak hukum dan aparat negara di Kepri, belum sepenuhnya membantu dan memberikan perlindungan terhadap pekerja Pers di Kepri," tegas sekretaris PWI Kepri ini.

Hal yang sama juga dikatakan Komisioner KPU Kepri, Ridarman Bay, sebagai responden atas survey indeks kemerdekaan Pers di Kepri. Dengan sejumlah interpensi dan ancaman yang dihadapi wartawan, Ridarman menyatakan, aparatur penegak hukum dan aparatur negara lainnya, belum memberikan rasa aman bagi pekerja Pers dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.

Komisi Penelitian Hukum Dewan Pers, Chelsia dan Winarto, mengatakan FGD indek kemerdekaan Pers di Kepri dilaksanakan atas riset dan ranking yang dilakukan oleh lembaga riset jurnalistik Sanfrontie di Francis dan Freedom House di Amerika.

Posisi Indonesia dalam riset iru, pada tahun 2017 ini ditempatkan diurutan 128 dari 190 negara di dunia.

Yang menyedihkan, posisi Indonesia berada di bawah negara yang baru merdeka, yaitu Timor Leste. Alasan ranking inilah, tambah Chalse, perlu adanya survey kemerdekaan Pers di dalam negara kita.

Di antara komponen yang dianggap penting oleh Sanfrontie dan Freedom House adalah kekerasan wartawan dan runtutannya pada sistem peradilan yang berlangsung, liputan yang seharusnya mengikuti kode etik jurnalistik serta independen wartawan dalam bekerja.

"Inilah beberapa hal yang menjadi alasan kenapa Dewan Pers melakukan survey indeks kemerdekaan Pers," tegas Chelse.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya sejumlah wartawan yang biasa melakukan peliputan sidang di PN Tanjungpinang dihadang dan dihalang-halangi sejumlah orang diduga suruhan salah seorang bernama Ahang, agar tidak mengambil gambar dan melakukan peliputan, sidang lanjutan dugaan kasus pelayaran kapal penyeludup barang Lartas KM.Karisma Indah di PN.Tanjungpinang, Selasa (26/7/2016) lalu.

Selain melakukan pengusiran dan penarikan pada Wartawan BATAMTODAY.COM, wartawan Sindo Batam serta wartawan Tribun Batam, sejumlah orang ini juga secara bersama-sama berusaha menghalau dan merebut kamera dan handphone sejumlah wartawan, serta menyuruh menghapus poto liputan yang telah diambil wartawan sebelumnya.

"Kau jangan sok jago di sini ya, kau kerja, kami juga kerja disuruh bos, tak usah poto-photo sidang ini, keluar kau!" ujar salah seorang pelaku yang dikenal benama Ican.

Selain melakukan penghalangan untuk meliput dan mengambil poto, Ican bersama sejumlah rekannya, yang diduga suruhan Ahang, juga berusaha menarik dan menolak wartawan dari dalam ruang sidang PN untuk keluar.

"Keluar kau, tidak usah kau liput sidang ini, kami juga sedang kerja dan disuruh bos!" ujarnya lagi.

Akibat kejadiaan ini, Majelis Hakim PN Tanjungpinang, Zulfadli SH, juga sempat meminta agar sejumlah preman yang berkerumun dan mengeluarkan wartawan dari ruang sidang itu, keluar dan tidak membuat keributan di ruang sidang PN Tanjungpinang. Namun sejumlah pelaku tak kunjung keluar.

"Tolong keluar, dan jangan buat ribut di sini," ujar Hakim, namun sejumlah orang diduga suruhan Ahang itu tidak mengindahkan perintah Hakim tersebut.

Selanjutnya, sejumlah petugas Pengadilan Negeri Tanjungpinang datang serta meminta sejumlah pengunjung yang tidak dikenal itu keluar.

Akibat kejadian ini, Majelis Hakim PN Tanjungpinang, akhirnya sempat menscorsing persidangan. Sementara sejumlah rekan Ican dan pemuda lainnya yang diduga suruhan Ahang dan terdakwa, berkerumun di depan ruang sidang.

Di luar ruang sidang, sejumlah orang dan rekan Ican, juga sempat memaki dan menghujat dan bahkan mengancam sejumlah wartawan lainnya yang mengambil poto kejadiaan tersebut. Bahkan menarik dan merampas handphone salah seorang wartawan Tribun agar gambar yang diambil, dihapus.

Beruntung kejadiaan ini mereda setelah sejumlah aparat keamanan dari Polres Tanjungpinang mendatangi PN Tanjungpinang. Atas Kejadiaan itu, sejumlah wartawan langsung membuat laporan polisi ke Polres Tanjungpinang melalui LP Nomor Polisi: STPL/192/K/VII/2016/Kepri/SPK-RES TPi pada 26 Juli 2016.

Desakan pun mengalir dari organisasi wartawan, seperti Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI) Batam dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri, yang mendesak aparat penegak hukum memeroses kasus premanisme terhadap jurnalis tersebut.

Tidak hanya AJI dan PWI, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Demokrasi Mahasiswa, Gerakan Aktivis dan Gerakan Pemuda Daerah di wilayah Kepulauan Riau, berunjuk rasa mendesak agar polisi menyelesaikan berkas perkara penghalangan peliputan bagi wartawan di PN Tanjungpinang itu.

Namun satu tahun berlalu, kasus penghalangan peliputan wartawan yang dilakukan tersangka Ic ini, mandek dan mengendap di penyidikan Polda Kepri.

Editor: Udin