Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sudah Ada Upaya Damai, Tarmizi Tetap Dituntut 4 Bulan Penjara
Oleh : Gokli
Rabu | 02-08-2017 | 09:26 WIB
midi-00.jpg Honda-Batam
Terdakwa Trmizi alias Midi digiring anggota unit Jatanras Polresta Barelang usai menjalani sidang di PN Batam. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Tarmizi alias Midi, terdakwa yang melakukan dan menyuruh merampas kemerdekaan seseorang sekitar bulan Februari 2017 di kawasan Kampung Aceh, Mukakuning dituntut 4 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (1/8/2017).

Surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum, Yogi Nugraha Setiawan memang tergolong ringan mengingat pasal yang didakwakan mengenai kejahatan terhadap kemerdekaan orang dengan ancaman pidana pasal 333 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun, jaksa berpendapat bahwa terdakwa dengan korban Hendriawan sudah melakukan perdamaian yang dituangkan dalam surat perjanjian.

"Menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman 4 bulan penjara," ujar Yogi, membacakan surat tuntutan terhadap Tarmizi alias Midi.

Terhadap tuntutan itu, terdakwa didampingi penasehat hukum (PH) Bernad Uli Nababan mengaku akan mengajukan pledoi atau pembelaan tertulis. Pledoi itu, akan dibacakan di persidangan berikutnya yang direncanakan berlangsung pada Kamis (3/8/2017).

"Kami mohon waktu yang mulia untuk mengajukan pledoi. Ada beberapa hal yang penting kami sampaikan," ujar Bernad, yang kemudian dikabulkan majelis hakim Syahrial Harahap, Muhammad Chandra dan Yona Lamerosa.

Usai persidangan, Bernat mengatakan hal penting yang akan disampaikan dalam pledoi nantinya mengenai surat perjanjian damai dan pelunasan biaya perobatan korban. Hal itu, kata dia, agar majelis hakim dapat mempertimbangkan untuk membuat putusan.

"Surat perjanjian damai dan kwitansi pembayaran uang perobatan itu penting untuk diketahui majelis hakim agar hukuman terdakwa bisa diringankan," kata Bernat.

Sebelumnya, Tarmizi alias Midi saat diperiksa sebagai terdakwa mengakui perbuatannya, bahkan ia juga menyesal. Hanya saja, kata Midi, penyekapan terhadap korban bukanlah inisiatifnya melainkan inisiatif rekannya yang saat ini ditetapkan DPO.

Kendati membantah bukan otak pelaku, Midi tetap mengaku bersalah dan mengupayakan perdamaian dengan pihak korban. Ia juga kala itu mengaku bersedia membayar biaya perobatan dan kerugian korban.

"Kami sudah berdamai yang mulia dan uang yang disepakatai dalam perdamaian itu sudah saya bayar melalui keluarga korban," kata Midi, kala itu.

Adapun kasus ini bermula dari persoalan uatang sebanyak Rp50 juta yang dipinjam Hendriawan (korban) bersama Awi (DPO) dari terdakwa. Uang tersebut, kata Hendriawan, yang juga sebagai terdakwa dalam perkara lain (narkotika), diserahkan kepada rekannya Awi melalui transferan rekening BCA.

"Saya hanya perantara peminjaman uang itu, tetapi akhirnya saya jadi terlibat karena dipaksa terdakwa untuk mengembalikan uang itu," kata Hendriawan.

Kendati merasa tidak menggunakan uang yang dipinjam tersebut, Hendriawan mengaku mau mengganti uang itu dengan cara menyicil. Pun itu dilakukan lantaran takut dengan acaman terdakwa dan orang-orang suruhannya.

"Awalnya saja serahkan uang Rp5 juta, namun terdakwa tetap ngotot harus saya tambahi Rp20 juta lagi. Saya katakan akan saya tambah setelah punya uang, tetapi terdakwa tetap tidak mau dan mengacam keluarga saya," jelasnya.

Selang beberapa hari, lanjut Hendriawan, dirinya didatangi seorang suruhan terdakwa. Ia dibawa ke tempat terdakwa lalu disekap, diborgol ke sebatang kayu dan kemudian disiksa.

Terdakwa dan orang-orangnya, lanjut Hendriawan, memaksa agar utang Rp50 juta segera dibayar. Jika tidak, dia tidak akan dibebaskan dari penyekapan itu.

"Mereka memaksa istri saya membayarnya. Saat itulah istri saya membuat laporan ke Polisi dan akhirnya saya berhasil bebas setelah Polisi datang," ungkapnya.

Editor: Surya