Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Korupsi Rp7,7 M Tunjangan Perumahan DPRD 2011-2015

Ini Modus dan Peran Lima Tersangka Korupsi Tunjangan Perumahan DPRD Natuna
Oleh : Charles Sitompul
Senin | 31-07-2017 | 19:02 WIB
ekpos-Kejati.gif Honda-Batam
Ekspos penetapan tersangka korupsi tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna 2011-2015 oleh Kajati Kepri, wakajati Kepri serta sejumlah Asisten dan penyidik Kejati Kepri (Foto: Charles Sitompul)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Penetapan lima tersangka korupsi Rp7,7 miliar dana tunjangan perumahaan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna, ternyata tidak terlepas dari modus dan peran masing-masing pejabat Natuna dalam menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.

Tragisnya, penyelewengan keuangan negara dari APBD Kabupaten Natuna untuk tunjangan perumahan Pimpinan serta Anggota DPRD Natuna ini, berlangsung hingga 5 tahun berturut-turut sejak 2011-2015.

Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, Yunan Harjaka, mengatakan bahwa dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan dua mantan Bupati, Ketua DPRD, Sekda dan Sekwan bersama Kasubag Keuangan DPRD Natuna ini, ditetapkan atas sejumlah alat bukti korupsi pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.

"Tunjangan perumahaan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna ini, dialokasikan dari APBD Natuna sejak 2011-2015, tanpa menggunakan mekanisme aturan dan tidak sesuai dengan harga pasar setempat setiap tahun, Sehingga mengakibatkan kerugan negara Rp7,7 miliar," jelas Kajati Kepri Yunan Harjaka, Senin (31/7/2017).



Dalam praktiknya, alokasi dana tunjangan perumahan Unsur Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna ini awalnya dianggarkan melalui APBD kabupaten Natuna 2011 sebesar Rp2,928 miliar, dengan rincian alokasi dana Rp14 juta per bulan tunjangan perumahan Ketua DPRD Natuna dan Rp13 juta per bulan tunjangan perumahan dua Wakil Ketua DPRD Natuna serta Rp12 juta per bulan tunjangan perumahan 17 Angota DPRD Natuna.

"Pengalokasian anggaran tunjangan perumahaan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna ini, pertama diajukan tersangka Mm, selaku Sekwan DPRD Natuna atas desakan dan perintah Ketua DPRD Natuna, Hc, ke dalam APBD Natuna tahun 2011," ujar Yunan Harjaka.

Selanjutnya, dari pengalokasian anggaran tunjangan perumahan DPRD ini, tersangka Ra selaku Bupati 2010-2011, mengeluarkan SK Bupati Natuna nomor 12 tahun 2011 pada 4 Januari 2011. Kemudian Mm selaku Sekwan dan tersangka Ee selaku Kasubag Keuangan DPRD Natuna, membayarkan tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna itu.

Lalu, pada 2012-2015 tersangka Ee selaku Sekwan, atas desakan Ketua DPRD Natuna kembali mengajukan pengalokasian dana tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna setiap tahun, mulai tahun 2012 hingga tahun 2015.

Atas pegalokasian anggaran tunjangan perumahan Pimpinan dan Angota DPRD itu, tersangka Is selaku Bupati pada saat itu, kembali mengeluarkan SK Bupati nomor 91 tahun 2012 tanggal 5 Maret 2012.

SK Bupati nomor 16 tahun 2013 ditandatangani tanggal 7 Januari 2013, SK Bupati Nomor 120 tahun 2014 ditandatangani pada 8 Maret 2014 serta SK Bupati nomor 159 tahun 2015 ditandatangani pada 10 Maret 2015, untuk pembayaran dan pencairan tunjangan perumahaan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna itu dari APBD 2012-2015.

"Jadi alokasi dana tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna ini, diusulkan tersangka Ee selaku Sekwan atas desakan Hc selaku Ketua DPRD dan dicairkan melalui SK yang dilakukan tersangka Ra dan Is selaku Bupati Natuna, tanpa dasar hukum serta dasar harga perhitungan pasar setiap tahunnya," Ujar Yunan Harjaka.

Atas tindakan itu, penyidik Kejati Kepri, tambah Yunan, menetapkan Hc sebagai tersangka atas perannya sebagai Ketua DPRD Natuna yang mendesak dan mengarahkan tersangka Mm dan Ee selaku Sekwan dan Kasubag Keuangan, membuat draf alokasi tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna, walaupun tidak sesuai dengan mekaniseme aturan serta harga pasar setempat.

Sedangkan tersangka Ra selaku mantan Bupati 2010-2011, ditetapkan tersangka atas perannya yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK), walaupun mengetahui pengalokasiaan tunjangan perumahan tersebut tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku.

"Demikian juga tersangka Is mantan Bupati 2012-2015, ditetapkan karena mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencairan dana tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna 2012-2015, walaupun mengetahui tunjangan yang dialokasikan dan dibayarakan itu tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku," ujarnya.

Sedangkan Tersangka Mm selaku Sekwan DPRD Natuna, atas desakan dan perintah tersangka Hc, membuat draft tunjangan perumahan DPRD natuna yang ditentukan sendiri, tanpa mekanisme aturan dan besaran kewajaran dan harga pasar yang ditentukan.



Sementara Sy sebagai Sekda Kabupaten Natuna, ditetapkan tersangka atas perannya sebagai Ketua TPAD, yang mengalokasikan anggaran tunjangan perumahan Dewan, tanpa melalui pembahasan dan penilaian terhadap harga kewajaran tunjangan sejak 2012-2015.

"Selain itu, dalam pencairan dana tunjangan perumahan yang tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan itu, tersangka Sy selaku Sekda juga memberi paraf pada Surat Keputusan (SK) Bupati untuk pencairan dana tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna tersebut," ujarnya.

Editor: Udin