Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ricuh Warga Pulau Jemaja vs PT KJJ

Pemerintah Perlu Evaluasi Aturan Investasi di Pulau-pulau Kecil
Oleh : Redaksi
Jum'at | 30-06-2017 | 11:07 WIB
bakar-011.gif Honda-Batam
Inilah sejumlah alat berat dan aset PT KJJ yang dibakar massa. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Batam - Polemik dan penolakan masyarakat Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas, terhadap PT Kartika Jemaja Jaya (KJJ) akhirnya pecah pada Kamis (29/6/2017). Menurut informasi, sekitar 600 warga melakukan aksi pembakaran alat berat milik PT KJJ di Pulau Jemaja.

Dalam aksi tersebut, beberapa alat berat berupa 15 unit buldozer, 2 excavator, 2 dumtruck, 2 pick up, dan 2 loader, 2 logging trailer hangus dibakar massa. Aksi ini merupakan buntut penolakan warga dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas terhadap rencana PT KJJ untuk mengembangkan perkebunan karet seluas 3.605 hektar di Jemaja.

Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Moh Abdi Suhufan, menyesalkan keterlambatan pemerintah pusat dalam merespon penolakan masyarakat dan pemerintah daerah terhadap rencana PT KJJ yang berujung pada aksi massa tersebut.

"Pemerintah pusat seakan menutup mata atas kegelisahan dan penolahan masyarakat lokal, termasuk Pemkab Kepulauan Anambas, yang sudah setahun ini meminta agar persetujuan rencana pembukaan perkebunan karet di Pulau Jemaja ditinjau ulang," kata Abdi.

Penolakan ini terjadi karena masyarakat Jemaja menyadari dampak negatif yang akan terhadi pada ekosistim pulau jika pulau mereka dikembangkan menjadi perkebunan karet. Masyarakat lebih memilih pengembangan perikanan dan wisata bahari sebagai sumber ekonomi mereka.

Kabupaten Kepulauan Anambas terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Kepualaun Anambas. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas 46.664.14 Km2; atau 2,47% dari luas Indonesia seluas 1.890.754 Km2; terdiri atas luas daratan 592.14 Km2; atau 1,27% dan luas lautan 46.033.81 Km2; atau 98,73% dengan panjang garis pantai adalah 1.128.57 Km2.

Berdasarkan kondisi tersebut, secara nyata terlihat bahwa sumber daya daratan Anambas sangatlah kecil dan terbatas jika dikembangkan secara massif untuk kegiatan perkebunan berskala besar.

Menurut data DFW-Indonesia, rencana dan kegiatan investasi PT KJJ di pulau Jemaja telah berlangsung lama dan dimulai sejak tahun 1987. PT KJJ mendapatkan izin lokasi pembangunan perkebunan tanaman karet dari Bupati Anambas No.135/525.21/V/2009 pada tahun 2009.

PT KJJ juga mendapat persetujuan prinsip pencadangan kawasan hutan produksi No. S846/Menhut-II/2009 dari Menteri Kehutanan pada tahun 2009, dan mengantongi SK Menteri Kehutanan RI No.SK.737/Menhut-II/2011 tentang pelepasan sebagian kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan karet pada tahun 2011.

Masalahnya, dalam kurun waktu 2009-2016 PT KJJ tidak melakukan kegiatan investasi yang signifikan di lapangan, dan bahkan melakukan perubahan bentuk perusahaan dari PMDN menjadi PMA. Padahal jangka waktu perizinan yang diberikan oleh pemerintah sangat terbatas. Izin lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati Anambas hanya berlaku 3 tahun sejak dikeluarkan.

"Proses izin investasi PT KJJ sudah berlangsung lama dari rezim orde baru, ketika Gubernur Riau mengeluarkan surat rekomendasi pencadangan lahan untuk areal perkebunan atas nama PT KJJ dengan No 505/EK/17 tahun 1998," kata Abdi.

Saat itu terjadi booming karet, dan paradigma pembangunan maritim belum menjadi prioritas sehingga para pengambil kebijakan seakan menutup mata terhadap kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat di pulau-pulau kecil. Termasuk di Pulau Jemaja, yang saat itu masih merupakan wilayah administrasi Kabupaten Natuna.

Aksi masyarakat Jemaja ini menambah daftar hitam kegiatan investasi di pulau-pulau kecil yang menimbulkan masalah dengan masyarakat lokal.

DFW-Indonesia mencatat masalah investasi dan pemanfaatan potensi sumber daya alam di pulau kecil, sebelumnya juga terjadi di Pulau Romang, Maluku, Pulau Bangka Sulawesi Utara dan Pulau Pari Kepulauan Seribu.

Jika ditelusuri, ujung pangkal permasalahan tersebut adalah aturan pemanfaatan sumber daya alam yang ada saat ini, khususnya di pulau-pulau kecil kurang memperhatikan karakteristik, aspirasi masyarakat lokal termasuk mengabaikan keterkaitan eksositim pulau kecil dan perairan pesisir.

Menyikapi hal tersebut, Moh Abdi Suhufan meminta beberapa hal kepada pemerintah, antara lain:

1. Menghentikan kegiatan dan aktivitas PT KJJ di Pulau Jemaja dan membantu menciptakan iklim yang kondusif di tengah masyarakat pasca konflik dengan pihak perusahaan.

2. Melakukan evaluasi secara total dan menyeluruh terhadap proses dan prosedur perizinan PT KJJ dalam melakukan kegiatan pengembangan kebun karet di pulau Jemaja, jika ditemukan pelanggaran maka pemerintah perlu mengambil tindakan tegas terhadap PT KJJ.

3. Memperhatikan dinamika masyarakat Pulau Jemaja dan menghindari konflik sekaligus memberikan perlindungan terhadap potensi SDA yang ada, maka pemerintah pusat perlu meninjau ulang persetujuan dan izin yang telah dikeluarkan kepada PT KJJ untuk membuka perkebunan karet.

4. Pemerintah segera mengeluarkan regulasi terkait pemanfaatan perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebagai amanah UU No 1/2014 agar terjadi sinkronisasi aturan dalam pemanfataan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia dan konflik pemanfataan sumber daya alam tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

Editor: Gokli